Bandar Udara Internasional Bali Utara (bahasa Inggris: North Bali International Airport; biasanya disingkat menjadi "NBIA"), adalah sebuah bandar udara di pulau Bali, Indonesia, yang terletak di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Bandar udara tersebut adalah proyek yang diinisiasikan oleh Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, pada 9 Juli 2015.[1] Namun, projek ini dihapus dari Daftar Prioritas Pemerintah oleh presiden Joko Widodo, yang diumumkan pada bulan Juli 2022, dan juga telah menghapus 9 mega proyek lainnya di seluruh Indonesia pada hari yang sama.[2]
Bandar udara
Dengan kapasitas 32 juta penumpang, NBIA akan menjadi bandar udara terbesar ke-2 se-Indonesia. Dibangun seluruhnya di atas laut, lahannya akan dibagi menjadi 2 bagian: bandar udara dan aerotropolis. Terdiri dari 1 terminal penumpang utama dengan 3 terminal penumpang satelit, 2 landas pacu sejajar, heliport, dan seaport. Juga termasuk terminal kargo dan maintenance area.[3]
Perencanaan
Permulaan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia telah memasukkan dalam PPP Book 2013 (Public - Private Partnership), sebuah program pengembangan bandara baru di Bali Utara dengan kode proyek D-001-10-004. Proyek ini terdiri dari pengurangan kemacetan di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. Provinsi Bali merupakan salah satu tempat wisata terbesar di Indonesia. Satu-satunya bandara, yang terletak di Selatan, menyambut hampir 20 juta penumpang pada tahun 2017 dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 8% pada tahun berikutnya. Pemda menganggap bandara baru akan mengurangi kemacetan lalu lintas di Kota Denpasar dan Kabupaten Nusa Dua.
2015
Setelah mempelajari beberapa konsep, Gubernur Bali memilih proyek bandara di laut dalam surat rekomendasinya No. 553/11583/DPIK tanggal 9 Juli 2015. Proyek ini mengusulkan untuk mengembangkan THKON Aerotropolis di Kubutambahan di Kabupaten Buleleng. THKON berasal dari istilah Tri Hita Karana. Ini adalah strategi pembangunan kota baru sesuai dengan tradisi Bali kuno berdasarkan kualitas hidup.
2018
Proyek pembangunan di laut merupakan puncak dari banyak perdebatan politik yang berujung pada perpanjangan studi kelayakan. Subyek perdebatan adalah pemerataan antara Bali Utara dan Bali Selatan. Gubernur meminta adanya keseimbangan dalam rencana pengembangan kedua kawasan tersebut.
Pada Maret 2018, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, memberikan lampu hijau untuk studi kelayakan di lokasi yang dipilih.
Pada saat yang sama, perluasan bandara yang ada serta jaringan transportasi antara utara dan selatan pulau diprioritaskan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.