Aerotropolis adalah sub-kawasan metropolitan yang infrastruktur, pemberdayaan lahan dan ekonominya berpusat di Bandar udara.[1] Istilah ini memadukan kata "aero-"(penerbangan) dan "metropolis". Seperti metropolitan pada umumnya yang terdiri dari pusat kota dan pinggiran kota yang terhubung dengan komuter. Aerotropolis terdiri dari: 1. Aeronautika, logistik dan infrastruktur komersial bandar udara, yang membentuk kota bandara yang multimodal dan multifungsi di pusat kotanya dan 2. Konektivitas koridor terluar serta kawasan-kawasan bisnis yang saling terkait dengan pengembangan kawasan pemukiman dan aksesibilitasnya ke bandar udara.[2][3] Kata aerotropolis pertama kali digunakan oleh seniman komersial New York yang bernama Nicholas DeSantis, saat ia menggambar sebuah bandar udara yang terletak di atas sebuah gedung pencakar langit di kota itu dan dimuat dalam majalah Popular Science edisi November 1939.[4] Istilah ini kemudian digunakan kembali pada 2000, oleh seorang peneliti perdagangan udara, John D. Kasarda, berdasarkan penelitian sebelumnya tentang pembangunan ekonomi berbasis bandar udara.[5][6][7][8][9]
Bandara, konektivitas dan pengembangan
Menurut Kasarda, bandara telah berevolusi sebagai pendorong lokasi bisnis dan pembangunan perkotaan pada abad ke-21, seperti halnya jalan raya pada abad ke-20, rel kereta api pada abad ke-19 dan pelabuhan laut pada abad ke-18. Motor penggerak aerotropolis adalah bandara dan rute udaranya, yang menawarkan konektivitas perusahaan-perusahaan secara cepat ke para pelanggan, pemasok dan mitra-mitra bisnisnya. Beberapa bisnis aerotropolis lebih tergantung kepada pemasok atau pelanggan yang jauh di belahan dunia lain, daripada yang berlokasi di sekitarnya. Ketika globalisasi ekonomi semakin meningkat, lebih sensitif terhadap waktu dan bergantung pada perniagaan udara untuk perdagangan barang dan jasa, kecepatan dan kecekatan penerbangan menjadikan pergerakan orang dan barang secara jarak jauh, menghasilkan keunggulan yang kompetitif bagi perusahaan dan kawasan-kawasan. Dalam model aerotropolis, waktu dan biaya konektivitas menggantikan ruang dan jarak sebagai metrik utama yang membentuk pembangunan, dengan "ekonomi kecepatan" menjadi hal yang penting untuk daya saing perusahaan dan tempat sebagai skala ekonomi dan ruang lingkup ekonomi.[10][11] Sehingga, dalam model ini, tidak lagi diukur seberapa jauh tetapi seberapa cepat perusahaan dan tempat yang terpisah dapat terhubung.
Aerotropolis meliputi bisnis yang bergantung pada penerbangan dan layanan komersial pendukungnya serta banyaknya orang yang bepergian melalui bandara setiap tahun.[2][10] Cakupan bisnis ini di antaranya, bisnis manufaktur berteknologi tinggi dan maju, logistik dan pemenuhan kebutuhan e-commerce, destinasi ritel, olahraga, hiburan dan kompleks medis/kesehatan, hotel, pusat konferensi, sentra perdagangan dan ekshibisi serta kantor-kantor bagi para pebisnis yang kerap bepergian melalui udara atau terlibat dalam perdagangan global.[10][12] Tempat-tempat yang sering didapati di area sekitar bandara umumnya kawasan pusat-pusat logistik, pusat penelitian dan pengembangan, pusat distribusi dengan tenggat waktu yang ketat, kompleks teknologi informasi, hotel, tempat konferensi dan hiburan dengan area yang cukup luas, di sepanjang koridor sarana transportasi.[2] Seiring meningkatnya jumlah perusahaan yang berorientasi penerbangan dan penyedia layanan komersial yang tersebar di sekitar area bandara, aerotropolis menjadi destinasi utama perkotaan dan menjadi tujuan bagi para pelancong udara dan penduduk setempat bekerja, berbelanja, bertemu, menjalankan bisnis dan aktivitas lainnya yang berjarak tidak lebih 15 menit dari lokasi bandara.[13] Hal ini menciptakan bentuk baru pengembangan berorientasi transit yang berpusat di sepanjang arteri dan koridor transportasi yang menghubungkannya.
Namun, aerotropolis lebih dari sekadar klaster dan koridor fasilitas komersial, industri dan logistik yang terkoneksi dengan bandara, tetapi juga terdiri dari kawasan perkotaan yang mesti direncanakan dan dirancang sebagai lingkungan dan sosial yang menarik.[1][14]
Dalam menanggapi kekuatan pasar organik, beberapa aerotropolis muncul secara spontan, dengan kurangnya perencanaan, berkontribusi terhadap perluasan perkotaan, sambil menciptakan kemacetanjalan raya, polusi dan eksternalitas negatif lainnya. Untuk membentuk aerotropolis yang sukses, sangat penting menerapkan prinsip-prinsip pertumbuhan kota cerdas dan keberlanjutan,[15][16] seperti halnya penyelarasan pemangku kepentingan.[17][18] Entitas tata kelola yang menyelaraskan manajemen bandar udara dan masyarakat yang berada di sekitar bandara serta pejabat kota dan regional dengan bisnis lokal dan para pemimpin pembangunan ekonomi harus menerapkan perencanaan aerotropolis untuk mencapai efisiensi ekonomi yang lebih besar seiring dengan pembangunan yang lebih menarik dan berkelanjutan.[17][19]
Kritik terhadap konsep
Kritik utama terhadap konsep ini adalah pertanyaan tentang apakah harga minyak akan tetap relatif murah dan tersedia secara luas pada masa yang akan datang, atau tentang penurunan produksi minyak global ("peak oil") akan berdampak buruk pada penerbangan dan aerotropolis.[20][21] Kritik lain tentang model aerotropolis karena melebih-lebihkan jumlah dan jenis barang yang didistribusikan melalui perjalanan udara. Sementara banyak jenis barang bernilai tinggi seperti barang-barang elektronik cenderung dikirim melalui udara dan barang yang berukuran lebih besar dan dalam jumlah banyak seperti mobil dan biji-bijian tidak. Mereka yang mengemukakan kritik akan hal ini, mengutarakan agar hubungan antara pelabuhan laut, bandara dan fasilitas kereta api harus dipelajari lebih mendalam.[22] Kritik lebih lanjut terhadap aerotropolis termasuk di antaranya atas hilangnya lahan pertanian dan hutan, adanya penggusuran dan/atau pengucilan penduduk atau masyarakat dari manfaat ekonomi aerotropolis, serta mengunci infrastrukturkarbon tinggi selama beberapa dekade mendatang.[23]
Kritikus sosial berpendapat bahwa aerotropolis lebih mendukung kepentingan bisnis daripada kepentingan orang banyak dan bahwa, pengembangan kawasan pemukiman/komersial terpadu, umumnya tidak memiliki suasana atau lingkungan perkotaan.[24] Beberapa mempertanyakan mengapa sebagian orang ingin tinggal di wilayah dekat bandara, karena faktor kebisingannya.[25][26] Namun, di sisi lain, beberapa berpendapat bahwa dalam kasus tertentu, telah ada konsep aerotropolis yang telah berjalan dengan baik (contoh: Area di sekitar Bandara Internasional Schiphol di Belanda dan Bandara Internasional Dallas-Fort Worth di Texas),[27][28] tetapi hal ini seringkali gagal memenuhi ekspektasi ketika diterapkan di tempat lain.[29]
^Kasarda, John D. "Aerotropolis Schematic". Aerotropolis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 September 2017. Diakses tanggal 15 Januari 2023.
^"Popular Science: Skyscraper Airport for City of Tomorrow" (dalam bahasa Inggris). Vol. 135 no. 5. Bonnier Corporation. November 1939. hlm. 70-71. ISSN0161-7370.
^Kasarda, John D. "Logistics & the Rise of the Aerotropolis"(PDF). Real Estate Issues (dalam bahasa Inggris) (Winter 2000/2001): 43–48. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 17 Januari 2023.Parameter |vol= yang tidak diketahui mengabaikan (|volume= yang disarankan) (bantuan); Parameter |urk-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Kasarda, John D. (2000). Aerotropolis: Airport-Driven Urban Development(PDF). ULI on the Future: Cities in the 21st Century (dalam bahasa Inggris). Washington, D.C.: Urban Land Institute. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 17 Januari 2023.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"About the Aerotropolis". www.aerotropolis.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Juli 2011. Diakses tanggal 16 Januari 2023.
^Appold, Stephen; Kasarda, John D. "Love thy neighbour" (dalam bahasa Inggris). Airport World Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2017. Diakses tanggal 16 Januari 2023.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Charles, Michael B.; Barnes, Paul; Ryan, Neal; Clayton, Julia (November 2007). "Airport futures: Towards a critique of the aerotropolis model". Futures (dalam bahasa Inggris). 39 (9): 1009–1029. doi:10.1016/j.futures.2007.03.017.
^Moore, Rowan (3 Maret 2011). "Aerotropolis: the city of the future?". The Observer: Architecture (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 17 Januari 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)