Azis Syamsuddin
Dr. H. Muhammad Azis Syamsuddin,[1][2] S.E., S.H., M.A.F., M.H. (lahir 31 Juli 1970) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bidang Politik dan Keamanan sejak 1 Oktober 2019 hingga penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi pada 25 September 2021.[3] Selain menjabat sebagai Wakil Ketua, ia juga merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk daerah pemilihan Lampung II dari Partai Golongan Karya (Golkar). Pada periode 2014-2019, Azis tercatat pernah menduduki sejumlah posisi penting baik di AKD DPR maupun di Fraksi Partai Golkar DPR-RI. Kemudian, pada awal periode 2019-2024, Azis sempat dipercaya menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR-RI. Pada lingkup AKD, Azis pernah menduduki posisi sebagai Ketua Komisi III dan Ketua Badan Anggaran. Sementara dalam lingkup fraksi, Azis sempat dipercaya menjadi Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR-RI mendampingi Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi. Sebagai anggota DPR, Azis tercatat telah berhasil terpilih selama empat periode berturut-turut, yaitu periode 2004-2009, 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024. Ketika Pilgub DKI Jakarta 2012, ia sempat digadang-gadang sebagai calon Gubernur DKI Jakarta periode 2012–2017.[4][5] Ia bersaing dengan dua bakal calon gubernur dari kader Partai Golkar lainnya, yaitu Tantowi Yahya dan Prya Ramadhani.[6] Meski pada akhirnya, Partai Golkar mengusung Alex Noerdin sebagai calon gubernur. Pada 2017, Setya Novanto selaku Ketua DPR RI yang mengajukan pengunduran dirinya sempat menunjuk Azis sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan diajukanlah namanya kepada Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Golongan Karya, Idrus Marham.[7] Namun kader internal partai menentang penunjukkannya itu, hingga keputusan itu tak berhasil dijalankan karena Setya Novanto tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Kemudian, sesaat menjelang pelantikan anggota DPR periode 2019-2024, nama Azis sempat hendak dicalonkan oleh Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP Partai Golkar sebagai Ketua MPR. Akan tetapi, keputusan itu akhirnya dibatalkan karena kursi Ketua MPR kemudian diberikan oleh Airlangga kepada Bambang Soesatyo dengan syarat Bamsoet tidak maju sebagai ketua umum. Bamsoet pun akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari bursa calon ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024. Sebagai gantinya, Azis kemudian dicalonkan sebagai Wakil Ketua DPR. Riwayat pendidikan
Riwayat pekerjaan
Riwayat organisasi
Kasus korupsiKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Azis sebagai tersangka kasus pemberian hibah atau janji dalam penanganan perkara Dana Alokasi Khusus di Lampung Tengah, hingga kemudian melakukan penangkapan di kediaman pribadi Azis pada 24 September 2021.[8][9] Sebenarnya pihak KPK telah berulang kali membawa nama Azis dalam suatu perkara, misalnya pada kasus korupsi pembangunan Kawasan Pusat Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Terpadu Sumber Daya Manusia Kejaksaan, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur pada 2012, dugaan menerima fee sebesar USD 50 ribu terkait kasus korupsi pengadaan simulator SIM. Uang tersebut disebut-sebut pemberian hadiah dari Teddy Rusnawan atas perintah Djoko Susilo, dugaan meminta fee sebesar 8% kepada Mustafa selaku mantan Bupati Lampung Tengah terkait proyek Dana Alokasi Khusus di Lampung Tengah pada 2017, dan sebagainya. Pada 23 September 2021, Azis mengirimkan surat kepada KPK bahwa dirinya terkonfirmasi positif COVID-19 dan melakukan isolasi mandiri, sehingga penangkapannya perlu ditunda.[10] Pada akhirnya, ia ditemukan dan dijemput langsung oleh KPK ke Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan setelah dilakukan tes swab antigen dengan hasil negatif COVID-19. KontroversiPerdebatan saat Rapat Paripurna DPR RIPada 5 Oktober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Paripurna yang dipimpin langsung oleh pimpinan DPR RI guna pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).[11] Azis sebagai pimpinan mempersilakan perwakilan fraksi menyampaikan pandangan akhir yang kemudian disambut oleh anggota Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Hasan. Ketika penyampaiannya berlangsung, Azis mematikan mikrofon Marwan dengan alasan otomatis mati. Fraksi Partai Demokrat terus memberikan interupsi sampai pada puncaknya ketika Benny Kabur Harman menentang keras RUU tersebut, hingga pada akhirnya Fraksi Partai Demokrat meninggalkan ruangan atau dalam bahasa Inggris: Walkout. Referensi
Pranala luar
|