Meriam Anak Makassar adalah sebuah meriam besar milik Kesultanan Gowa yang dipergunakan untuk mempertahankan benteng Sombaopu pada abad 17, di ibu kota kerajaan.
Meriam Terbesar
Menurut catatan sejarah Belanda, Meriam Anak Makassar adalah meriam terbesar yang pernah dimiliki kerajaan-kerajaan di Indonesia, dengan lebar mulut sekitar 40 cm. Ini lebih besar dari Ki Amuk yang memiliki lebar mulut 34 cm.
Dimana Meriam anak Makassar tersebut adalah Asli Hasil Ciptaan/tempaan Orang Makassar yang di Prakarsai oleh Sultan Mahmud Karaeng Pattingaloang/Raja Tallo ke 8/Mangkubumi Kerajaan Gowa.
Menurut Dr. K.G. Crucq yang banyak melakukan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, bahwa meriam “Anak Makassar” yang ada di Benteng Somba Opu itu lebih besar daripada meriam “Pancawura” atau “Kyai Sapujagad” yang ada di Keraton Surakarta. Jika dibandingkan dengan meriam-meriam kramat lainnya, seperti misalnya meriam Ki Amuk” yang ada di banten, meriam “Anak Makassar” lebih besar ukuran atau kalibernya.
Buku karya Dr. K.C. Crucq yang berjudul De Geschiedenis van Het Heiling Kanon van Makassar (Sejarah Meriam Orang-orang Makassar), menuliskan: “Kemudian armada (dipimpin oleh Van Dam pada tahun 1660) mendekati Somba Opu yang dipertahankan oleh tiga buah benteng yang diperkuat, yakni Panakoke (maksudnya Panakkukang), Samba Opu (maksudnya Somba Opu) dan Ujung Pandang. Benteng-benteng itu dipersenjatai dengan 130 meriam. Benteng Somba Opu berbentuk persegi empat. Dinding atau front sebelah barat (yakni sebelah atau arah laut Selat Makassar) dan dinding sebelah utara sangat diperkuat. Di dinding barat (arah Selat Makassar) terdapat Baluwara Barat Daya, Baluwara Tengah dan Baluwara Barat laut yang juga sering disebut Baluwara Agung (Groot Bolwerk). Di Baluwara agung inilah ditempatkan sebuah meriam yang amat dahsyat yang disebut meriam “Anak Makassar”.[1]
J.W. Vogel dalam tulisannya yang berjudul “Oost-Indianische Reisbesch-reibung” menggambarkan bahwa mulut meriam “Anak Makassar “ itu sedemikan besarnya “dass der grosste mensch gar fuglich hinein kriechten und sich verbergenkan” (sehingga orang yang paling besar sekalipun dengan mudah dapat merayap ke dalamnya dan bersembunyi di situ). Berarti meriam “Anak Makassar” ini seluruhnya memiliki bobot 9.500 kg. atau 9,5 ton. Panjang meriam keramat ini enam meter. Dengan kaliber 41,5 cm.[2]
Dirampas Speelman
Pada 15 Juni 1668 Speelman melancarkan serangan total ke Benteng Somba Opu. Pertempuran hari pertama berlangsung 24 jam terus menerus. Fuselir-fuselir Belanda menembakkan 30.000 peluru. Setelah menderita, 50 orang serdadu Belanda tewas dan 68 orang luka parah, maka Belanda berhasil menduduki pertahanan pertama Benteng Somba Opu yang tebal dindingnya 12 kaki itu. Namun perang tetap berkobar. Pertempuran berlangsung dengan sengitnya. Akhirnya, setelah bertarung habis-habisan selama 10 hari siang dan malam, pada tanggal 24 Juni 1669, seluruh Benteng Somba Opu dapat dikuasai oleh Belanda.
Dua ratus tujuh puluh dua pucuk meriam besar kecil, di antaranya meriam keramat “Anak Makassar” dirampas oleh Speelman. Benteng dan Istana Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah. Beribu pond buskruit meledakkan benteng dan istana itu. Udara memerah bak menyala, tanah menggelegar, berhamburan ke angkasa.
Stapel juga menulis pada halaman 58 sebagai berikut:
“In Somba Opu warden in total buit gemaakt 272 groote en kleine kanonnen, waaronder het fabuleuze anak Makassar, dat wel beschadigd was, doch “sijn vervoeren en vertoonen nog genoe gsaem waerdigh is”
“Di Somba Opu dapat direbut seluruhnya 272 pucuk meriam besar dan kecil, diantaranya juga meriam “Anak Makassar” yang luar biasa itu. Sungguhpun dalam keadaan rusak, tetapi meriam Anak Makassar itu masih juga dapat menampakkan kedahsyatannya”.
Dimusnahkan
Meriam Anak Makassar konon dibuat sendiri oleh para ahli senjata Kerajaan Gowa. Meriam tersebut ditempatkan di baluwara agung Benteng Sombaopu. Ketika perang VOC dengan Sultan Hasanudin, beberapa saat sebelum Benteng Sombaopu jatuh, meriam besar itu diledakan oleh prajurit Gowa supaya tidak digunakan musuh, dan mulut meriam tersebut mengalami pecahan besar. Selanjutnya meriam tersebut menurut sejarah dibawa ke Batavia dan dipotong-potong.
Lihat juga
Referensi
- ^ Crucq, K. C. 'De Geschiedenis van het Heilig Kanon te Makassar', TBG, 81: 74-95.1941.
- ^ Vogel, J. W. (1704). Zehen-Jahrige Ost-Indianische Reise-Beschreibung. Altenburg: Richter.
Bacaan lanjutan
- Dumadi, Sagimun Mulus (1985). Sultan Hasanudin Menentang V.O.C. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Senjata tradisional, pelindung, dan senjata berbasis bubuk mesiu wilayah Indonesia |
---|
Senjata tradisional |
---|
Pedang | |
---|
Belati & pisau | |
---|
Perimbas & parang | |
---|
Senjata tubrukan | |
---|
Senjata tiang atau tombak | |
---|
Senjata lentur | |
---|
Senjata lainnya | |
---|
|
| |
|
|