Ali Alwi
Drs. K.H. Habib Ali Alwi bin Thohir Al Husainy[2][1] (lahir 2 September 1967)[3] adalah seorang politisi, da'i, dan ulama Indonesia pendiri Pondok Pesantren Modern Al-Husainy, Serpong, Tangerang Selatan.[4][5] Pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008, Habib Ali dicalonkan oleh Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa sebagai kandidat wakil bupati bersama Usamah Hisyam sebagai calon bupati,[6] pasangan ini kalah oleh kandidat petahana Ismet Iskandar bersama Rano Karno sebagai wakilnya.[7] Saat ini, Habib Ali menjabat sebagai senator yang mewakili Provinsi Banten di kursi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia periode 2014-2019.[3] BiografiKehidupan awalHabib Ali Alwi lahir sebagai anak ke-6 dari 7 bersaudara di desa Hitulama, kecamatan Leihitu, Maluku Tengah dari keluarga Alawiyyin bermarga Aal bin Thohir, ayahnya adalah seorang pengusaha swasta bernama Sayyid Alwi bin Husein bin Thohir, sementara ibunya bernama Anawiyah binti Utsman.[1] Habib Ali adalah keturunan ke-6[5] dari Habib Abdullah bin Husein bin Thohir (l. 1191 H; w.1272 H),[8] ulama asal Hadramaut pengarang kitab Sullam at-Taufīq,[9] yang karyanya tersebut kemudian disyarahi oleh Syekh Nawawi al-Bantani dengan judul Mirqāt Ṣu‘ūd at-Taṣhdīq Fī Syarḥi Sullam at-Taufīq.[10] Darinya kemudian lahir murid-murid yang menjadi ulama besar, di antaranya adalah Habib Ali bin Muhammad bin Husin al-Habsyi, penulis karya monumental risalah Maulid Nabi Muhammad (Simthud Durar).[11] PendidikanPendidikan agama perdana didapat dari ayahnya, Habib Ali bin Husein bin Thohir. Setelah usia empat tahun dia kemudian merantau ke Jakarta dan tinggal bersama pamannya, Habib Yahya bin Husein bin Thohir di Angke, Tambora, Jakarta Barat selama satu tahun, setelah itu pindah ke rumah kakak perempuannya di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Habib Ali bersekolah pertama kali di Madrasah Al-Mansyuriyah Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, asuhan Muhammad Mansur. Setelah satu tahun di Al-Mansyuriyah, dia kemudian melanjutkan sekolahnya di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittihad yang hanya ditempuh selama 4 tahun karena mengikuti kelas akselerasi.[12] Setelah lulus dari madrasah ibtidaiyah pada tahun 1980, ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang pada jenjang madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah hingga lulus pada tahun 1986.[2] Di Tebu Ireng itulah ia memulai aktivitas keorganisasiannya, seperti menjadi ketua OSIS, wakil ketua Pelajar Islam Indonesia Tebu Ireng, hingga menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 1981.[12] Setelah 6 tahun menjadi santri di Tebu Ireng, Ia melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) jurusan Perbandingan Agama fakultas Ushuluddin, sambil mendalami kitab-kitab kuning kepada Habib Muhsin Al Attas Petamburan dan Kiai Haji Muhammad Syafi'i Hadzami.[5] Dia lulus di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1991.[13] Kehidupan pribadiPada tahun 1994, Habib Ali menikah dengan Laila Nurlaila Bajri yang merupakan teman dari adik perempuannya. Dari pernikahannya dengan Laila, ia dikaruniai 3 orang anak, Muhammad Husein bin Ali bin Thohir (l. 1995), Ali Zainal Abidin bin Ali bin Thohir (l. 1999), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Thohir.[13] Karier politikPada Era Reformasi tahun 1998, diawali dari ajakan Abdurrahman Wahid untuk bergabung bersma Partai Kebangkitan Bangsa yang ia dirikan, maka Habib Ali pun bergabung untuk membesarkan partai yang menjadi sayap politik kaum Nahdliyin tersebut dan dipilih menjadi Ketua Tanfidziah PKB Kabupaten Tangerang.[5] Pada tahun 1999, dia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang periode 1999-2004. Kemudian pada tahun 2004, ia terpilih kembali menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten periode 2004-2008 dari daerah pemilihan Kabupaten Tangerang.[2] Pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008, Habib Ali dicalonkan oleh Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa sebagai kandidat wakil bupati bersama Usamah Hisyam sebagai calon bupati.[6] Usamah dan Habib Ali mendapatkan nomor urut 2, dengan nomor urut 1 adalah pasangan Ismet Iskandar dan Rano Karno, dan nomor urut 3 adalah Jazuli Juwaini dan Airin Rachmi Diany.[14] Pada pilkada ini, pasangan Usamah Hisyam dan Habib Ali Alwi kalah oleh kandidat petahana Ismet Iskandar bersama Rano Karno sebagai wakilnya.[7] Pada tahun 2009, Habib Ali terpilih kembali menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten dari daerah pemilihan Kota Tangerang.[2] Saat ini, Habib Ali menjabat sebagai senator yang mewakili Provinsi Banten di kursi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia periode 2014-2019[3] serta pernah menjabat sebagai ketua Panitia Urusan Rumah Tangga DPD RI.[15] AktivitasOrganisasiHabib Ali Alwi aktif berorganisasi sejak mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang. Saat itu, ia aktif sebagai ketua OSIS dan wakil ketua Pelajar Islam Indonesia Tebu Ireng.[12] Menginjak perguruan tinggi, ia aktif sebagai Senat Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah tahun 1988–1990 dan Himpunan Mahasiswa Islam Ciputat periode 1986–1991. Setelah lulus kuliah, ia aktif sebagai Ketua Forum Ulama Habaib Banten dan Pengurus Multaqol Ulama Indonesia.[16] Mendirikan pesantrenPada tanggal 9 September 1991, Habib Ali Alwi menggagas ide untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di atas tanah wakaf seluas 1 hektar dari keluarga H. Sano di kampung Pregi, desa Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Pesantren mulai dibangun pada bulan Oktober 1991. Pada awalnya, pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren Nur As-Sholihat sesuai nama yayasan yang didirikan oleh Syarifah Alawiyah binti Thohir (kakak perempuan Habib Ali) di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat. Namun beberapa tahun kemudian, nama pesantren diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Al-Husainy.[4] Pada awal berdiri, di pesantren juga dibangun Taman kanak-kanak dan madrasah diniyah. Kemudian sepanjang tahun 1993-1994, barulah didirikan asrama santri, madrasah tsanawiyah, hingga madrasah aliyah.[17] Pada tanggal 7 Maret 1994, Habib Ali dengan kakaknya, Syarifah Alawiyah binti Thohir pergi ke notaris untuk mencatat secara resmi berdirinya Pondok Pesantren Modern Al-Husainy di bawah naungan Yayasan Nur As-Sholihat.[17] Pada awalnya kurikulum yang diajarkan di pesantren hanya mencakup pendidikan agama saja, namun lama-kelamaan terjadi penambahan pendidikan umum pada kurikulum pesantren.[4] Akibat perluasan lahan perumahan yang terjadi di sekitar pesantren, kini Pondok Pesantren Modern Al-Husainy berada di tengah kawasan kota terencana Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.[17] DakwahHabib Ali Alwi mulai aktif ceramah di beberapa masjid saat nyantri di Pondok Pesantren Tebu Ireng antara tahun 1982-1983. Ketika kuliah di Jakarta, dia aktif membina lembaga-lembaga dakwah kampus di Universitas Indonesia, Universitas Nasional, Universitas Borobudur, instansi pemerintah dan swasta, hingga mengikuti berbagai macam perlombaan ceramah.[13] Pada tahun 1989, Habib Ali menjuarai lomba pidato tingkat nasional di lembaga dakwah Ibnu Sina, Jakarta, mengalahkan peserta lain seperti Muhammad Arifin Ilham yang menduduki posisi ke-2. Jiwa dakwah Habib Ali sudah tumbuh dari usia muda, sehingga dia sering diundang untuk berceramah di berbagai tempat di Jakarta, bahkan di luar daerah seperti di Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyuwangi, Banjarmasin, Aceh, Kutai, Batam, Padang, bahkan sampai ke Merauke, Papua.[17] Metode dakwahMetode yang digunakan Habib Ali dalam berdakwah adalah dengan memperhatikan retorika, dakwah dengan memperhatikan retorika adalah memaparkan suatu masalah agama dan kemudian orang merasa terlibat dengan masalah yang sedang dipaparkan. Dia berpendapat, bahwa retorika dalam dakwah bil-lisan adalah suatu keterampilan berbahasa atau seni berbicara di hadapan orang lain dengan lisan secara sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain. Retorika juga merupakan salah satu perangkat ilmu yang mendukung proses pelaksanaan dakwah, sehingga retorika dan dakwah bil-lisan sudah tidak dapat dipisahkan.[18] Sebagai seorang da'i profesional, Habib Ali memiliki penampilan yang sempurna dari cara berpakaian, berakhlak, gaya penampilan, raut wajah, mimik suara, penjiwaan, hingga kata-kata yang tersistematis dengan tegas dan enak didengar. Berkaitan dengan profesionalisme seorang da'i, dia memaparkan bahwa da'i yang profesional adalah da'i yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas dalam bidang dakwah, serta tahu tugas hingga fungsi sebagai seorang pendakwah.[19] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|