Adian Napitupulu
Adian Yunus Yusak Napitupulu (lahir 9 Januari 1971) adalah seorang politikus dan mantan aktivis Indonesia yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan mewakili daerah pemilihan Jawa Barat V sejak tahun 2014.[1] Ia saat ini juga merupakan anggota Komisi VII DPR yang memiliki ruang lingkup tugas di bidang energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup. Pada pemilu 2019, Adian maju kembali di dapil yang sama. Di dapil ini, Adian bersaing dengan politisi Partai Gerindra Fadli Zon. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara KPU, Adian Napitupulu meraih 80.228 suara, berada di bawah perolehan suara Fadli Zon yang mencapai 230.524 suara.[2][3] Kehidupan awalAdian lahir di Manado pada tanggal 9 Januari 1971, ia merupakan anak dari pasangan Ishak Parluhutan Napitupulu dan Soeparti Esther. Ayahnya merupakan seorang pegawai negeri sipil di Kejaksaan Republik Indonesia, Ishak pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri di sejumlah kota, di antaranya di Kotamobagu, Barabai, dan Kupang,[4] Adian kecil pun ikut orang tuanya yang selalu berpindah tugas ke beberapa kota tersebut. Ayah Adian adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang pernah menjabat menjadi Kejari di Kota Kotamobagu (Sulut), Barabai (Kalimantan Selatan), Kupang (NTT) dan staf di Kejaksaan Agung.[5] Ayahnya wafat pada tahun 1981 ketika ia bekerja di Kejaksaan Agung di Jakarta.[6] Adian telah menikah dengan Dorothea Eliana Indah Wardani 10 tahun lalu yang juga mantan aktivis mahasiswi. Mereka telah dikaruniai dua orang anak bernama Achilles Alvaro Adian Napitupulu dan Aurora Alethea Adian Napitupulu.[5] Riwayat PendidikanAdian menyelesaikan sekolah dasarnya di SDN 01 Ciganjur, Jakarta dari tahun 1979 sampai 1985, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 166 Jakarta dari 1985 hingga 1988, dan terakhir bersekolah di SMA Negeri 55 Jakarta dan tamat pada tahun 1991.[1] Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia pada tahun 1991, karena berbagai macam kegiatan aktivismenya, ia baru dapat menyelesaikan studi S1-nya tersebut pada tahun 2007.[7] AktivisKehidupannya sebagai aktivis dimulai pada tahun 1991 ketika dia bekerja sebagai seorang buruh di sebuah pabrik di kawasan industri Marunda walaupun dia masih berstatus mahasiswa dimana dia harus mencari duit untuk membantunya memperoleh dana karena memang beliau lahir dari keluarga sederhana dengan menjadi kondektur bus dan buruh. Dia mendapatkan situasi ketika salah seorang buruh kehilangan dua jari akibat terpotong gergaji mesin namun perusahaan hanya memberikan kompesasi sangat minim sekitar Rp15.000.[5] Adian kemudian mengorganisasi buruh lain untuk melakukan mogok kerja dan demonstrasi sebagai wujud protes atas tindakan sewenang-wenang manajemen pabrik. Aksinya mendapatkan tindakan represif dari pihak pabrik yang membuatnya ditangkap polisi dan di tahan di Polres Cakung serta mendapatkan interogasi dengan kekerasan dan dia dipecat secara tidak hormat. Hal ini membuat Adian bertekad membela penderitaan kaum miskin dengan menjadi aktivis kampus.[5] Akhir tahun 1996, Adian bersama kawan-kawannya membentuk Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta. Salah satu bantuan yang diberikan oleh lembaga ini adalah pengorganisasian terhadap Korban SUTET di desa Cibentang, Parung, Jawa Barat. Pada tahun 1997, akibat aksi bantuannya ini, Adian mendapat penganiayaan dari aparat.[8] Riwayat OrganisasiKetika dia masih berstatus mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Cawang, Jakarta dengan mengambil jurusan hukum, Adian mendaftarkan diri sebagai anggota GMKI, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia pada tahun 1992 dan mendirikan kelompok diskusi ProDeo tahun 1994. Pada tahun 1995 dia menjadi senat mahasiswa UKI yang membuatnya lebih terlibat dalam pergerakan mahasiswa terutama dalam demonstrasi solidaritas terhadap Sri Bintang Pamungkas terkaitan demonstrasi anti integrasi Timor-Timur di Dresden, Jerman pada April 1995 yang membuat Adian ditangkap dan diinterogasi oleh polisi.[5] Pada tahun 1996, Adian mendirikan posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati sebagai satu-satunya organisasi non partai yang menggalang dukungan kepada Megawati Soekarno Putri dimana pada saat terjadi penyerbuan kantor DPP PDI pada tanggal 27 Juli 1996, Adian menggalang perlawanan dari organisasi kampus dan luar kampus yang dipimpinnya.[5] Sejak saat itu nama Adian mulai diperhitungkan di tingkat nasional setelah tahun 1998 dia mendirikan Komunitas Mahasiswa Se Jabodetabek bernama Forum Kota, Forkot yang beranggotakan 16 kampus. Forkot dan FKSMJ adalah dua organisasi mahasiswa pertama yang menduduki gedung DPR/MPR senayan pada tanggal 18 Mei 1998 dimana 3 hari kemudian Presiden Soeharto menyatakan mundur sebagai presiden.[5] Usai tumbangnya Orde Baru, Adian terus terlibat dalam berbagai gerakan serta aktivitas yang pro rakyat. Pada tahun 2009, Adian mendirikan organisasi Bendera (Benteng Demokrasi Rakyat). Bendera dikenal sebagai organisasi yang melakukan protes dan mogok makan sebagai bentuk solidaritas atas nasib kaum buruh pada tahun 2012.[8] Karier PolitikPada tahun 2009, Adian sempat mendaftar menjadi calon anggota DPR melalui PDI Perjuangan, tetapi ternyata dia belum lolos ke Senayan pada waktu itu. Akhirnya, pada tahun 2014 Adian Napitupulu berhasil duduk menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan dari Dapil Jabar V.[8] Pada tahun 2019 Adian kembali terpilih menjadi anggota DPR-RI periode 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dapil Jawa Barat 5, meliputi Kabupaten Bogor. Saat itu Adian mendapat nomor urut 1 dengan perolehan jumlah suara pemilu 2019: 80.228 suara. Pada Desember tahun 2019, Adian sempat mengalami serangan jantung. Staf khusus Adian Napitupulu, Musyafaur Rahman, menyebut kondisi Adian telah membaik setelah kolaps dalam penerbangan ke Palangka Raya.[9] Pada Pemilu 2024 Adian berhasil mengamankan kursinya di Dapil Jabar V. Perolehan suaranya naik menjadi 87.288 suara dibanding perolehan suaranya pada Pemilu 2019. Referensi
|