Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) pernah memiliki dan mengoperasikan tiga puluh empat pesawat jet tempur A-4E Skyhawk sebagai pesawat tempur serbu/taktis udara-ke-darat antara tahun 1980 hingga 2004.
Enam belas pesawatnya dibeli dari pesawat bekas pakai Angkatan Udara Israel (AU Israel) tahun 1979. Pesawat-pesawat itu terdiri dari 14 pesawat bertempat duduk tunggal dari tipe A-4E dan diberikan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414. 2 lagi bertempat duduk ganda dari tipe TA-4H, bernomor seri TL-0415 dan TL-0416. Satu pesawat tipe A-4E dengan nomor seri TT-0417 merupakan pesawat pengganti (karena masih dalam masa garansi) dari Amerika Serikat, karena pesawat dengan nomor seri TT-0409 jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur pada tahun 1987. Pesawat-pesawat tersebut menggenapi satu Skadron, dan ditempatkan di Skadron Udara 11 (Skadud 11), Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, Indonesia, sebelum akhirnya dipindah ke Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan sampai akhir masa pengoperasiannya pada tahun 2004.
Tahun 1982, Indonesia membeli kembali 16 pesawat bekas pakai AU Israel. Pesawat-pesawat itu dari tipe A-4E yang merupakan pesawat kelebihan stok mereka dengan nilai kontrak sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini diberikan nomor seri TT-0431 sampai dengan TT-0446, dan ditempatkan di Skadron Udara 12 (Skadud 12), Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Indonesia. Pesawat-pesawat itu digabungkan ke Skadud 11 pada tanggal 25 Agustus 1995 hingga tahun 2004.
Dua pesawat tambahan dibeli tahun 1999 dari bekas pakai Angkatan Laut Amerika Serikat tipe TA-4J. Dua pesawat ini direkondisikan oleh Safe Air Engineering di Woodbourne, Selandia Baru dan diberikan nomor seri TT-0418 dan TT-0419. Kedua pesawat ini ditempatkan di Skadud 11, Makassar.
Di Indonesia, pesawat ini lebih dikenal dengan sebutan "Si Bongkok" karena adanya "punuk" di bagian punggungnya yang pada versi aslinya berisikan peralatan avionik khusus yang dibuat untuk kepentingan AU Israel.
Dalam masa operasinya di Indonesia, pesawat ini pernah dua kali mengalami "belly landing" (mendarat dengan aman, walaupun tanpa mengeluarkan roda pendaratan). Kejadian pertama pada 15 Januari 1987 dengan pilot Lettu Pnb Emir Panji dengan nomor seri TT-0414. Dan kejadian lainnya pada 20 Juli 1987 dengan pilot Lettu Pnb Agus Supriatna dengan nomor seri TT-0408. Selain itu ada beberapa kejadian pada Skyhawk yang berakibat pada gugurnya para penerbang TNI AU.
Tanggal 5 Agustus 2004, untuk terakhir kalinya pesawat ini mengangkasa di Indonesia dan mengakhiri pengabdiannya. Saat ini banyak A-4 Skyhawk Indonesia dijadikan monumen di pelbagai kota di Indonesia. Dua pesawat Skyhawk menjadi koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta (TT-0407) dan Museum Satria Mandala, Jakarta (TT-0438).
Latar belakang
Pesawat A-4 Skyhawk, dikenal untuk pertama kali oleh para penerbang TNI AU, ketika mereka latihan bersama Angkatan Udara Selandia Baru (RNZAF - Royal New Zealand Air Force) dengan sandi "Elang Seberang I" pada tahun 1976. Saat itu, para penerbang TNI AU menerbangkan enam pesawat F-86 Sabre dan pihak RNZAF menggunakan empat pesawat A-4 Skyhawk. Dalam kesempatan itu, Kadisops (Kepala Dinas Operasi) Kasetsergap (Kepala Satuan Tempur Sergap) Letkol Pnb Isbandi Gondo, berkesempatan mencobanya dengan duduk di kokpit belakang A-4 Skyhawk. Dari latihan bersama ini, didapatkan masukan agar TNI AU bisa memiliki dan mengoperasionalkan pesawat A-4 Skyhawk, yang dilengkapi dengan senapan mesin dengan dua kanon berkaliber 20 mm. Setiap kanonnya bisa memuat hingga 200 butir peluru yang dipasang di pangkal sayap delta pesawat ini.[1]
Di paruh akhir tahun 1970-an, armada pesawat udara TNI AU yang kebanyakan berupa pesawat-pesawat buatan Uni Soviet, Ilyushin Il-28 'Beagle' dan pesawat pembom Tupolev Tu-16 'Badger' sudah tidak dapat dioperasikan lagi, karena ketiadaan suku cadang. Dalam waktu bersamaan, armada pesawat Lockheed T-33 Thunderbird dan F-86 Sabre yang dimiliki TNI AU juga tidak bisa dioperasikan secara maksimal karena usianya dan kekurangan suku cadang. Hal ini mengakibatkan pada menurunnya kemampuan TNI AU dalam tugasnya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.[2][3]
Pada saat yang bersamaan, Indonesia membutuhkan kekuatan Angkatan Udara yang mumpuni untuk mendukung Operasi Militer TNI di Timor Timur. Pada tahun 1976, telah hadir pesawat OV-10 Bronco sebagai pesawat dukungan serangan udara-ke-darat namun tidak memadai untuk mendukung operasi militer tersebut karena paket pembeliannya tidak disertai persenjataan, sehingga tetap dirasa perlu untuk pengadaan pesawat tempur generasi ke-3.[4] Memasuki akhir tahun 1979, TNI AU akhirnya membeli 16 pesawat Northrop F-5 Tiger II baru, untuk memperkuat armadanya, dan pesawat-pesawat itu tiba di Indonesia sejak 21 April 1980. Walaupun dengan keberadaan 16 pesawat tersebut, masih belum memenuhi kekosongan skadron-skadron tempur TNI AU. Didorong oleh keadaan-keadaan di atas, TNI AU mencari alternatif lain dengan mencari pesawat dari negara produsen yang bisa dijual cepat dan siap beroperasi dalam waktu singkat.[5]
Pada bulan Mei 1978, Wakil Presiden Amerika Serikat, Walter Mondale berkunjung ke Indonesia dan salah satunya membawa informasi ketersediaan A-4 Skyhawk bekas pakai AU Israel yang bisa dibeli dan dioperasikan dalam waktu singkat. Tawaran ini diterima oleh Indonesia dan didukung oleh Kepala Badan Intelijen StrategisABRI saat itu yang dijabat Benny Moerdani. Kendalanya, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga diputuskan untuk diadakan Operasi Intelijen bersandikan "Operasi Alpha" yang dimulai sejak pertengahan tahun 1979.[2]
Operasi Alpha merupakan operasi rahasia terbesar yang pernah dilakukan oleh TNI AU dalam pengadaan 32 pesawat A-4 Skyhawk bekas pakai AU Israel. Penamaan Operasi Alpha, karena mengambil huruf pertama dari A-4 Skyhawk.[6] Operasi ini dimulai dengan mengirimkan para teknisi ke Israel. Enam angkatan pertama yang dikirimkan adalah para teknisi yang nantinya akan merawat pesawat ini, dan setiap angkatan ini terdiri atas sepuluh orang. Keberangkatan mereka ke sana sangat dirahasiakan sehingga mereka menempuh rute yang berbeda-beda dan pesawat yang berbeda. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka tidak langsung pulang ke Indonesia, namun mereka diterbangkan dulu ke Amerika Serikat dan banyak mengambil gambar disana untuk memberikan kesan bahwa kegiatan pelatihan diadakan di Amerika dan bukan di Israel.[7]
Angkatan terakhir terdiri atas 10 penerbang TNI AU yang dikirimkan pada awal tahun 1980-an untuk mengikuti pelatihan mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk selama 4,5 bulan di Skadron 141, salah satu pangkalan tempur besar yang terletak di wilayah Barat dari kota Eilat, Israel.[2] Pangkalan ini menyimpan beberapa pesawat, seperti Mirage III, F-4 Phantom, A-4 Skyhawk, Kfir C-2 dan beberapa pesawat transport. Di Israel, pangkalan sering kali tidak memiliki nama pasti, hanya berupa angka serta bisa berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan intelijen. Karena misi ini adalah misi rahasia, maka sesuai kesepakatan, para penerbang TNI AU sepakat menyebutnya sebagai Arizona di Amerika Serikat. [7]
Para penerbang yang dikirimkan, merupakan pelopor penerbang A-4 Skyhawk. Mereka adalah para penerbang pesawat T-33 Thunderbird yang terdiri dari Kapten PnbP. Royke Lumintang (Thunder 17 - Rascal), Mayor Pnb Suyamto (Thunder 22 - Stingray), Mayor Pnb Donan Sunanto (Thunder 25 - Beagle), Mayor Pnb Irawan Saleh (Thunder 26 - Tiger), Kapten Pnb F. Djoko Poerwoko (Thunder 36 - Beager), Kapten Pnb Suminar Hadi (Thunder 37 - Buzzard), Kapten Pnb Dwie Harmono (Thunder 39 - Seagull), Kapten Pnb Teddy Sumarno (Thunder 41 - Squirrel), Kapten Pnb R. Suprijanto (Thunder 44 - Kiwi) dan Lettu Pnb Edy Harjoko (Thunder 45 - Fox Bat).[8] Pelatihan yang diberikan meliputi general flying (menerbangkan A-4 secara umum) sebanyak dua jam, terbang solo (sendiri) serta mengoperasikan Skyhawk sebagai pesawat tempur serang udara-ke-darat. Setelah general flying, semua penerbang TNI AU sudah boleh terbang solo. Pelajaran disana diberikan dengan efektif, misalnya untuk latihan terbang formasi dilakukan bersamaan dengan latihan lain sewaktu melaksanakan terbang navigasi atau air-to-air. Sehingga dengan 20 jam/20 sorti, semua penerbang TNI AU sudah mampu mengoperasikan A-4 sebagai alat utama sistem persenjataan.[7]
Tanggal 20 Mei 1980, kesepuluh penerbang tersebut menyelesaikan pendidikannya dan berhak menyandang brevet/wing penerbang A-4 Skyhawk. Wing dan segala hal yang berbau Israel tersebut, tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia. Semua hal yang bisa menandakan bahwa mereka pernah ke Israel, harus dimusnahkan sebelum mereka tiba di tanah air, dan hanya foto-foto di Disneyland, Washington, D.C. dan New York saja yang bisa dibawa pulang. Sedangkan untuk ijazahnya, mereka hanya bisa membawa pulang ijazah yang diterbitkan oleh Korps Marinir Amerika Serikat, Yuma Air Station.[4]
Operasi Alpha 1
Kedatangan pesawat ini di Indonesia terbagi atas beberapa gelombang. Gelombang pertama tahap awal, Skyhawk tiba dengan mempergunakan kapal laut di pelabuhan laut Tanjung Priok, Jakarta pada 4 Mei 1980. Pesawat yang tiba ini berjumlah 4 pesawat yang terdiri dari 2 pesawat bertempat duduk ganda dan 2 lainnya bertempat duduk tunggal. Pengiriman berikutnya tiba berselang lima minggu hingga lengkap berjumlah 16 pesawat pada September 1980 dan memenuhi kebutuhan satu skadron. Pada saat kedatangannya, dan karena bersifat rahasia, pesawat-pesawat itu disimpan di Tanjung Priok dengan label F-5 E/F Tiger II "Macan" sehingga masyarakat umum mengira itu adalah pesawat-pesawat F-5 Tiger II yang juga baru dipesan dari Amerika Serikat. Setelah tiba di Tanjung Priok, kemudian pesawat itu dirakit kembali oleh para teknisi TNI AU dan pabrik pembuatnya di Lanud Halim Perdanakusuma.[1]
Pesawat yang tiba pada gelombang pertama ini adalah dari tipe A-4E bertempat duduk tunggal sebanyak 14 buah dan tipe TA-4H bertempat duduk ganda sebanyak 2 pesawat. Armada A-4 Skyhawk gelombang pertama ini kemudian diberikan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414 (TT - Tempur Taktis). Sedangkan dua lainnya bernomor seri TL-0415 dan TL-0416 (TL - Tempur Latih).[1] Setelah semua dirakit dan lulus uji terbang, maka enam belas pesawat tersebut ditempatkan secara resmi di Skadron Udara 11 yang saat itu berlokasi di Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur. Dan armada ini ditampilkan untuk pertama kalinya ke khalayak umum pada peristiwa HUT ABRI ke-35 tanggal 5 Oktober 1980 di Jakarta. Pada tahun 1980 Indonesia mendapatkan tambahan satu A-4E Skyhawk, diberi nomor seri TT-0417. Hal ini karena pesawat dengan nomor seri TT-0409 jatuh ketika masih dalam masa garansi. Semua pesawat, TT-0401 sampai dengan TT-0417 berwarna kamuflase biru.[2][9]
Operasi Alpha 2
Tahun 1982, otoritas pemerintah Indonesia membeli lagi 16 pesawat bekas pakai AU Israel, dan semuanya dari tipe A-4E. 16 pesawat ini sebelum dikirimkan ke Indonesia, diperbaiki dan direkondisikan terlebih dahulu dengan nilai kontrak yang tercatat sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini mendapatkan nomor seri TT-0431 sampai dengan TT-0446, Semua pesawat ini, berwarna kamuflase hijau ketika baru dibeli.[9][10]
Gelombang III
Pada 15 April 1993, satu pesawat TA-4H, nomor seri TT-0415, jatuh di Laut Sulawesi, sehingga hanya menyisakan satu pesawat bertempat duduk ganda yang bisa dipergunakan untuk pendidikan penerbang baru ataupun penerbang konversi (membiasakan penggunaan pesawat dengan moda tempur lainnya). Pada paruh akhir tahun 1990-an, otoritas pemerintahan Indonesia berminat untuk membeli A-4 Skyhawk tipe TA-4PTM milik AU Malaysia. Namun rencana itu dibatalkan mengingat kondisinya yang jelek, dan mesinnya yang berbeda dengan yang sudah dimiliki oleh TNI AU selama ini. Pemerintah Indonesia akhirnya membeli dua pesawat A-4 Skyhawk tipe TA-4J bekas pakai Angkatan Laut Amerika Serikat. Sebelum dikirimkan ke Indonesia, keduanya direkondisikan dan diperbaiki dulu oleh perusahaan "Air Limited Bleinheim" di Woodbourne, Selandia Baru, berdasarkan kontrak No. 002/KE/I/90/AU tanggal 20 Januari 1998.[9] Dalam kontrak pembelian ini terjadi kontroversi, dikarenakan adanya perbedaan politik antara pemerintah Selandia Baru dan Indonesia terkait referendum pemisahan diri Timor Timur. Akhirnya kedua pesawat itu dikirimkan ke Indonesia pada tahun 1999 setelah dilakukan uji terbang.[10]
Operasional
Empat pesawat dari gelombang pertama diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel dan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada 4 Mei 1980. Pesawat-pesawat itu terdiri atas 2 tipe A-4E bertempat duduk tunggal dan 2 tipe TA-4H bertempat duduk ganda. Pesawat itu dibungkus dan diberi label F-5 E/F Tiger, sehingga seolah-olah satu paket pengiriman pembelian pesawat F-5 E/F Tiger yang diangkut dengan moda transportasi berbeda.[11]
Dua pesawat A-4E langsung diangkut dengan trailer dan dibawa ke Lanud Halim Perdanakusuma. Sedangkan 2 TA-4H tidak bisa langsung diangkat ke trailer karena pesawatnya lebih panjang 2,05 m dibandingkan dengan trailer yang sudah disiapkan.[12]
Berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor : KEP/01A/II/1983 tanggal 11 Februari 1983, tentang Pengesahan dan Penempatan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat utama sistem senjata TNI AU. Surat tadi juga menempatkan 16 pesawat ini sebagai kekuatan tempur Skadron Udara 11, Wing Operasional 300, Kohanudnas di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Pesawat-pesawat itu adalah pesawat dengan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414.[14] Dan angka 04 di awal nomor serinya sendiri menandakan A-4 Skyhawk. Skadron ini juga dilengkapi dengan 2 A-4H dengan nomor seri TL-0415 dan TL-0416.[15] Semua pesawat yang ada di Skadud ini dicat dengan warna kamuflase biru.[9]
16 pesawat A-4E Skyhawk, yang ditempatkan pada Skadron Udara 12 merupakan pembelian gelombang II dari Operasi Alpha. Pesawat A-4E yang dibeli dari Israel itu mengalami beberapa modifikasi oleh AU Israel. Beberapa modifikasinya antara lain adalah lubang pembuangan yang lebih panjang, alat pengereman yang biasanya dipasang di kapal induk, kanon 30 mm DEFA, dan radar yang khusus untuk AU Israel. Radar ini, ketika tiba di Indonesia, dilepaskan dari punuk yang ada di punggung pesawat. Sedangkan untuk radio komunikasi, yang terpasang adalah UHF. Radio komunikasi yang dipasang oleh TNI AU adalah ADF dan ARC-182. Pesawat-pesawat yang ditempatkan di Skadron ini adalah A-4E Skyhawk dengan nomor seri TT-0431 sampai dengan TT- 0446.[16]
5 Agustus 2004 merupakan penerbangan terakhir A-4 Skyhawk TNI AU di Indonesia. Dalam penerbangan ini, diterbangkan 3 unit pesawat A-4 Skyhawk dengan nomor seri TT-0431, TT-0440 dan TL-0416 dari Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar ke Lanud Iswahjudi dan Lanud Adisutjipto. Perjalanan dari Makassar ke Lanud Iswahjudi ditempuh selama 1 jam 15 menit. Ketiga pesawat melakukan terbang lintas 300 meter di atas landasan Lanud Iswahjudi sebelum melakukan persiapan pendaratan. Satu pesawat dengan nomor seri TT-0431 memisahkan diri dan mendarat di Lanud Iswahjudi untuk kemudian diabadikan sebagai monumen dari museum terbuka Lanud Iswahjudi.[18]
Dua pesawat lainnya melanjutkan penerbangan ke Lanud Adisutjipto dan diserahkan kepada Komandan Lanud Adisutjipto, Yogyakarta. Pesawat A-4 dengan nomor seri TT-0440 diabadikan sebagai koleksi di ruang terbuka Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Pesawat A-4 lainnya, dengan nomor seri TL-0416 diabadikan sebagai monumen di depan Gedung Handrawina, Akademi Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta.[18]
Restorasi dan Revitalisasi
Setelah pesawat A-4 Skyhawk tidak dipergunakan lagi, maka beberapa pesawat diabadikan sebagai monumen di banyak tempat. Monumennya yang berupa sebuah pesawat udara, bisa menjadi sarana pembinaan potensi dirgantara (BitPotDirga), dalam rangka membangkitkan semangat dan kecintaan generasi muda akan dunia kedirgantaraan Indonesia. Ada dua pesawat A-4 yang berhasil direstorasi dan direvitalisasi dalam kurun waktu 2017 - 2019.[19]
TT-0438 - Museum Satria Mandala Jakarta
Pesawat A-4 dengan nomor seri TT-0438 merupakan pesawat pengadaan dari Operasi Alpha II dari bekas pakai AU Israel. Pesawat ini awalnya dioperasikan oleh Skadud 12, Pekanbaru, sebelum akhirnya disatukan di Skadud 11, Hasanuddin, Makassar. Pada 9 Januari 1989, pesawat ini jatuh karena mesinnya mati.[20] Untuk bisa dipajang sebagai koleksi Museum Satria Mandala, Jakarta, terlebih dahulu pesawat ini diperbaiki dan direstorasi mulai 8 Januari 2017 oleh Skadron Teknik (Skatek) 044, Lanud Hasanuddin, Makassar. Proses ini diawasi langsung oleh Danlanud waktu itu, Marsma TNI Bowo Budiarto dan Komandan SkaTek 044, Letkol Tek Adji Susanto.[21]
Dalam proses ini meliputi pembersihan pesawat, disassembly (pembongkaran pesawat untuk persiapan pengiriman ke Jakarta), pembuatan dudukan dan terakhir packing (persiapan proses pengiriman). Selanjutnya, pesawat tersebut dikirimkan ke Jakarta sebagai kargo udara pada tanggal 25 Januari 2017. Pengiriman ini mempergunakan pesawat C-130 Hercules dengan nomor seri A-1316 dari Skadron Udara 31. Sesampainya di Jakarta, A-4 itu langsung dibawa ke Museum Satria Mandala dari Lanud Halim Perdanakusuma pada 25 Januari 2017.[21]
Proses restorasi Skyhawk ini dilakukan oleh Skatek 044 meliputi penyatuan pesawatnya kembali, pemasangannya pada dudukannya serta pembuatan akan beberapa hal yang sudah tidak ada lagi aslinya seperti helm penerbang dan bom. Bom tiruan dibuat oleh tim Depo Pemeliharaan 60 (Depohar 60) dan Gudang Persediaan Pusat (GPP) 4 Solo, sedangkan helm penerbang diadakan dari Lanud Adisutjipto. Semua hal ini dilakukan agar monumennya sesuai dengan bentuk, warna cat asli pesawatnya ketika masih beroperasi.[22]
Proses pengecatan dan mendapatkan cat sesuai aslinya cukup menantang karena ketiadaan referensi. Selain itu cuaca di Jakarta yang dapat berubah sewaktu-waktu. Proses pengecatan akhirnya bisa diselesaikan pada 27 Februari 2017.[22] Secara resmi monumen ini diperkenalkan ke publik pada 14 Maret 2017 jam 08:35 WIB dalam suatu upacara yang dipimpin oleh KASAU saat itu Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Museum Satria Mandala.[23] Dalam upacara tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh TNI AU yang tergabung dalam Thunder Family. Thunder Family merupakan panggilan kepada setiap penerbang dan kru teknik yang pernah bertugas di Skadud 11, dimana A-4 dulu bernaung. Upacara ini juga sekaligus peringatan 50 tahun usia dari Thunder Family.[24]
TT-0411 - Akademi Angkatan Udara Yogyakarta
Pesawat Skyhawk dengan nomor seri TT-0411 merupakan pesawat pengadaan dari Operasi Alpha gelombang I yang merupakan pesawat bekas pakai AU Israel. Pesawat ini dioperasikan oleh Skadud 11 yang awalnya bermarkas di Lanud Iswahjudi yang kemudian berpindah ke Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar. Setelah tidak dioperasikan, pesawat ini disimpan di Lanud Hasanuddin. Sesuai arahan dari KASAU waktu itu Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, pesawat ini akan dipindahkan ke Yogyakarta untuk dijadikan monumen di Akademi Angkatan Udara di Yogyakarta.[25]
Persiapan untuk pemindahannya dimulai pada 10 Mei 2017 meliputi pekerjaan perbaikan, restorasi, pembersihan, pembongkaran, sanding (membersihkan pesawat dari pelbagai debu dan tanah yang melekat) dan pengepakan. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh para personil dari SkaTek 044 Lanud Hasanuddin dibawah pimpinan Marsma TNI Bowo Budiarto dan DanSkaTek 044, Letkol Tek Wahyu Adji Susanto. Pesawat ini kemudian dikirimkan ke Yogyakarta sebagai kargo pada pesawat C-130 Hercules dengan nomor seri A-1303 dari Skadud 32.[25]
Setibanya di Yogyakarta, pesawat itu langsung dibawa ke Lapangan Dirgantara AAU dan didukung oleh personel Dislog (Dinas Logistik) Lanud Adisutjipto, Yogyakarta. Proses perakitan kembali pesawat untuk menjadi monumen dilakukan oleh SkaTek 044. Keseluruhan proses hingga pesawat ini menjadi monumen dengan warna kamuflase dan persenjataan sebagaimana layaknya ketika masih dioperasikan, diselesaikan pada 23 Juni 2017.[25]
Data pesawat
Pesawat nomor 1 (TT-0401) sampai dengan nomor 17 (TT-0417), merupakan 16 pesawat yang dibeli dari pesawat bekas pakai AU Israel dalam Operasi Alpha I. Pesawat-pesawat itu diberikan warna kamuflase biru. Sedangkan pesawat nomor 20 (TT-0431) sampai dengan nomor 35 (TT-0446), merupakan 16 pesawat yang dibeli dari pesawat bekas pakai AU Israel dalam Operasi Alpha II. Pesawat-pesawat ini diberikan warna kamuflase hijau. 32 pesawat tersebut pernah memperkuat Skadron Udara 11 dan Skadron Udara 12 hingga armada Skyhawk dipensiunkan.[9]
Dari tiga puluh 32 pesawat yang dibeli dari Operasi Alpha, pada tahun 1992, pesawat yang bisa dioperasikan secara penuh hanyalah 28 pesawat, karena dua pesawat dipergunakan sebagai pesawat latih dan dua lagi hancur dalam misi operasi.[20]
Pada tahun 1996, kekuatan armada A-4 Skyhawk menjadi hanya 27, dan berkurang terus menjadi 19 pesawat pada tahun 1999, termasuk dua pesawat yang baru dibeli berkursi ganda dari Amerika Serikat. Pada tahun 2002, armada A-4 Skyhawk TNI AU yang siap beroperasi hanyalah tinggal 14 saja.Terjadi musibah pada tahun 2003 sehingga Marsma Pnb Edy Harjoko menyatakan bahwa A-4 Skyhawk TNI AU tidak dalam kondisi terbaik. Dan hanya tersedia empat atau lima yang bisa dioperasikan secara penuh karena ketiadaan suku cadang. Bersamaan dengan itu, pada pertengahan tahun 2003, armada Sukhoi Su-27, maka pada 5 Agustus 2004, dihentikan penggunaan A-4 Skyhawk sebagai kekuatan udara TNI AU secara resmi.[26]
Saat melaksanakan latihan menembak, mesinnya mati sehingga pesawatnya jatuh pada 26 Juli 1985. Penerbangnya, Lettu Pnb Tri Budi "Wild Eel" Satriyo (Thunder 81) berhasil "eject" dengan selamat.[20]
Pada 6 Agustus 1987, A-4 mengalami kondisi "Throttle stuck open, power" (kondisi dimana daya dorong tidak bisa diubah pada kondisi maksimum, sehingga Skyhawk tidak bisa dikendalikan), mengakibatkan pesawatnya jatuh di ujung landasan Lanud Iswahyudi. Penerbangnya, S. Hirsan "Wild Crow" Habib (Thunder 79), berhasil eject (melontarkan dirinya dari pesawat) dengan selamat.[20]
8.
150042
A-4E
TT-0408
1980
Tunggal
Pada 20 Juli 1987, Skyhawk yang diawaki Lettu Pnb Agus "Dingo" Supriatna (Thunder 73) melakukan belly landing, dan berhasil mendarat dengan selamat dengan kerusakan pada drop tank-nya saja.[20]
9.
150066
A-4E
TT-0409
1980
Tunggal
Pada 31 Maret 1981, Skyhawk yang diawaki Kapten Pnb Suminar "Buzzard" (Thunder 37) Hadi ketika sedang melaksanakan terbang formasi di acara Latihan Gabungan ABRI jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.[20]
10.
150120
A-4E
TT-0410
1980
Tunggal
11.
150125
A-4E
TT-0411
1980
Tunggal
12.
152007
A-4E
TT-0412
1980
Tunggal
13.
152017
A-4E
TT-0413
1980
Tunggal
Pada 10 November 1986, Skyhawk yang diawaki Letda Pnb Rachmat "Cougar" Hidayat (Thunder 85) jatuh karena mesin pesawatnya mati, ketika selesai melaksanakan latihan menembak di AWR Pulung, Ponorogo. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.[20]
Pada 15 April 1993, A-4 jatuh di Laut Sulawesi. Ketika itu, pesawatnya sedang melaksanakan manuver vertikal, canopynya terlepas dan mengenai elevator. Letkol Pnb Junianto "Griffin" S. Yogasara (Thunder 53), berhasil eject dengan selamat. Dalam peristiwa ini Lettu Pnb R. Krisna Hertat (Thunder 120) juga eject namun gugur karena faktor lainnya.[20]
16.
157430
14079
TA-4H
TL-0416
1980
Ganda
Saat melaksanakan latihan rutin di Lanud Hasanuddin, pesawat ini jatuh. Kedua pilotnya, Lettu Pnb Fadjar "Bobcat" Prasetyo (Thunder 107) dan Lettu Pnb Asril "Phoenix" Samani (Thunder 117) berhasil "eject" dengan selamat.[20]
17.
152013
A-43
TT-0417
1981
Tunggal
Pengganti TT-0409 karena masih dalam masa garansi. Pada 15 Desember 1993, pesawatnya jatuh Laut China Selatan, pada Latihan Gabungan dengan TNI AL. Dan dalam peristiwa ini, pilotnya, Lettu Pnb A. Joko "Viper" Takaryanto (Thunder 102), berhasil "eject' dengan selamat.[20]
18.
154315
AMARC 3A0708
TA-4J
TL-0418
1999
Ganda
19.
158454
AMARC 3A0754
TA-4J
TL-0419
1999
Ganda
Terjadi musibah pada tahun 2003 sehingga Marsma Pnb Edy Harjoko menyatakan bahwa A-4 Skyhawk TNI AU tidak dalam kondisi terbaik. Dan hanya tersedia empat atau lima yang bisa dioperasikan secara penuh karena ketiadaan suku cadang.
20.
149664
A-4E
TT-0431
1982
Tunggal
21.
150003
A-4E
TT-0432
1982
Tunggal
22.
150015
A-4E
TT-0433
1982
Tunggal
23.
150087
A-4E
TT-0434
1982
Tunggal
Pada 3 Januari 1992, A-4 jatuh karena mesinnya mati. Kejadian ini terjadi ketika pesawat itu sedang melaksanakan latihan rutin di Lanud Pekanbaru. Dalam peristiwa ini, pilotnya, Mayor Pnb Jeffrey "Sparrow" Zainal Abidien (Thunder 18), berhasil "eject" dengan selamat.[20]
24.
150027
A-4E
TT-0435
1982
Tunggal
25.
151028
A-4E
TT-0436
1982
Tunggal
26.
151072
A-4E
TT-0437
1982
Tunggal
27.
151079
A-4E
TT-0438
1982
Tunggal
Pada 9 Januari 1989, pesawatnya jatuh karena mesinnya mati. Namun dalam kejadian ini, penerbangnya berhasil "eject" dengan selamat.[20]
28.
151098
A-4E
TT-0439
1982
Tunggal
29.
151110
A-4E
TT-0440
1982
Tunggal
30.
151189
A-4E
TT-0441
1982
Tunggal
31.
151989
A-4E
TT-0442
1982
Tunggal
32.
152037
A-4E
TT-0443
1982
Tunggal
Pada 7 September 1988, pesawatnya jatuh dan masuk ke rawa-rawa dekat area Lanud Pekanbaru. Penerbangnya, Bambang "Kangaroo" Triyono (Thunder 68), diduga mengalami "lost orientation" (kehilangan kemampuan membedakan batas langit dan bumi), dan gugur dalam tugas.[20]
33.
152062
A-4E
TT-0444
1982
Tunggal
Pada 14 Mei 1985, pesawatnya mengalami "stall" ketika sedang menanjak, dan jatuh. Kala itu A-4 sedang melaksanakan latihan rutin di Lanud Hasanuddin. Dalam kejadian ini, pilotnya, Letda Pnb Johny "White Lion" Sumaryana (Thunder 124), berhasil "eject" dengan selamat.[20]
34.
152064
A-4E
TT-0445
1982
Tunggal
35.
152097
A-4E
TT-0446
1982
Tunggal
Pada 25 Pebruari 1983, pesawatnya mengalami "undershoot" (tidak berhasil terbang kembali setelah melaksanakan penembakan udara-ke-darat) dan jatuh tepat di dekat area target penembakan. Peristiwa ini terjadi dalam Latihan Maleo Jaya I/83 di Banjarmasin. Penerbangnya, Dwi "Seagull" Harmono (Thunder 39) gugur dalam tugas.[29]
Dispenau, Subdisjarah (2008). Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid V (1980 - 1989). Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU.
M. Tarigan, Lisa (2015). Monumen Angkatan Udara (Revisi I). Jakarta: Subdisjarah Dispenau.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Poerwoko, Faustinus Djoko (2006). Fit via vi : Otobiografi Anak Kampung yang Menjadi Penerbang Tempur. Jakarta: AK, Group. ISBN978-979-365529-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Poerwoko, Faustinus Djoko (2001). My Home My Base : Perjalanan Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi "1939 - 2000". AK Group.
Priyono, Marsda TNI Dento; Sutrisno, Bambang Tri (2019). Boyong Pusaka Angkasa : Menarasikan Kembali Sejarah Kedirgantaraan Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Kajian Pertahanan dan Kedaulatan NKRI (KERIS). ISBN978-602-18879-4-3.
Saragih, Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Setiawan, Bambang; Sidik Arifianto, Budiawan (2016). DINGO: Menembus Limit Angkasa:Biografi KASAU Marsekal TNI Agus Supriatna. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN978-602-412-004-7.