Pesawat ini memiliki berat minimal untuk lepas landas tidak lebih dari 11.100 kg dan memiliki kecepatan tertinggi lebih dari 1.080 km/jam. A-4 Skyhawk bisa dilengkapi dengan beberapa peralatan misalnya, pelbagai macam peluru kendali, bom dan amunisi lainnya. Pesawat ini juga mampu membawa bom berat seperti yang pernah dibawa oleh pesawat era Perang Dunia II, pesawat pengebom Boeing B-17, dan bahkan bisa membawa peluru kendaliberhulu ledak nuklir, B57 dan B61, dengan menggunakan sistem pengeboman "low-alltitude" dan teknik "loft delivery technique". Awalnya pesawat ini ditenagai oleh mesin Wright J65 dan baru mulai tipe A-4E dan seterusnya, ditenagai oleh mesin dari Pratt & Whitney J52.
Skyhawk dirancang oleh Ed Heinemann dari Douglas Aircraft Company sebagai tanggapan atas kebutuhan AL AS akan pesawat serang bertenaga jet sebagai pengganti dari Douglas AD Skyraider (nantinya diberi nama A-1 Skyraider).[1] Heinemann memilih desain yang meminimalisir ukuran, berat, dan kompleksitas. Hasilnya adalah sebuah pesawat jet yang beratnya hanya setengah dari berat spesifikasi yang dipersyaratkan.[2] Pesawat ini memiliki sayap kompak sehingga tidak perlu dilipat untuk penyimpanan di dalam sebuah kapal induk. A-4 juga cukup bersaing dari segi harga. Sebanyak 500 buah produksi contohnya, hanya berharga US$ 860.000 per pesawat saja, di bawah anggaran yang diberikan sebesar US$ 1.000.000 maksimum.[3] Skyhawk yang berukuran kecil ini kemudian segera menerima julukan "Scooter", "Kiddiecar", "Bantam Bomber", "Tinker Toy Bomber", dan karena kinerja yang cepat, dijuluki "Heinemann’s Hot-Rod".[4] Di kalangan para penerbang TNI AU, pesawat ini terkenal sebagai "Si Bongkok".[5]
Pesawat ini memiliki desain konvensional pasca Perang Dunia II, dengan sayap delta terpasang rendah di badan pesawat, roda pendaratan sistem tiga roda, dan sebuah mesin turbojet di bagian belakang badan pesawat, dengan dua jalur masuk udara di sisi badan pesawat. Ekornya memiliki desain cruciform (berbentuk palang), dengan stabilisator horisontal terpasang di atas badan pesawat. Persenjataannya terdiri dari dua kanon Colt Mk 12, 20 mm (kaliber 0.79), satu di setiap ujung sayap, dengan 100 amunisi per kanon (sedangkan untuk tipe A-4M Skyhawk II dan semua tipe yang didasarkan dari model A-4M, memiliki 200 amunisi per kanon, seperti yang dimiliki oleh TNI AU)[5] dan pelbagai jenis bom besar, roket, dan misil yang dibawa pada bagian tengah badan pesawat dan di bawah setiap sayap (awalnya satu setiap sayap, dan pada pengembangan berikutnya menjadi dua).[6]
Desain A-4 ditujukan untuk mengutamakan kesederhanaan. Pilihan sayap delta, misalnya, dikombinasikan dengan kecepatan dan manuverabilitas dengan kapasitas bahan bakar besar dan ukuran kecil secara keseluruhan, sehingga tidak memerlukan sayap lipat, walau mengorbankan efisiensi jelajah. Ketiadaan sayap lipat, membuat pesawat ini banyak menghemat beratnya, kurang lebih 91 kg dari berat seharusnya. Sayap berbentuk delta ini juga memudahkan dalam perawatan pesawatnya.[7]Slats ujung depan dirancang untuk “jatuh” secara otomatis pada kecepatan yang tepat dengan adanya gravitasi dan tekanan udara, sehingga berat dan ruang dapat dikurangi. Demikian pula untuk roda pendaratan dipasang tidak menembus bagian sayap, tetapi dirancang sedemikian rupa sehingga ketika rodanya dimasukkan, maka hanya rodanya sendiri yang masuk ke dalam sayap, sementara penopangnya berada di bawah sayap. Struktur sayapnya sendiri dapat diperingan tanpa mengurangi kekuatannya, dan dengan tidak adanya mekanisme pelipatan sayap, berat menjadi jauh lebih ringan.[8]
Mesin turbojet-nya dapat diperbaiki dengan cara mengganti ataupun membuka bagian belakangnya dan menggeser mesinnya. Hal ini tentu saja memerlukan pintu untuk mengaksesnya dan kunci-kunci yang lebih baik untuk mengurangi berat kosongnya dan komplesitasnya.[9] Dan hal ini berlawanan dengan pakem lama dalam pembuatan sebuah pesawat udara pada umumnya. Dalam pakem itu, ketika beban di satu area dikurangi biasanya membuat beban di tempat lain bertambah sehingga untuk mengkompensasi membutuhkan mesin yang lebih berat, sayap lebih lebar dan membuatnya jadi tidak efisien.[10][11]
A-4 memelopori konsep pengisian bahan bakar di udara yang dikenal dengan sebutan buddy. Hal ini memungkinkan pesawat dengan tipe yang sama, bisa untuk mengisikan bahan bakar pesawat lain yang setipe, sehingga tidak diperlukan pesawat tanker. Dengan sistem ini, pesawat dapat diluncurkan dengan persenjataan penuh dan dengan bahan bakar secukupnya agar dapat lepas landas tanpa kuatir melebihi berat maksimum lepas landas (MTOW - Maksimum Take Of Weight, Berat Maksimum pada saat hendak tinggal landas). Setelah mengudara, pesawat dapat melakukan pengisian bahan bakar di udara sesuai kebutuhan dan jarak target penyerangan. Namun di Amerika Serikat proses pengisian bahan bakar dari buddy sudah jarang dilakukan karena sudah memiliki pesawat tanker Douglas A-3 Skywarrior yang bisa lepas landas dari kapal induk. Kemampuannya untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara juga akhirnya diterapkan pada pesawat F/A-18 Hornet.[10]
A-4 juga dirancang untuk dapat melakukan pendaratan darurat, walaupun terjadi kegagalan hidraulis yang bisa mengakibat roda pendaratan tidak bisa dikeluarkan. Pendaratannya masih bisa dilakukan tanpa roda pendaratan, cukup dengan menggunakan dua tangki yang selalu dibawa oleh pesawat ini. Pendaratan darurat semacam ini yang dikenal dengan istilah "belly landing", mendarat dengan aman tanpa roda pendarat.[5] Selain itu pesawat ini juga dirancang dengan kursi lontar yang memiliki sistem "zero zero ejection seat", yang berarti kursi lontarnya dapat dioperasikan pada ketinggian 0 meter serta kecepatan 0 knot, bahkan pesawat ini mampu melontarkan penerbangnya meskipun pesawatnya sudah masuk ke dalam laut.[12]
Skyhawk masih diproduksi hingga 27 Februari 1979, dengan total produksi 2.960 pesawat, termasuk buah 555 pesawat latih dua-kursi. Produksi terakhirnya, adalah A-4M 160264 untuk Korps Marinir Amerika Serikat, divisi VMA-331 yang memiliki bendera dari semua negara yang pernah mengoperasikannya di badannya.[14]
Produksi dan variasi
Pada Januari 1952, Angkatan Laut Amerika Serikat, memesan mockup dengan skala penuh dari pesawat ini. Mockup tersebut kemudian dianalisa oleh pihak terkait dari Angkatan Laut Amerika Serikat, di bulan Februari 1952. Dan akhirnya pada 21 Juni 1952 ditanda tangani kontrak untuk pengadaan dua protipe dengan nama XA4D-1. Kontrak awalnya bernilai US$ 8.680.000 untuk pembuatan satu pesawat yang bisa diterbangkan dan satu pesawat statis untuk keperluan tes dan lainnya.[15]
Protipe ini awalnya ditenagai oleh mesin Wright J65 turbojet, namun mesinnya malah mengalami beberapa permasalahan serius dalam uji coba antara 20-100 jam terbang. VA-44, salah satu divisi dari Angkatan Laut Amerika Serikat yang melakukan pengujian atasnya, mengalami tidak kurang dari sembilan kali kerusakan mesin total dalam kurun waktu hanya tiga bulan, di paruh akhir tahun 1958 hingga awal 1959. Kerusakan baru bisa diketahui ketika pesawat yang masuk ke sungai St. Johns dekat kota Jacksonville dapat diangkat dan diteliti di pabrik. Kerusakannya disebabkan pada bagian "spline" (sambungan mekanis di mesin pesawat) tekanan tinggi yang terhubung pada pompa bahan bakar pesawat. Pada putaran tinggi, hal ini mengakibatkan penghentian pasokan bahan bakar secara otomatis sehingga mengakibatkan mesin terbakar hebat. Prototipe ini sebenarnya hanya memberikan tenaga yang rendah, walaupun begitu, prototipe ini sempat mencatatkan kecepatan tertinggi hingga 1,25 Mach yang terjadi pada 15 Oktober 1955.[3]
XA4D-1
Prototipe ini dibuat sebanyak dua buah oleh para pekerja pabrik tanpa melibatkan mesin terlalu banyak. Prototipe ini diterbangkan dari Edwards Air Force Base (Pangkalan Angkatan Udara Edwards) di Amerika, pada 22 Juni dan 14 Agustus 1954. Awalnya, pesawat ini memliki antena penjejak di hidungnya dan gas buang di ekor yang pendek, dan tidak ada pengait yang biasa dipergunakan untuk menghentikannya ketika mendarat di kapal induk ataupun tempat untuk meletakkan senjata ataupun bom. Pesawat tipe ini juga tidak memiliki sistem penembakan dengan kanon. Di pabriknya pesawat ini diberi nomor pabrik 137812 dan nomor konstruksi 10709. Protipe ini memiliki berat kosong 2.550 kg dengan harga US$ 4,34 juta per pesawatnya.[16]
A4D-1 (A-4A)
Sembilan buah tipe A4D-1, yang lebih dikenal sebagai YA4D-1, dpergunakan untuk keperluan pengetesan, walaupun tipe ini tidak secara umum dipakai dan perbedaannya dengan sepuluh pesawat berikutnya tidak terlalu signifikan. Banyak fitur yang akhirnya disematkan di A-4, kebanyakan diuji coba pada tipe ini. Fitur-fitur itu termasuk kemudi belok dan tali pengait yang dipergunakan ketika pesawat mendarat di kapal induk. Sembilan pesawat yang pertama memiliki kaca kanopi yang melengkung utuh (satu bagian saja). Dimana pada model-model selanjutnya, berbentuk tiga-bagian, berbentuk oval di tengah dan melengkung di kanan dan kirinya. Kanon yang terpasang memiliki kaliber 20 mm Colt Mk 12. Mulai dikirimkan ke penggunanya dari pesawat ke-sepuluh. Sedangkan sisanya tetap diletakkan di Palmdale untuk terus dilakukan penyempurnaan. Sebanyak tiga puluh tujuh A4D-1 dikirimkan ke divisi VA-72 pada bulan Oktober 1956.[17]
Tidak kurang dari seratus enam puluh lima A4D-1 pernah dibuat dan sejak Oktober diberi nama A-4A. Dan sejak Juni 1968 untuk pesawat-pesawat yang tidak dipergunakan dalam pertempuran, disebut sebagai TA-4A dan pada umumnya dipakai untuk terbang konversi ataupun pelatihan. Pesawat ini kemudian juga dipersenjatai dengan pelbagai bom konvensional, misil. Namun sesuai dengan tujuan perancangannya, A-4 tipe ini juga bisa untuk menyimpan bom nuklir. Bom nuklir yang bisa dibawa termasuk Mk 7 yang berkekuatan 8 kiloton (kT) dan 61 kT, Mk 8 (25–30 kT) dan tentunya Mk 12 (12–14 kT).[17]
Tipe ini mulai dilengkapi "tadpole rudder". Ini adalah bentuk kemudi (rudder) yang dijadikan satu dan tidak dipasang dengan mempergunakan paku rivet. Bentuk seperti ini akan mengurangi terjadinya kemudi yang bergetar yang dapat mengakibatkan timbulnya retakan sehingga pesawat menjadi tidak laik terbang. Selain itu struktur dari roda pendaratan, hidung pesawat dan ekor pesawat (horizontal stabilizer) diperkuat agar tidak mudah rusak ketika dilontarkan mempergunakan katapul dari kapal induk Amerika Serikat. Perubahan ini menambahkan 20% terhadap struktur pesawatnya. Satu YA4D-1 jatuh dan itu disebabkan adanya kerusakan pada sistim hidrauliknya. Belajar dari peristiwa yang menimpa YA4D-1, maka mulai tipe ini dikenalkan dua sistim hidraulik yang saling menyokong.[18]
Penambahan paling mencolok dan penting mulai tipe ini adalah pemasangan katup untuk pengisian bahan bakar di udara yang terletak pada sisi kiri di depan hidung pesawat. Kemampuan untuk pengisian bahan bakar di udara dengan tipe sejenis mulai dikenalkan di tipe ini, mempergunakan tabung D-704 yang dibawa di bagian pesawat dan mulai dipasang di tipe A-4B (Bravo). Tipe ini ditenagai oleh mesin Wright J65 turbojet dengan tenaga dorong 34,2 kN. Tipe ini juga bisa membawa bom seberat 113 kg hingga 907 kg di TER (triple ejector racks) ataupun di MER (multiple ejector racks) dari tiga kantung bom yang bisa dibawanya.[18]
Tidak kurang telah dibuat 542 A4D-2 dan tipe ini dikenalkan sebagai tipe A-4B sejak tahun 1962. Seperti tipe sebelumnya, banyak tipe A-4B diubah menjadi TA-4B dan pada umumnya dipergunakan untuk pelatihan pilot baru ataupun pilot konversi. Pelatihan pilot konversi adalah pelatihan kepada para pilot yang sebelumnya bukan pemakai jet tempur bermesin pancar gas ataupun pengenalan fungsi utama dari setiap tipe pesawatnya, misalnya dari seorang penerbang tempur udara-ke-darat menjadi penerbang tempur udara-ke-udara. Argentina dan Singapura banyak membeli A-4B yang direkondisikan.[18]
Selain dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri Amerika Serikat sendiri, pesawat A-4 Skyhawk yang dibuat baru hanya dijual kepada Australia, Israel, Kuwait, dan Selandia Baru saja. Sementara itu, negara-negara seperti Argentina, Brasil, Indonesia, Malaysia, dan Singapura hanya dapat memperoleh pesawat Skyhawk bekas pakai atau yang sudah direkondisi. Australia, Israel, dan Selandia Baru, kemudian juga membeli tambahan A-4 Skyhawk dengan pesawat bekas pakai negara lain dan juga pesawat yang sudah direkondisikan.[19]
Amerika Serikat
Umum
Skadron Skyhawk Angkatan Laut Amerika Serikat (AL AS) dan Korps Marinir Amerika Serikat (Marinir AS), turut serta dalam beberapa krisis internasional. Pada periode Oktober 1957 hingga Desember 1958, beberapa Carrier Air Group (disingkat CVG dan nantinya dinamakan Carrier Air Wing atau CVW) mengoperasikan A-4 di Selat Formosa (disebut juga sebagai Selat Taiwan). Skadron yang mengoperasikanya termasuk VA-93 "Ravens" di kapan induk USS "Ticonderoga" (CVA-14) dan VA-113 "Stingers" di kapal induk "Shangri-La" (CVA-38). Kedua Skadron tadi mempergunakan A-4 Skyhawk tipe A-4D-1. Sedangkan skadron VA-83 "Rampagers"di kapal induk "Essex" (CVA-9) dengan tipe A-4D-2. Pada saat itu, skadron Skyhawk hanya dipakai untuk berjaga-jaga untuk membawa bom nuklir, jikalau ada serangan besar-besaran oleh China.[20]
Marinir AS pada masa itu, tidak mau memakai pesawat pengganti sebagaimana yang dilakukan oleh AL AS dengan pesawat LTV A-7 Corsair II. Marinir AS malah memesan versi terbaru model A-4M. Korps ini menerima Skyhawk terakhirnya pada tahun 1979, yang dipergunakan hingga pertengahan tahun 1980 sebelum akhirnya digantikan dengan pesawat yang sama-sama kecil dan dianggap lebih tangguh yaitu STOVLAV-8 Harrier II.[21]
Masa Perang Vietnam
Skyhawk menjadi pesawat tempur ringan utama yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat di wilayah Vietnam Utara selama era Perang Vietnam. Pada saat itu, A-4 dipilih karena bobotnya yang ringan dan mudah untuk mendarat di kapal induk yang kecil. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh pesawat-pesawat tempur yang lebih modern, karena pada umumnya, pesawat-pesawat itu jauh lebih besar dan berat.[22] Persenjataan utama untuk perang udara-ke-udaranya, mengandalkan senapan kanon bawaan pesawatnya sendiri; 20 mm (.79 in) dan kemampuannya untuk membawa sebuah misil AIM-9 Sidewinder pada masing-masing sayapnya, dan dengan beberapa modifikasi, akhirnya pesawat ini bisa membawa total sebanyak 4 buah AIM-9 Sidewinder.[22][23]
Pesawat Skyhawk yang tercatat jatuh dalam pertempuran, terjadi pada 5 Agustus 1964, ketika Letnan Satu Everett Alvarez, dari divisi VA-144 dari kapal induk USS Constellation, yang tertembak jatuh ketika dalam misi penyerangan terhadap kapal pembawa torpedo di Vietnam Utara. Pilotnya berhasil melontarkan diri dengan selamat, setelah A-4 diserang dengan artileri anti-pesawat-udara. Letnas Satu Everett menjadi tawanan perang pertama dari Angkatan Laut Amerika Serikat[24] dan baru dilepaskan pada 12 Februari 1973.[25]
Pada 1 Juni 1965, dibukalah sebuah Pangkalan Angkatan Udara Militer yang dinamai sebagai Pangkalan Angkatan Udara Chu Lai (sekarang dioperasikan sebagai Bandar Udara Chu Lai). Pangkalan ini dioperasikan oleh militer Amerika Serikat dan pada awalnya dilengkapi dengan delapan A-4 Skyhawk yang didatangkan dari Pangkalan Angkatan Laut Cubi, yang ada di kepulauan Filipina.[26] Pendaratannya dibantu dengan kabel pengait, diisi penuh dengan bahan bakar dan lepas landas dengan bantuan khusus karena mereka fully loaded, dengan bahan bakar penuh dan bom-bom untuk memberikan dukungan kepada Korps Marinir Amerika Serikat, dan mereka berasal dari skadron Korps Marinir Amerika Serikat VMA-225 dan VMA-311.[27]
Pada 1 Mei 1967, sebuah A-4C Skyhawk yang diawaki oleh Mayor Theodore R. Swartz dari divisi VA-76 dari kapal indukUSS Bon Homme Richard menembak jatuh sebuah pesawat MiG-17 milik Angkatan UdaraVietnam Utara dengan roket tak berpemandu "Zuni". Peristiwa ini menjadi satu-satunya kemenangan A-4 dalam pertempuran udara-ke-udara yang tercatat selama Perang Vietnam.[28][29]
Pada 29 Juli 1967, kapal induk USS Forrestal sedang menjalankan operasi perang di Teluk Tonkin pada era Perang Vietnam, ketika sebuah roket Zuni salah ditembakkan dan mengenai tangki bahan bakar luar dari sebuah A-4 Skyhawk lainnya. Bahan bakar dari pesawat itu menimbulkan kebakaran hebat dan menyala selama beberapa jam dan membuat tidak kurang 132 pelaut terluka dan melukai 62 lainnya.[30]
Pesawat Skyhawk yang tercatat terakhir tertembak jatuh era Perang Vietnam terjadi pada 30 Agustus 1968, ketika sebuah A-4F Skyhawk dengan nomor pabrik 154182 dan nomor ekor NF 316 dijatuhkan oleh tembakan artileri anti serangan udara di bagian Utara Vietnam. Pesawat itu diawaki oleh Lieutenant Commander (setara dengan Mayor Kolonel di Indonesia) H. A. Eikel dari divisi VA-93 Blue Blazer. Ia berhasil melontarkan diri dari pesawatnya dan berhasil diselamatkan.[22][23]
Selama perang, tercatat tidak kurang dari 362 A-4/TA-4F Skyhawk hancur karena pelbagai sebab. Data menunjukkan bahwa Angkatan Laut Amerika Serikat kehilangan 271 dan Korps Marinir Amerika Serikat kehilangan 81 A-4 dan 10 TA-4F. Tidak kurang dari 32 A-4 Skyhawk jatuh karena terkena misil udara-ke-udara dan sebuah A-4 jatuh karena pertempuran udara dengan sebuah MiG-17 pada 25 April 1967.[31]
Pada tahun 1965-an, Angkatan Udara Argentina (Fuerza Aerea Argentina - FAA) bermaksud untuk mencari pengganti armadanya yang sudah tua seperti pesawat Avro Lincoln dan armadanya yang lumayan baru seperti pesawat F-86 Sabre. FAA memesan armada pesawat A-4 Skyhawk dengan menandatangai kontrak senilai US$ 7,1 juta untuk pengadaan lima puluh pesawat kelebihan produksi milik Amerika Serikat. Kontrak itu ditandatangani pada bulan Oktober 1965. Dua puluh lima pesawat pertamanya diambil dari tempat penyimpanannya di NAF Litchfield Park, Arizona dan dibawa ke pabrik Douglas Aircraft Company yang bertempat di Tulsa, Oklahoma di bulan Februari 1966 untuk direkondisikan dan dilengkapi dengan beberapa peralatan tambahan dan dikenal dengan tipe A-4F. Perubahan itu antara lain adalah perubahan spoiler pada sisi sayap pesawatnya, mesin-mesinnya dinolkan kembali dan kursi pelontarnya dimodifikasi sehingga bisa dioperasikan pada ketinggian nol dan kecepatan 90 Knot. Pihak Amerika Serikat mengenal model-model untuk Argentina ini dengan tipe A-4P. Secara umum pesawat ini lebih dikenal dengan tipe A-4B yang dioperasikan oleh FAA.[32]
Argentina adalah pengguna pertama pesawat ini di luar Amerika Serikat dan sekutunya, Israel, dan mereka memiliki tidak kurang dari 130 pesawat sejak tahun 1965. Angkatan Udara Argentina menerima 25 A-4B sejak 1966 dan 25 lainya pada tahun 1970. Semua pesawatnya direkondisikan di Amerika Serikat oleh Lockheed Corporation sebelum akhirnya mereka dikirimkan sebagai tipe A-4P, walaupun secara lokal, mereka dikenali sebagai A-4B. Jenis ini ditempatkan di Brigade Udara ke-5 (dalam bahasa Spanyol: V Brigada Aérea). Pada tahun 1976, 25 A-4Cs dipesan untuk menggantikan pesawat-pesawat tempur F-86 Sabres yang masih dioperasikan oleh Brigade Udara ke ke-4 (bahasa Spanyol: IV Brigada Aérea).[33]
Angkatan Laut Argentina juga membeli A-4Q dalam bentuk 16 A-4B dengan ekstra dua pesawat yang dipakai sebagai suku cadang, dimodifikasi dengan lima senjata tambahan dan mampu membawa misil AIM-9B Sidewinders. Pesawat-pesawat tersebut mulai diterimanya sejak tahun 1971 untuk menggantikan Grumman F9F Panther dan Grumman F9F Cougar yang ditempatkan di kapal induk ARA Veintico de Mayo dibawah Skadron Serbu/Tempur ke-3 (bahasa Spanyol: 3ra Escuadrilla Aeronaval de Caza y Ataque).[33]
Namun sejak tahun 1977, Amerika Serikat melakukan embargo akan suku cadangnya karena Perang Kotor. Embargo ini juga didukung oleh amandemen Humphrey-Kennedy atas Foreign Assistance Act of 1976 yang menyatakan bahwa Amerika Serikat melakukan embargo atas penyediaan suku cadang persenjataan dan suku cadang lainnya ke Argentina. Dalam amandemen tersebut juga disampaikan bahwa embargo juga dilakukan untuk pelatihan kepada para personil militernya (Embargo ini dicabut pada 1990 dibawah pemerintahan presiden Carlos Menem, dan dalam waktu bersamaan, Argentina menjadi negara sekutu NATO yang utama).[34] Dalam pengoperasiannya, beberapa kursi lontar tidak bekerja. Selain itu juga karena terjadi banyak kerusakan yang lainnya. Walaupun begitu, pesawat-pesawat ini mampu menjalankan fungsi dengan baik pada tahun 1982 selama Perang Falkland.[35]
Secara keseluruhan, tidak kurang dari 22 Skyhawk dari berbagai tipe (10 A-4B, 9 A-4C, dan tiga A-4Q) hilang ataupun dijatuhkan dalam perang selama tidak kurang dari enam minggu lamanya ini.[37] Delapan diantaranya dijatuhkan oleh pesawat tempur BAE Sea Harrier, tujuh oleh misil permukaan-ke-udara yang diluncurkan dari kapal induk, empat oleh rudal darat-ke-udara dan misil anti serangan udara (termasuk di dalamnya "friendly fire - kesalahan dengan menembak pesawat kawan"), dan juga tiga pesawat karena crash, jatuh ke bumi dan mengalami kerusakan parah.[38]
Setelah perang Falkland
Sesudah perang, pesawat-pesawat tempur tipe A-4P dan A-4C yang masih ada akhirnya ditingkatkan kemampuannya dengan program Halcón (Bahasa Inggris: Falcon), yang melengkapi armada pesawat ini dengan 30 mm (1,2 in) DEFA cannons, rudal udara-ke-udara, dan beberapa perubahan kecil. Semua pesawatnya kemudian dipensiunkan pada tahun 1999, serta perannya digantikan oleh tidak kurang dari 36 buah pesawat yang sudah ditingkatkan kemampuannya, OA/A-4AR Fightinghawk. Beberapa rangka dan bagian dari pesawat TA-4J dan A-4E juga sempat dikirimkan untuk dipergunakan sebagai bahan cuku cadang dengan cara mengkanibal perangkat yang diperlukan untuk dipasang pada pesawat yang masih operasional. A-4AR bertugas di Angkatan Bersenjata Argentina dari tahun 1990-an hingga 2016, dan sebagian besarnya akan dipensiunkan karena usia dan ketidaklayakannya dalam beroperasi. Tiga dari semua pesawat itu akhirnya juga rusak karena kecelakaan.[14]
Pada tahun 1983, Amerika Serikat menolak untuk memberikan ijin penjualan 24 A-4H bekas pakai Angkatan Udara Israel kepada Argentina, yang rencananya akan dipakai sebagai pengganti dari A-4Q. Pesawat A-4Q akhirnya dipensiunkan pada tahun 1988.[39]
Dua puluh pesawat A-4G dioperasikan oleh Angkatan Laut Australia yang dioperasikan dari kapal induk HMAS Melbourne. Pesawat-pesawat ini datang bergelombang, 10 pesawat setiap gelombangnya pada tahun 1967 dan 1971, dan utamanya dipakai sebagai dukungan udara akan kapal induknya. Sepuluh pesawatnya hancur karena kecelakaan dan sisanya akhirnya dijual kepada Angkatan Udara Selandia Baru pada tahun 1984.[37]
Brasil
Berdasarkan data yang ada pada tahun 2014, Brasil adalah pengguna terakhir dari armada A-4 Skyhawk. Tahun 1997, mereka sedang menegosiasikan kontrak sebesar US$ 70 juta untuk pengadaan 20 A-4KU dan 3 TA-4KU Skyhawk dari Kuwait. Pesawat-pesawat itu merupakan modifikasi dari tipe A-4M dan TA-4J serta dikirimkan pada 1977, adalah model terakhir yang dibuat oleh Douglas. Pesawat-pesawat ini dipilih oleh Brasil karena memiliki jam terbang yang rendah, masih dalam kondisi yang bagus dan harga yang bersaing. Angkatan LautBrasil nenjulukinya sebagai AF-1 dan AF-1A Falcões (Elang). Pesawat-pesawat itu, tiba di kota Arrail do Cabo pada 5 September 1998.[40][41]
Pada 18 Januari 2001, sebuah AF-1 sempat terjebak di atas kapal induk Brasil, Minas Gerais, walaupun pada akhirnya A-4 berhasil terbang mempergunakan katapul. Dengan penerbangan ini, menjadikannya dimulainya lagi armada pesawat tempur Angkatan BersenjataBrasil, setelah tidak beroperasi dalam dua dekade.[42] Sebagai bagian dari program untuk menggantikan kapal induk Minas Gerais, Brasil membeli kapal induk Prancis yang tidak terpakai, Foch, pada 15 November 2001. Kapal induk itu dinamai sebagai São Paulo, dan mulai beroperasi pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, kapal induk Minas Gerais dipensiunkan.[43]
Pada 14 April 2009, Embraer menandatangani kontrak untuk memperbaharui dua belas buah pesawat milik Angkatan LautBrasil, yang terdiri atas sembilan AF-1 (bertempat duduk tunggal) dan tiga AF-1A (tempat duduk ganda). Program peningkatan ini akan mengembalikan kemampuan beroperasi dari pesawat yang ada sebagai skadron pesawat pencegat dan tempur. Program itu termasuk merekondisi pesawat dan sistemnya, memasang sistem avionik, radar, tenaga mesinnya.[44] Pesawat hasil modifikasi ini akhirnya bisa diselesaikan pada 27 Mei 2015. Embraer menyatakan bahwa dengan peningkatan kemampuan yang sudah dikerjakan membuat pesawatnya masih bisa dioperasikan hingga tahun 2025.[45]
Pada tahun 2017, Angkatan LautBrasil mempertimbangkan kembali untuk memodernifikasi armadanya menjadi tipe standar AF-1B/C karena pengetatan anggaran dan kapal induk São Paulo akan segera dipensiunkan. Dua AF-1B akhirnya jadi diperbaharui dan diserahkan pada tahun 2015 dan dua tipe lainnya diserahkan pada 2017. Walaupun akhirnya mereka tidak lagi memiliki kapal induk, mereka tetap ingin mempertahankan kemampuan mengendalikan pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat di kapal induk, sehingga akhirnya kontrak yang ada diputus di tengan jalan.[46]
A-4 Skyhawk di Indonesia, dioperasikan oleh angkatan udara (TNI-AU) sebanyak tiga puluh lima buah yang terdiri atas tipe A-4E, TA-4H, TA-4J dan TA-4I, bertempat duduk tunggal dan bertempat duduk ganda, hingga tahun 2003.[47] Operasi pengadaan 16 buah pesawat yang pertama, bersandikan "Operasi Alpha" dan merupakan operasi rahasia terbesar yang pernah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Operasi ini bersifat rahasia karena pengadaan pesawat-pesawatnya dari pembelian pesawat-pesawat bekas pakai Angkatan Udara Israel.[48] Pesawat ini sedikit berbeda dengan A-4 Skyhawk pada umumnya karena adanya penambah "punuk" yang sejatinya berisikan peralatan avionik khusus untuk kepentingan AU Israel. Namun ketika pesawat tersebut dijual ke Indonesia, opsi avionik khusus itu tidak diikutsertakan. Perubahan lainnya adalah bentuk knalpot pesawatnya yang sengaja diperpanjang untuk mengecoh penjejak panas dari peluru kendali anti pesawat udara ataupun misil udara-ke-udara.[49]
Pesawat ini mulai dipertimbangkan untuk dihentikan operasinya ketika ada kejadian yang menimpa pada pesawat dengan nomor ekor TT-0419 pada tahun 2003. Kejadian tersebut membuat Marsekal PertamaEdy Harjoko mengakui bahwa armada yang ada tidak berada pada kondisi terbaiknya, dan hanya menyisakan empat atau lima pesawat saja yang bisa dioperasikan dikarenakan kurangnya suku cadangnya. Setelah kedatangaan pesawat Sukhoi Su-27 gelombang pertama, pengoperasian A-4 Skyhawk di Indonesia berakhir secara resmi pada 5 Agustus 2004.[51] Hingga saat ini banyak pesawat A-4 Skyhawk yang dilestarikan di Indonesia baik sebagai monumen ataupun menjadi koleksi museum militer.[51]
Pesawat ini dipergunakan oleh TNI AU untuk mendukung pelbagai operasi militer. Salah satu yang tercatat adalah Operasi Tangkis, yaitu operasi jarak jauh pertama yang dilakukan oleh Skadron Udara 11, karena melibatkan pengisian bahan bakar di udara oleh pesawat tanker KC-130 BT dari Skadron Udara 32.[48][50] Operasi lain yang terkenal melibatkan Skyhawk adalah Operasi Seroja di Timor Timur 1987. Dalam operasi tersebut Skyhawk dipergunakan untuk menghalangi pergerakan maju dari pasukan Australia ke Timor Timur melalui serangan udara.[52]
Dua pesawat A-4 Skyhawk pernah melaksanakan "belly landing", yaitu pada 15 Januari 1987, dengan nomor ekor TT-0414 yang diawaki oleh Letnan Satu Pnb Emir Panji. Pada 20 Juli 1987 yang diawaki oleh Letnan Satu Pnb Agus "Dingo" Supriatna (Thunder-73) dengan nomor ekor TT-0408.[53] Roda pendaratan yang dipiloti Letnan Satu Pnb Agus "Dingo" Supriatna (Thunder-73) pada waktu itu tidak bisa keluar walaupun sudah pelbagai upaya dilakukan, sehingga akhirnya diputuskan untuk "belly landing" dan berhasil mendarat dengan selamat di Lanud Iswahyudi, Madiun, dengan sedikit kerusakan di drop tank pesawat saja.[54]
Israel
Umum
Israel adalah pengguna terbesar pesawat ini di luar Amerika Serikat. Hingga tahun 1976, AU Israel (dikenal dengan nama Israeli Air Force, IAF) diyakini memiliki tidak kurang dari 321 Skyhawk baru dan bekas. Pada tahun 1990, sebanyak tujuh belas pesawat lagi TA-4J dikirimkan sehingga total berjumlah 338 pesawat. Sedangkan beberapa lainnya menyatakan bahwa IAF diyakini memiliki tidak kurang dari 355 pesawat A-4 Skyhawk.[55]
Permintaan pemesanan pesawat ini dilakukan oleh IAF pada tahun 1964 dan baru tahun 1966, dipenuhi oleh Amerika Serikat. Sebuah kontrak ditanda tangani di bulan Agustus 1964 antar kedua negara dan IAF akan memiliki dua puluh empat tipe A-4H. A-4 tipe ini dibuat berdasarkan dari tipe A-4E yang dikembangkan khusus untuk IAF. A-4H pertama kali diterbangkan di Palmdale oleh pilot tes, John Lane, pada 27 Oktober 1967. Dan sebelum dikirimkan ke Israel, para pilot IAF dikirim ke Florida untuk program pelatihan bersama divisi AU Amerika Serikat, VA-44 dan VA-45. Di tengah-tengah program pelatihan dan konversi, para pilotnya dipanggil pulang ke Israel untuk bergabung dalam Perang Enam Hari melawan negara-negara Arab, pada Juni 1967.[56]
Pesawat pesanan IAF pertama kali tiba di Haifa pada 29 Desember 1967 dan siap untuk dioperasionalkan pada 1 Januari 1968. Hal ini merupakan untuk pertama kalinya jet tempur Amerika dioperasikan oleh negara-negara yang sedang berperang di Timur Tengah. Pesawat-pesawat IAF dikenal sebagai "Ayit" atau "Vulture" yang artinya Burung Bangkai. Armada ini menggantikan peran dari armada pesawat tempur sebelumnya yang kebanyakan dari Prancis, seperti Dassault Ouragan dan Dassault Mystère sebagai pesawat serbu udara-ke-darat dan dukungan serangan udara.[57]
Skadron yang pertama kali mengoperasikannya adalah Skadron 109 "Valley Tayeset" di Hatzor. Armada ini menggantikan pesawat-pesawat Dassault Mystère IV di skadron tersebut. A-4 Skyhawk memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan pesawat buatan Prancis itu. A-4 mampu membawa persenjataan lebih banyak, memiliki keandalan mesin yang lebih baik (hanya perlu dilakukan perawatan setiap mencapai 200 jam terbang, dibandingkan setiap 30 jam terbang miliki Mystère IV), kecepatan dan jarak tempuh yang lebih cepat dan lebih jauh dan adanya opsi untuk pengisian bahan bakar di udara.[57]
Skadron yang baru dibentuk dengan kedatangan A-4 adalah Skadron 102 "Flying Tiger" bermarkas di Ramat-David. Skadron ini dibentuk pada bulan Juni 1968. Skadron ini nantinya juga menjadi skadron latih lanjut jet. Skadron 115 "Flying Dragon" mulai mengoperasikan A-4H pada bulan Maret 1969. Skadron ini bermarkas di Nevatim.[58]
Pada bulan Maret 1971, Skadron 116 "Flying Wing", mulai melakukan penggantian pesawat menjadi A-4E dari pesawat Mystère IV, yang dioperasikan sebelumnya. Kemudian Skadron 110 "Knights of the North", juga melakukan konversi yang sama. Skadron ini mengoperasikan A-4H dan bermarkas di Ramat-David. Proses perubahan ini dilakukan tepat beberapa saat sebelum dimulainya Perang Yom Kippur di bulan Oktober 1973. Skadron 140 "Golden Eagle", juga mulai mengoperasikan A-4E sebagai unit pelatihan penerbang tempur tingkat lanjut. Proses pembentukan unit pelatihannya baru dimulai setelah Perang Yom Kippur. Bulan April 1976, Skadron 149 "Smashing Parrot", mulai mengoperasikan armada A-4E dan bermarkas besar di Etzion. Dan akhirnya unit cadangan yang merupakan pengaktifan kembali Skadron 147 "Goring Ram", dilengkapi dengan armada A-4N dan bermarkas besar di Hatzerim.[59]
Sejak 13 Desember 2015, semua armada A-4 Skyhawk AU Israel dipensiunkan. Upacara penghentian operasi armada ini dilakukan di Hatzerim.[60]
Dalam perang
Armada pesawat ini dipergunakan dalam perang untuk pertama kalinya sejak 15 Februari 1968, ketika Skadron 109 menyerang ArtileriYordania serta pusat militer otoritas Palestina sepanjang perbatasan Israel-Yordania, sebagai balasan atas serangan yang dilakukan pada pemukiman penduduk Israel. Kedekatan area yang diserang dengan pangkalan armada A-4 di Hatzor, menjadikan armadanya bisa membawa banyak bom di lima tempat bom yang ada di sayapnya, tanpa perlu membawa tangki bahan bakar cadangan. Bom-bom yang biasanya dibawa pada waktu itu adalah bom-bom buatan Prancis dengan bobot 113 kg dan 226 kg.[61]
Armada A-4 ini banyak diterjunkan dalam pelbagai operasi militer. Salah satunya adalah dalam Perang Yom Kippur. Dalam tiga hari pertama perang ini, pihak AU Israel telah kehilangan tidak kurang dari 60 pesawat tempurnya termasuk 24 dari 162 pesawat A-4 yang dimilikinya. Hal ini mengakibatkan perdana menteri Golda Meir meminta bantuan armada pesawat udara dari Amerika Serikat. Ketika itu, ia tidak bisa meminta bantuan dari Eropa dikarenakan negara-negara itu sedang dalam proses embargo pengiriman minyak dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah. Pada 15 Oktober 1973 Presiden Amerika Serikat Richard Nixon memulai Operasi Rumput Nikel, sebuah program untuk membantu AU Israel menghadapi tentara Suriah dan Mesir. Program bantuan ini memungkinkan untuk terwujud, karena diyakini pihak Israel akan memakai senjata pemusnah masal jika mereka terus mengalami kekalahan dalam perang ini. Program ini mengirimkan tidak kurang dari 50 pesawat A-4 Skyhawk yang diambil langsung dari Skadron AU Amerika Serikat. Armada ini mempergunakan tipe A-4E. Pesawat-pesawat itu dikirimkan dengan cara diterbangkan langsung dari Amerika Serikat dengan transit di atas kapal induk USS Franklin D. Roosevelt (CVA-42) yang berlabuh di Kreta dan Azores. Selain itu juga dengan sekali melakukan pengisian bahan bakar di udara sehingga pesawat ini bisa mendarat di Israel. Proses ini berhasil mengirimkan tidak kurang 36 pesawat A-4E. Sisa armadanya dikirimkan melalui kapal induk USS Independence.[62]
Selama perang ini, tercatat sebanyak 53 hingga 55 armada A-4 AU Israel jatuh. Kebanyakan dari pesawat itu dijatuhkan oleh rudal darat-ke-udara SA-7. Pesawat-pesawat yang berhasil lolos dari serangan misil itu ternyata karena memiliki buangan asap (ekor pesawat) yang lebih panjang dari yang dimiliki oleh A-4 dan hal itu mudah dilacak oleh pembaca inframerah dari rudal itu. Oleh karenanya, setelah perang, AU Israel memperpanjang buangan asap dari seluruh armada A-4 yang dimilikinya.[63]
Kuwait
Pesawat-pesawat Kuwait diterjunkan pada tahun 1991 selama Perang Teluk I. Ketika Irak menginvasi Kuwait dan menghancurkan banyak pangkalan udara, sisa armada yang ada diterbangkan dari jalanan umum untuk melawan tentara Irak. Total ada 24 dari 29 A-4KU yang masih aktif disana (dari 36 yang dikirimkan sejak tahun 1970-an) yang akhirnya dilarikan ke Arab Saudi. Armada Skyhawk (bersama dengan armada Dassault Mirage F1 yang dilarikan) dioperasikan sebagai Angkatan Udara Kuwait merdeka, terbang tidak kurang dari 1.361 sorti selama perang pembebasan Kuwait. Dua puluh tiga A-4 Skyhawk selamat selama peperangan dan selama pendudukan Irak, dengan hanya satu A-4KU (KAF-828, BuNo. 160207) tertembak jatuh oleh misil yang dipandu oleh radar milik Irak, SAM pada 17 Januari 1991.[64][65] Pilotnya, Mohammed Mubarak, berhasil melontarkan dirinya dan menjadi tawanan perang.[66] Akhirnya sisa armadanya dijual ke Brasil, dan pesawat-pesawat itu dioperasikan di atas kapal induk NAe São Paulo sampai akhirnya dipensiunkan di bulan Februari 2017.[67]
Malaysia
Pada tahun 1982, Malaysia membeli tidak kurang dari 80 pesawat yang sudah diperbaharui jenis A-4C dan A-4L Skyhawk melalui sebuah program pembaharuan, PERISTA. Empat puluh darinya, airframe-nya ditingkatkan kemampuannya dengan sistem pengeboman Hughes AN/ASB-19 Angle Rate Bombing, kemampuan untuk pengisian bahan bakar di udara, bisa membawa beban lebih dari pesawat aslinya, dan sisanya tidak dibawa ke Malaysia, tetapi ditinggalkan di Amerika Serikat sebagai cadangan dan ketersediaan suku cadang. Perubahan yang dilakukan ini hanya untuk keperluan Angkatan Udara Malaysia dan diberi kode A-4PTM. Pesawat-pesawat yang dikirimkan ke Malaysia dan tiba mulai bulan Desember 1984 dan ditempatkan di Skadron Angkatan Udara Malaysia, tepatnya Skadron 6 dan Skadron 9, yang bertempat di Pangkalan Angkatan Udara Kuantan. Selama dipergunakan, pesawat-pesawat tersebut sering bermasalah sehingga sering diperbaiki dan sering mengalami kecelakaan. Pada tahun 1995, akhirnya mereka menggantikan skadron yang ada dengan pesawat British Aerospace Hawk.[68]
Selandia Baru
Pada tahun 1970, sebanyak sepuluh pesawat A-4K bertempat duduk tunggal dan empat TA-4K dikirimkan ke Angkatan Udara Selandia Baru bergabung dengan Skadron 75. Jumlah ini termasuk delapan buah pesawat A-4G Skyhawk dan dua TA-4G hibah dari Angkatan Laut Australia pada tahun 1984, sehingga membentuk dua Skadron A-4 Skyhawk.[69] Pada tahun 1986, Proyek Kahu dimulai untuk meningkatkan kemampuan pesawatnya dengan melakukan pembaharuan disisi avionik, termasuk pemasangan radar baru AN/APG-66NZ, sebuah sistim radar yang juga pernah digunakan oleh F-16, serta peningkatan kemampuan persenjataannya, sebagai solusi alternatif daripada pengadaan pesawat baru yang lebih mahal. Sebanyak 22 A-4 Skyhawk dijadikan standar baru berdasarkan proyek tersebut.[70]
Pada tahun 2001, tiga Skadron Tempur (No. 2, 14 dan 75) dihentikan operasinya, sehingga armada A-4 Skyhawk disimpan di gudang menunggu untuk dijual.[71] Selama proses itu mereka sesekali diterbangkan, dirawat dan akhirnya dipindahkan ke Pangkalan Angkatan Udara Woodbourne. Dan dalam proses penyimpanannya, Skyhawk disimpan dengan dilapisi dengan lateks.[70] Pada tahun 2012, perusahaan Draken International menandatangani kesepakatan untuk membeli delapan pesawat dan peralatan untuk difungsikan sebagai pesawat latih. Enam dari struktur tubuh A-4G mencatatkan jam terbang yang sangat sedikit, artinya A-4 jarang dioperasikan. Perusahaan ini akhirnya menempatkannya di Bandar Udara Lakeland Lindir, di Lakeland, Florida.[72] Sedangkan pesawat sisanya diberikan untuk diabadikan di museum di Selandia Baru dan Australia.[73]
Singapura
Umum
Pemerintahan Republik Singapura memesan tidak kurang dari lima puluh pesawat bekas pakai Angkatan Laut Amerika Serikat tipe A-4B dan TA-4B pada tahun 1973 untuk memenuhi kebutuhan dari Singapore Air Defence Command - SADC (Komando Pertahanan Udara Singapura). Pesanan ini diambil dari persediaan A-4 di Pangkalan Angkatan Udara Davis-Monthan (Lanud Davis Monthan), Arizona. Beberapa pesawat tersebut pernah turut serta dalam Perang Vietnam sebagai pesawat anti kapal selam dari divisi VSF-3 ataupun dari kapal induk lainnya. Sebelum diserahkan ke otoritas pemerintahan Singapura, tujuh belas pesawat dari pesanan tersebut dilakukan beberapa perubahan dan rekondisi hingga tercatat ada 100 perubahan agar bisa berfungsi dengan lebih baik. Perubahan-perubahan itu dilakukan oleh perusahaan Lockheed Aircraft Service di Ontario, California. Sesudah dilakukan perubahan, delapan dari tujuh belas pesawat itu dikirimkan ke Leemore untuk program pelatihan, konversi untuk para kru teknis dan penerbang Singapura. Program ini dilakukan bersama divisi VA-127 dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Perubahan yang sama atas pesawat lainnya dilakukan oleh perusahaan Singapore Aerospace Maintenance Company (SAMCO) mulai tahun 1977. Tidak kurang dari tiga pesawat dikorbankan sebagai persediaan suku cadang. Dari 47 pesawat yang dioperasikan, tujuh pesawat bertempat duduk ganda. Perubahann pada tiga dari pesawat ini dilakukan oleh Lockheed dan sisanya dikerjakan oleh SAMCO. Setelah semua perubahan yang dilakukan, pesawat-pesawat ini dikenal dengan tipe A-4S dan TA-4s. A-4 gelombang pertama ini ditempatkan di Skadron 142 "Gryphon" di Pangkalan Angkatan Udara Tengah dan Skadron 143 "Phoenix" di Pangkalan Angkatan Udara Changi sebagai pesawat serang udara-ke-darat. Pada tahun 1975, SADC berubah menjadi Republic of Singapore Air Force (RSAF).[74]
Pada tahun 1977, RSAF memutuskan untuk memesan lagi tujuh puluh pesawat yang belum dirakit, kebanyakan tipe A-4B dan A-4C, dan dikirimkan pada tahun 1980 untuk dilakukan perubahan sehingga lebih dikenal sebagai tipe A4S-1. Pesawat tipe B kebanyakan dipakai sebagai suku cadang. Kesemuanya membentuk satu skadron lagi dan di Skadron 145 "Hornet" di Pangkalan Udara Tengah. Tahun 1983, RSAF membeli lagi 16 airframe (pesawat yang belum dirakit) untuk diwujudkan menjadi delapan pesawat tipe TA4S-1. Perbedaan pesawat ini dengan tipe A-4C adalah pada kanonnya, yang berdiameter 20 mm dibandingkan dengan 30 mm yang biasanya di pasang pada A-4 Skyhawk. Dengan dilengkapi rudal Sidewinder, armada A-4 Skyhawk RSAF merupakan skadron tambahan dari skadron Northrop F-5E sebagai jet tempur pertahanan udara dan juga sebagai jet tempur serang udara-ke-darat. Pada umumnya armada ini terbang ke Malaysia, Indonesia dan Australia untuk latihan bersama.[75]
Kecelakaan
Pada bulan Desember 1979, sebuah penerbangan formasi A-4 Skyhawk mengalami musibah. Formasi tersebut terdiri atas tiga A-4S dan satu TA-4S terbang di atas gunung di Filipina dalam suatu program pelatihan untuk para pilot baru. Empat orang pilot gugur dan satu pesawat yang diterbangkan oleh Tsu Way Ming dapat kembali ke pangkalan dengan selamat namun mengalami kerusakan mesin. Dua TA-4S, hilang pada Februari 1978 dan satu lagi mengalami gagal lepas landas dan hancur pada tahun 1981 mengakibatkan gugurnya siswa penerbangnya.[76]
Akhir Operasi
Mulai tahun 1985 banyak musibah yang terjadi dan pada umumnya disebabkan karena kerusakan mesin. Selain itu kemampuan operasi dari armada yang tersisa juga rendah, sehingga masa ini disebut "Krisis Skyhawk". Akibatnya, RSAF memutuskan untuk melakukan rekondisi mesin-mesin atas armada yang tersisa sehingga membentuk 56 pesawat bertempat duduk ganda tipe A-4SU Super Skyhawk dan 26 TA-4SU. Semua armada tersebut dilengkapi dengan mesin General Electric F404 dan memulai bergabung dengan skadron 145. Dan sejak tahun 1983 semua tipe A-4S dan TA-4S dipensiunkan.[77]
Lainnya
Perusahaan swasta Kanada Top Aces (sebelumnya dikenal sebagai Discovery Air Defense Services), dikontrak oleh Angkatan UdaraKanada, Angkatan Udara Australia dan Bundeswehr (angkatan bersenjata Jerman) untuk menyediakan pendidikan tempur udara dan pertarungan udara. Perusahaan ini juga membeli dan meregistrasikan sepuluh pesawat tipe A-4N dan TA-4J untuk program pelatihan. Top Aces juga memperbaharui pesawat ini sehingga memiliki kemampuan untuk perang elektronika untuk keperluan pelatihan.[78][79] Top Aces juga mengoperasikan A-4N sesuai kontrak untuk pelatihan Bundeswehr (Angkatan Bersenjata Republik Federal Jerman).[80] Penggunaan lainnya dari pesawat ini oleh kalangan sipil adalah untuk keperluan pelatihan mendukung pelatihan tentara Amerika Serikat yang dilakukan oleh Draken International. Draken mengoperasikan pesawat bekas pakai Angkatan Udara Selandia Baru tipe A-4K.[81][82][83] Pesawat A-4 itu dioperasikan sebagai target sasaran di Jerman dengan mempergunakan sistem yang mereka miliki.[80]
Dengan banyaknya Angkatan Udara yang mengoperasikan pesawat ini, maka sejumlah pesawat bekasnya banyak dilestarikan sebagai monumen maupun sebagai bagian dari koleksi museum sebagaimana yang ada di beberapa negara berikut ini:[88]
Bom: 4,490 kg pada 5 pod atau stasiun bom (dua pod di masing-masing sayap dan satu lagi di fuselage-badan pesawat), Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (113 kg) dan Mk.82 (227 kg), pelbagai macam bom buklir seperti B57 serta B61 dan Mk.76 bom-bom untuk keperluan latihan
^ abJohn, Golan. "Heinemann's Hot Rod". history dot org. World History Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Agustus 2017. Diakses tanggal 30 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Zorani, Salchar (13 Desember 2015). "Goodbye A-4 Skyhawk". IAF. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Desember 2015. Diakses tanggal 25 Desember 2019.
^"Top Aces - McDonnell Douglas A-4N". discoveryair-ds.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Februari 2018. Diakses tanggal 29 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Februari 2019. Diakses tanggal 29 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abOsborne, Tony (31 Agustus – 13 September 2015). "Exporting Expertise: Outsourcing combat-ready pilot training". Aviation Week & Space Technology. Vol. 177 no. 17. hlm. 28–29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Oktober 2018. Diakses tanggal 30 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Giangreco, Leigh (18 Agustus 2016). "Commercial A-4 Skyhawk crashes near Nellis". Flightglobal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2016. Diakses tanggal 29 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abHoyle, Craig (04 Desember 2018). "ANALYSIS: 2019 World Air Forces Directory". Flightglobal Insight. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Januari 2019. Diakses tanggal 30 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^"A4D (A-4) Skyhawk". www.globalsecurity.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 Mei 2019. Diakses tanggal 21 November 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Aloni, Shlomo (2009). Israeli A-4 Skyhawk Units in Combat (Osprey Combat Aircraft #81). Oxford, UK: Osprey Publishing Limited. ISBN978-1-84603-430-5.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Chant, Christopher (2013). Air War In The Falklands 1982. Bloomsbury Publishing. ISBN9781472800510.
Dorr, Robert F.; Bishop, Chris (1996). Vietnam Air War Debrief. Aerospace. ISBN9781880588222.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Gann, Harry S. (1996). "Douglas A-4 Skyhawk Variant Briefing: Part 2: Export Versions". "Wings of Fame", Volume 5. London: London: Aerospace Publishing. ISBN1-85780-115-6.
Grossnick, Roy A.; Armstrong, William J.; Historical Center (US), Naval (1997). United States Naval Aviation, 1910-1995. Washington DC: Naval Historical Center, Dept. of the Navy. ISBN9780945274346.
Heinemann, Edward H.; Rausa, R; Every, K. Van (1985). Aircraft. Nautical & Aviation Publishing Co. ISBN9780933852150.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
M. Tarigan, Lisa (2015). Monumen Angkatan Udara (Revisi I). Jakarta: Subdisjarah Dispenau.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Petrescu, Florian Ion; Petrescu, Relly Victoria (2012). The Aviation History. Book on Demand. ISBN9783848230778.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Setiawan, Bambang; Sidik Arifianto, Budiawan (2016). DINGO: Menembus Limit Angkasa:Biografi KASAU Marsekal TNI Agus Supriatna. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN978-602-412-004-7.
Saragih, Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)