Marsekal Muda TNI (Purn.) Faustinus Djoko Poerwoko, (9 September 1950 – 9 Agustus 2011) adalah seorang Purnawirawan Perwira Tinggi TNI Angkatan Udara ia merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Ia tumbuh dan besar di Delanggu, Salah satu kakaknya adalah wartawan senior Harian Kompas, Julius Pour. Setelah lulus SMA ST. Yosef Solo, ia masuk Akabri Udara tahun 1970 dan lulus 1973. Pendidikannya dilanjutkan di Sekolah Penerbang TNI AU dan lulus tahun 1975 sebagai penerbang tempur. Pesawat pertama yang dipegangnya adalah pesawat latih Lockheed T-33 Shooting Star, lalu F-86 Sabre. Saat mengawaki Sabre ini Djoko ikut menjadi anggota tim aerobatik pertama TNI AU, Spirit 78. Djoko lantas menjadi salah satu penerbang pertama yang mengikuti pendidikan untuk menerbangkan pesawat tempur A-4 Skyhawk yang dibeli melalui operasi alpha (rahasia dari) Israel.[1] Dari 4.000 jam terbangnya sebagai pilot tempur, 2.500 jam di antaranya dicapai di kokpit Skyhawk.
Selain sebagai prajurit TNI, Djoko Poerwoko juga aktif menulis di media massa, sebagai penulis dan sesudah menyelesaikan tugas di TNI Angkatan Udara menjadi penulis tetap di majalah Angkasa. Beberapa buku yang menjadi buah karyanya antara lain Perjalanan dan Pengabdian Skadron Udara 11, My Home My Base, Great Airmen, otobiografi Menari di Angkasa (Anak Kampung Menjadi Penerbang Tempur).
Tim Aerobatik Spirit 78
Lambert juga tergabung dengan Tim Aerobatik Spirit 78. Menjelang peringatan Hut ABRI tahun 1978 Skadron 14 diperintahkan mempertunjukkan “Advanced Formation”. Tim ini beranggotakan Mayor.Pnb.FX Suyitno, Kapten.Pnb. Lambert F Silooy Mayor.Pnb.Budihardjo Surono, Kapten.Pnb.Suprihadi, Kapten.Pnb Teuku Syahrial, Kapten.Pnb Zekky Ambadar, Kapten.Pnb Pieter Wattimena, Lettu.Pnb Djoko Poerwoko dan Lettu.Pnb Djoko Soeyanto.
Meninggal Dunia
Marsekal Muda TNI (Purn.) Faustinus Djoko Poerwoko, meninggal pada 9 Agustus 2011 di Rio de Janeiro, Brasil, sekitar pukul 22.30 waktu setempat, wafat akibat serangan jantung. Keberadaan mantan penerbang tempur andal ini di Brasil dalam rangka mengunjungi pabrik pesawat latih tempur EMB-314 Super Tucano. Pemerintah Indonesia berencana akan membeli pesawat tempur ini. Ketika meninjau itulah, Djoko Poerwoko terkena serangan jantung. Meski sempat dibawa ke rumah sakit setempat, jiwanya tak tertolong lagi. dan dimakamkan di TPU Kuncen,[2] Desa Kuncen Rt 02/ Rw 03 Kecamatan Delanggu, Klaten, Klaten, Jawa Tengah.[3][4]
Jabatan Militer
- Kadisops Lanud Hassanudin
- Danlanud El Tari
- Danlanud Iswahyudi (1999-2002)
- Pangkohanudnas (2003-2006)
Catatan Kaki
Referensi
- Poerwoko, Faustinus Djoko (2006). Fit Via Vi : Otobiografi Anak Kampung yang Menjadi Penerbang Tempur. Yogyakarta: AK Group. ISBN 979-3655-29-1.