Yonatan Apfus (Yonatan Makabe; bahasa ibrani: יונתן אפפוס Yōnāṯān 'Apefūs, Yunani Kuno: Ἰωνάθαν Ἀπφοῦς Iōnáthan Apphoûs; bahasa Inggris: Jonathan Apphus) adalah seorang pemimpin Dinasti Hashmonayim di Yudea pada tahun 161-143 SM. Nama Apfus (Apphus; Ἀπφοῦς) berarti "sang diplomat", mengacu kepada suatu sifatnya yang menonjol (1 Makabe 2:5).[1][2]
Perjuangan Matatias diteruskan oleh kelima putranya, yaitu Yonatan dan abang-abangnya: Yohanan Gaddi, Simon Thassi, Yudas Makabe dan Eleazar Avaran. Mereka bersumpah untuk melanjutkan pemberontakan ayah mereka. Yudas segera menjadi pemimpin dan kepala militer pemberontakan mereka.
Yonatan menjabat di bawah saudaranya dan mengambil bagian aktif dalam pertempuran melawan pasukan Seleukia. Reputasinya untuk keberanian lebih rendah daripada Yudas tapi hampir tidak dipertanyakan. Keberaniannya telah sering diuji. Yudas gugur dalam Pertempuran Elasa (161/160 SM) melawan Bakkhides, jenderal Seleukia di bawah Demetrios I Soter. Bakkhides melanjutkan penghancuran dengan kejam terhadap kelompok Makabe, sementara pada saat yang sama kelaparan menimpa negeri itu. Para pemberontak Yahudi memerlukan pemimpin baru dan mereka memilih Yonatan.
Yonatan menyadari bahwa Bakkhides mencoba untuk menjebaknya. Ia bereaksi dengan mundur bersama saudara-saudaranya Simeon (Simon) dan Yohanes (Yohanan), serta para pengikut-nya ke sebuah wilayah gurun di tanah timur Sungai Yordan. Mereka mendirikan perkemahan di dekat rawa-rawa yang bernama Asphar. Tapi Bacchides mengejarnya di sana dan menyusul mereka selama hari Sabat. Yonatan memberikan semua barang ke tangan saudaranya Yohanan yang membawa pasukan kecil dan menuju ke wilayah orang Nabath yang bersahabat. Rencananya adalah untuk mengamankan bagasi mereka di sana, tapi "putra-putra Jambri dari Medeba", suku yang bermusuhan dengan mereka rupanya, menyergap mereka selama perjalanan mereka. Yohanan dan teman-temannya tewas dan kargo mereka dijarah.[3] Kemudian, Yonatan diberitahu bahwa salah satu putra Jambri sedang membawa pulang seorang pengantin perempuan dari kalangan bangsawan dengan kemeriahan besar, maka Makabe bersaudara berangkat ke Medaba, untuk menyergap prosesi pengantin, menewaskan seluruh rombongan yang berjumlah 300 orang, dan menyita semua harta mereka.[4]
Yonatan dan teman-temannya bertemu Bakkhides dalam pertempuran di Sungai Yordan. Yonatan telah bertemu dan sempat mengangkat tangannya untuk membunuh Bakkhides, tapi Bakkhides mampu menghindari pukulan itu; orang-orang Yahudi dikalahkan dan mencari perlindungan dengan berenang melalui sungai Yordan ke tepi timur. Dalam pertempuran ini Bakkhides dilaporkan telah kehilangan entah 1.000 atau 2.000 pasukan dan dia tidak membuat upaya lain untuk menyeberangi sungai, melainkan kembali ke Yerusalem. Yonatan dan pasukannya tetap tinggal di rawa-rawa di wilayah timur sungai Yordan.[5] Setelah kematian Alcimus, Imam Besar di Yerusalem, beberapa waktu kemudian, Bakkhides meninggalkan negara itu.[6]
Mengubah nasib
Namun Yonatan tidak menganggur. Ia melanjutkan kegiatan terhadap orang-orang Yahudi yang dipengaruhi oleh peradaban Helenistik. Dua tahun setelah kepergian Bacchides dari Yudea, Akra merasa cukup terancam untuk menghubungi Demetrios dan meminta Bakkhides kembali ke wilayah mereka.
Yonatan sekarang lebih berpengalaman dalam perang gerilya, taktik utama yang digunakan oleh pasukan Makabe, dan terus-menerus waspada untuk menghindari konfrontasi langsung dengan pasukan musuh bahkan sambil terus melakukan operasi perlawanan. Bakkhides yang frustasi dilaporkan menumpahkan kemarahannya pada kaum Helenis, dan dilaporkan menewaskan lima puluh pemimpin mereka akibat frustrasi. Yonatan dan Simeon berpikir lebih baik untuk mundur lebih jauh, dan dengan demikian memperkuat di padang pasir suatu tempat yang disebut Bet-hogla;[7] di sana mereka dikepung beberapa hari oleh Bakkhides.
Yonatan menyadari bahwa Bakkhides menyesal telah berangkat perang. Ia menghubungi jenderal saingannya dengan menawarkan sebuah perjanjian perdamaian dan pertukaran tawanan perang. Bakkhides dengan mudah setuju dan bahkan mengambil sumpah untuk tidak pernah lagi berperang melawan Yonatan. Ia dan pasukannya kemudian meninggalkan Yudea. Yonatan yang menang sekarang mengambil tempat tinggalnya di kota tua Mikhmas. Dari sana ia berusaha untuk membersihkan negeri itu dari "orang kafir dan murtad".[8]
Imam Besar
Yonatan rupanya menggunakan masa damai ini untuk keuntungan yang baik, karena ia segera memiliki kekuatan besar. Peristiwa eksternal penting membawa buah desain kaum Makabe. Hubungan Demetrios I Soter dengan Attalus II Philadelphus dari Pergamum (memerintah 159 - 138 SM), Ptolemaios VI dari Mesir (memerintah 163 - 145 SM) dan penguasa bersamanya, Kleopatra II dari Mesir, memburuk.
Mereka mendukung saingannya penuntut tahta, Alexander (Alexandros) Balas, yang mengaku putra Antiokhos IV Epifanes dan sepupu pertama dari Demetrios.
Demetrios sekarang dipaksa untuk memanggil pulang garnisun Yudea, kecuali yang di benteng Akra di Yerusalem dan di Beth-zur. Ia juga membuat tawaran untuk loyalitas Yonatan, yang diizinkannya untuk merekrut tentara dan mengambil para sandera yang ditahan di benteng Akra. Yonatan dengan senang hati menerima ketentuan ini dan bertempat tinggal di Yerusalem pada tahun 153 SM. Dia segera mulai membentengi kota itu.
Alexander Balas juga menghubungi Yonatan bahkan lebih menguntungkan. Termasuk pengangkatan resmi sebagai Imam Besar di Yerusalem. Yonatan menarik dukungan dari Demetrios dan mendeklarasikan kesetiaan kepada Alexander. Yonatan adalah anggota pertama dari dinastinya yang mendapatkan penunjukan sebagai "Imam Besar". Gelar itu tidak hanya nominal. Yonatan resmi menjadi pemimpin umatnya dan kaum Helenistik tidak bisa lagi menyerangnya tanpa konsekuensi berat. Pada Hari Raya Pondok Daun 153 SM, Yonatan mengenakan pakaian Imam Besar dan menjalankan tugas resmi untuk pertama kalinya. Tidak diketahui siapa yang digantikan oleh Yonatan sebagai Imam besar, meskipun beberapa ahli menyarankan bahwa ini adalah Guru Kebenaran, yang kemudian menjadi pendiri Eseni. Dalam teori ini, Yonatan dianggap "Imam yang Jahat".[9]
Jonathan memilih berpihak pada Alexander Balas, karena tidak percaya kepada Demetrius, yang dalam surat keduanya membuat janji-janji bahwa sukar ditepati dan mengakui hak-hak istimewa yang hampir mustahil.[10] Demetrios kemudian kehilangan takhtanya dan nyawanya pada tahun 150 SM. Alexander Balas menang dan menjadi satu-satunya penguasa Kekaisaran Seleukia. Ia diberi kehormatan lebih dalam bentuk pernikahan dengan Cleopatra Thea, putri sekutu-sekutunya Ptolemaios VI dan Kleopatra II.
Pernikahan berlangsung di Ptolemais di hadapan Ptolemaios VI. Yonatan diundang tapi tiba setelah upacara pernikahan saat perayaan sedang berlangsung. Ia muncul dengan hadiah bagi kedua raja, dan diizinkan untuk duduk sederajat di antara mereka; Balas bahkan mengenakan jubah kerajaannya sendiri padanya dan juga memberikan kepadanya kehormatan yang tinggi. Dia tidak mau mendengarkan pihak Helenistik yang masih menuduh Jonathan, tapi mengangkat Jonathan sebagai strategos dan "meridarkh" (yaitu, gubernur sipil di provinsi; rincian ini tidak ditemukan dalam catatan Yosefus), dan mengantarkannya kembali dengan kehormatan ke Yerusalem.[11]
Kemenangan atas Apollonius
Yonatan terbukti bersyukur. Pada tahun 147 SM, Demetrios II Nikator, putra Demetrios I Soter, mulai mengklaim tahta terhadap Alexander Balas. Apollonius Taos, gubernur Coele-Suriah mungkin mendukung Demetrios, tapi dia menggunakan kesempatan itu untuk menantang Yonathan bertempur, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mungkin sesekali meninggalkan pegunungan dan berjalan-jalan ke dataran.[12]
Yonatan dan Simeon memimpin kekuatan 10.000 pasukan menyerang Jaffa di mana pasukan Apollonius bermarkas. Tidak mengira diserang begitu awal dalam permusuhan ini, Jaffa tidak siap untuk menghadapi pengepungan. Gerbang-gerbang dibuka sukarela di hadapan pasukan Yahudi karena ketakutan.
Namun kemenangan itu belum bisa dipastikan. Apollonius menerima bala bantuan dari Asdod (Azotus) dan muncul di dataran dengan memimpin 3.000 orang. Mereka jelas kalah jumlah tapi Apollonius bergantung pada kekuatan kavaleri tangguhnya yang memaksa Yonatan untuk terlibat dalam pertempuran. Yonatan menyerang, merebut dan membakar Asdod bersama dengan kuil Dagon setempat dan desa-desa sekitarnya.
Sebagai hadiah kemenangannya, Alexander Balas memberikan kota Ekron bersama dengan wilayah luarnya kepada Imam Besar yang menang itu. Orang-orang Asdod dengan sia-sia mengeluh kepada Raja Ptolemaios VI, yang telah datang untuk berperang melawan menantunya, Alexander Balas, bahwa Yonatan telah menghancurkan kota dan kuil mereka. Yonatan dengan damai bertemu Ptolemaios di Jaffa dan menemaninya sejauh Sungai Eleutherus. Dia kemudian kembali ke Yerusalem, menjaga perdamaian dengan Raja Mesir meskipun dukungan mereka kepada pesaing yang berbeda untuk tahta Seleukia.[13]
Di bawah Demetrios II
Pada tahun 145 SM, Pertempuran Antiokhia mengakibatkan kekalahan akhir dari Alexander Balas oleh kekuatan mertuanya, Ptolemaios VI. Ptolemaios sendiri gugur dalam pertempuran. Demetrios II Nikator tetap satu-satunya penguasa Kekaisaran Seleukia dan menjadi suami kedua Cleopatra Thea.
Yonatan yang tidak mempunyai piutang terhadap raja Seleukia yang baru dan mengambil kesempatan ini untuk mengepung benteng Seleukia di Yerusalem yang merupakan simbol kekuasaan Seleukia atas Yudea. Tempat itu dijaga kuat oleh garnisun tentara Seleukia dan menawarkan suaka bagi orang Yahudi Helenis.[14] Demetrius sangat marah, ia muncul dengan tentara di Ptolemais dan memerintahkan Yonatan untuk datang menghadap dia. Tanpa membatalkan pengepungan, Yonatan, disertai oleh para tua-tua dan imam-imam, pergi menghadap raja, dan menenangkankannya dengan hadiah-hadiah, sehingga raja tidak hanya menegaskan jabatannya sebagai Imam Besar, tetapi memberikan kepadanya tiga toparkhi Samaria, yaitu Pegunungan Efraim, Lod, dan Ramataim-Zofim. Sebagai ganti hadiah 300 talenta seluruh negeri dibebaskan dari pajak, pembebasan itu dikonfirmasi dalam sebuah surat yang dilestarikan dalam Kitab 1 Makabe dan tulisan Yosefus.[15]
Namun, segera setelahnya, muncul seorang muda yang menuntut tahta Seleukia, Antiokhos VI Dionysos, putra Alexander Balas dan Cleopatra Thea. Dia berusia sedikitnya tiga tahun, tapi jenderal Diodotos Tryphon menggunakannya untuk meraih tahta bagi dirinya sendiri. Dalam menghadapi musuh baru ini, Demetrios tidak hanya berjanji untuk menarik pasukan dari Yerusalem, tetapi juga menyebut Yonatan sekutunya dan memintanya untuk mengirim pasukan. Yonatan mengirim 3.000 pasukannya melindungi Demetrios di ibu kota, Antiokhia, terhadap bawahannya.[16]
Dukungan untuk Tryphon
Karena Demetrios II tidak menepati janjinya, Jonathan berpikir lebih baik mendukung raja baru ketika Diodotos Tryphon dan Antiokhos IV merebut ibu kota. Sekutu baru ini mengkonfirmasi semua haknya dan mengangkat abangnya, Simeon, sebagai strategos wilayah pantai, dari "Ladder dari Tirus" sampai perbatasan Mesir. Yonatan dan Simeon berkeliling wilayah itu untuk menghapus garnisun-garnisun Demetrios II; Ashkelon menyerah secara sukarela sementara Gaza diambil secara paksa. Yonatan mengalahkan pasukan Demetrios II yang menyerbu dari utara, di dataran Hazar, dan mengusir mereka kembali menyeberangi sungai Eleutherius. Sementara itu, Simeon merebut benteng Beth Zur dan mengganti garnisun Demetrios II dengan pasukannya sendiri.[17]
Sumber-sumber melaporkan bahwa Yonatan mencari aliansi dengan orang asing pada saat ini. Ia memperbaharui perjanjian dengan Republik Romawi, dan bertukar pesan ramah dengan Sparta dan tempat-tempat lain.[18]
Penangkapan oleh Diodotus Tryphon dan kematian
Pada tahun 143 SM, Diodotos Tryphon pergi dengan tentaranya ke Yudea dan mengundang Yonatan ke Scythopolis untuk suatu konferensi persahabatan, dan membujuknya untuk menyuruh pulang pasukannya sebanyak 40.000 orang, menjanjikan untuk memberikan dia Ptolemais (Akko) dan benteng-benteng lainnya. Yonatan jatuh ke dalam perangkap, ia hanya membawa 1.000 orang ke Ptolemais, semuanya dibunuh; ia sendiri ditawan.[19]
Ketika Diodotos Tryphon hendak memasuki Yudea di Hadid, ia berhadapan dengan pemimpin Yahudi baru, Simon Thassi, sedia untuk pertempuran. Tryphon, menghindari pertempuran, menuntut seratus talenta dan dua putra Yonatan sebagai sandera, dengan imbalan bahwa ia berjanji untuk membebaskan Yonatan. Meskipun Simon tidak mempercayai Tryphon, dia memenuhi permintaan supaya ia tidak akan dituduh menyebabkan kematian saudaranya. Tapi Tryphon tidak membebaskan tahanan; marah bahwa Simon memblokir jalan di mana-mana dan bahwa ia tidak bisa mencapai apa-apa, dia menghukum mati Yonatan di Baskama, di wilayah sebelah timur sungai Yordan.[20] Yonatan dimakamkan oleh Simon di Modi'in. Tidak diketahui mengenai nasib dua putranya yang ditawan. Salah satu putrinya adalah nenek moyang dari Flavius Yosefus.[21]
^("Bet Ḥoglah" untuk Βηϑαλαγά, bethalaga dalam Yosefus; 1 Makabe memuat Βαιδβασὶ, Baidbasi, mungkin = Bet Bosem atau Bet Bassim ["rumah rempah-rempah"], dekat Yerikho atau Beth-basi (Βαιθβασί - 1 Makabe 9:62, 64) artinya "rumah rawa-rawa." Berdasarkan https://www.biblicaltraining.org/library/bethbasi "Menurut G. A. Smith ada sebuah Wady el-Bassah sebelah timur Tekoa di padang gurun Yudea. Nama itu berarti "rawa-rawa" ("marsh") yang dianggap tidak mungkin oleh Dr. Smith, dan sesungguhnya 'suatu gema dari nama kuno.'" - Lebih lanjut lihat: http://www.biblicalcyclopedia.com/B/bethbasi.html )
^1 Makabe 9:55-73; Yosefus, l.c. xiii. 1, §§ 5-6). Sumber utama, Kitab 1 Makabe, mengatakan bahwa dengan ini "pedang berhenti di Israel"; dan nyatanya tidak ada laporan mengenai lima tahun berikutnya (158 - 153 SM