Wahidin Halim
Wahidin Halim (lahir 14 Agustus 1954) adalah seorang wirausahawan dan politisi asal Indonesia yang pernah menjabat sebagai Gubernur Banten dari 2017 sampai 2022.[1][2] Dia terpilih bersama dengan Andika Hazrumy sebagai gubernur dan wakil gubernur Banten pada Pilgub Banten 2017 dan berhasil mengalahkan sang petahana, Rano Karno. Menjelang akhir masa jabatannya, Wahidin meresmikan Stadion Internasional Banten. Dalam kiprahnya berpolitik, pria yang populer dengan nama akronim WH ini menyertai Partai Demokrat.[3] Pada 2022, Wahidin mengumumkan keluar dari Partai Demokrat dan secara resmi bergabung dengan Partai NasDem.[4] Wahidin sempat menduduki jabatan sebagai Sekretaris Daerah Kota Tangerang sebelum akhirnya terpilih sebagai Wali Kota Tangerang selama dua periode berturut-turut. Setelahnya, ia maju sebagai calon legislatif untuk daerah pemilihan Banten III yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Wahidin berhasil memenangkan pemilihan umum dan duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Di tengah masa jabatannya, ia mundur sebagai anggota legislatif untuk mencalonkan diri menjadi calon gubernur yang diusung oleh Partai Demokrat pada Pemilihan Umum Gubernur Banten 2017.[5] Masa kecilDi masa kecilnya, Wahidin dibesarkan di lingkungan budaya Betawi, manakala ayahnya, Djiran Bahruji yang merupakan seorang guru merupakan putra asli Betawi.[6] Ia memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Pinang, yang kala itu gedung sekolahnya berdinding bambu dan beralaskan tanah. Setelah tamat SD, ia melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di Ciledug pada 1966. Selama bersekolah di SMP Persiapan Ciledug (cikal bakal berdirinya SMP Negeri 3 Tangerang) Wahidin berangkat ke sekolah tanpa kendaraan dan terbiasa berjalan kaki. Wahidin pernah menjadi juara pidato tingkat anak-anak di desanya. Masa kecil Wahidin juga diisi dengan mencari rumput, menggembala kerbau peliharaan sang ayah, dan mandi di Sungai Angke. Saat remaja, ia menjadi anggota Karang Taruna dan menjadi seorang remaja masjid.[7] Masa muda dan kuliahSelepas menamatkan sekolah menengah pertama, Wahidin melanjutkan pendidikannya ke SMA Pribadi di Tangerang. Dia lulus dari SMA pada tahun 1972. Setelahnya, Wahidin muda tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia untuk program strata satu dan wisuda pada 1982. Saat kuliah, Wahidin aktif di organisasi kemahasiswaan, salah satunya menjadi remaja masjid di kampus. Ia juga menjadi Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia dan menjadi salah satu pengurus Komite Nasional Indonesia Pusat. Ia juga menjadi Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid Al-Jihad, Pinang, Tangerang dan Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid Al-Azhom, Tangerang. Wahidin juga berlatih Pencak Silat sejak kecil dan ia menjadi Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia Cabang Kabupaten Tangerang. Ia Bahkan sejak tahun 1970-an, ia juga telah mendirikan padepokan silat di sebelah rumahnya. Wahidin membentuk sebuah lembaga kemasyarakatan, yakni Yayasan Kemanusiaan Nurani Kami pada tahun 1977. Yayasan ini bergerak memberikan beasiswa kepada pelajar pra sejahtera, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada 1978, Wahidin didaulat oleh warga desanya untuk ikut serta dalam pencalonan sebagai Kepala Desa. Tak disangka, ia memperoleh kemenangan dan terpilih menjadi kepala desa. Wahidin menjadi kepala desa termuda dan berpendidikan tinggi pertama di Tangerang. Di samping pekerjaannya sebagai kepala desa, ia juga mengajar di SMP dan SMA PGRI di daerah asalnya. Tiga tahun kemudian, ia menikahi Niniek Nuraini yang merupakan teman kuliahnya dan dari pernikahan mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Luky Winiastri, Nesya Sabina, dan Muhammad Fadhlin Akbar. Saat menjadi Wali Kota Tangerang, ia melanjutkan kuliah di Universitas Satyagama untuk program studi Magister Ilmu Pemerintahan dan lulus pada 2009, serta menamatkan program studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Padjadjaran dengan menyandang gelar Doktor pada 2013.[7] Karier awalPengangkatannya menjadi pegawai negeri sipil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Selepas menjabat sebagai kepala desa, Wahidin diamanatkan menjadi lurah di Pinang pada 1981. Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 11 April 1988, ia termasuk pegawai negeri sipil di dalam jajaran birokrat Kota Administratif Tangerang. Saat itu, ia menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pajak hingga berlanjut menduduki jabatan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) pada tanggal 12 November 1988. Kemudian, ia dimutasi dari jabatannya dan diangat sebagai Kepala Bagian Pembangunan pada 1991. Pada 1993, Wahidin ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk menjabat Camat Tigaraksa dan Camat Ciputat pada 1995. Di Kabupaten Tangerang, ia menduduki posisi Kepala Dinas Kebersihan (1997) dan Asisten Tata Prasarana (1998), sebelum akhirnya kembali menjadi Sekretaris Daerah Kota Tangerang pada 2003.[7] Karier politikWali Kota Tangerang (2003–2013)Wahidin Halim terpilih sebagai Wali Kota Tangerang pada tahun 2003-2004. Saat itu, sistem pemilihan wali kota masih dilakukan oleh wakil rakyat di parlemen, yakni DPRD. Ketika itu, ada tiga kandidat calon Wali Kota dan wakil Wali Kota, antara lain pasangan Fakhrudin-Sadjiran Tarmiji, Rusman Umar-Mad Sani Mahmud dan Wahidin Halim-Deddy Syafei. Dalam proses pemilihan itu, pasangan Wahidin Halim-Deddy Syafei unggul telak dengan memperoleh 34 suara. Sedangkan, kedua lawannya masing-masing hanya mendapat empat suara.[8] Wahidin menjadi wali kota diusung Partai Golkar. Belakangan, Wahidin kepincut Partai Demokrat yang dideklarasikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada 9 September 2001.[9] “Karakter dan pemikiran-pemikiran SBY tentang pembangunan bangsa dan negara telah menginspirasi saya. Saya pun kemudian memberikan dukungan moril kepada SBY dengan mendirikan ‘Gema Cinta SBY’ saat SBY mendeklarasikan diri maju sebagai Calon Presiden pada Pemilu 2004,” ujar Wahidin. “Walaupun saat itu saya belum menjadi kader Demokrat.”[10] Sejumlah program dibuatnya, seperti meneruskan pembangunan infrastruktur jalan pinggir sungai Cisadane. Gaya kepemimpinan Wahidin yang sering turun ke bawah (turba) meningkatkan popularitasnya di masyarakat. Aspirasi masyarakat Kota Tangerang inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Wahidin dalam membuat program pembangunan. Ada segudang program pembangunan pro rakyat dibuat. Antara lain dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Dalam bidang pendidikan, sedikitnya ada tiga program pembangunan spektakuler yang dibuat Wahidin. Antara lain program pembangunan 221 sekolah baru, meniadakan biaya sumbangan pembangunan pendidikan atau SPP dan peningkatan kesejahteraan guru. Saat menjadi wali kota, alokasi anggaran pendidikan meningkat dengan anggaran untuk pendidikan yang dialokasikan dalam APBD menjadi 45%, lebih besar dari yang diatur undang-undang yaitu 20%. Ini adalah angka pengalokasian tertinggi dalam bidang pendidikan secara nasional. Tak berhenti sampai disitu, uang insentif untuk guru meningkat dari yang sebelumnya hanya Rp50 ribu menjadi Rp500 ribu pada tahun 2012 untuk guru negeri dan swasta. Pada pemilihan Wali kota Tangerang pada Oktober 2008, Wahidin menggandeng Arief Rachadiono Wismansyah, seorang pengusaha pemilik Rumah Sakit di Tangerang. Wahidin-Arief menang mutlak dengan memperoleh 87.9% suara, diusung Partai Golkar dan delapan partai besar lainnya. Pasangan tersebut mengalahkan dua pasangan rivalnya Bonnie Mufidjar-Diedy Faried Wajdi (PKS) dan Ismet Sadeli Hasan-Mahfud Abdullah (independen).[11] Pada Februari 2009, dunia pendidikan Kota Tangerang kembali mendapatkan apresiasi dari Presiden SBY. Saat itu SBY memberikan bantuan senilai Rp 1,8 miliar kepada SMKN 3 Kota Tangerang atas prestasinya sebagai sekolah yang berhasil meraih predikat ISO 9001-2008 dari Worldwide Quality Assurance. Ini adalah SMKN pertama di Indonesia yang mendapat ISO. “Saya merasa bangga karena bisa berkunjung ke SMKN 3, yang merupakan salah satu sekolah berprestasi,” ujar Persiden SBY. Dalam kunjungan itu, SBY memuji lagi kinerja Wali Kota Wahidin. Bahkan saat kunjungan itu, SBY meminta Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah berbangga dengan prestasi yang telah dicapai Kota Tangerang dalam bidang pendidikan. “Selamat kepada saudara Wali Kota Tangerang yang telah menselaraskan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan, sehingga keberhasilannya sangat tampak sekali,” puji sang Presiden. Dalam bidang kesehatan, terdapat dua program unggulan. Pertama, menggratiskan biaya kesehatan untuk seluruh masyarakat Kota Tangerang dan pembangunan 1000 Posyandu serta pemberian uang insentif kepada kader Posyandu. Program menggratiskan biaya kesehatan untuk seluruh warga kota dimulai tahun ini. Siapa saja warga kota yang sakit dapat berobat gratis di puskesmas dan rumah sakit yang telah bekerja sama dengan pemerintah kota. Biaya rawat inap pun digratiskan bagiwarga kota, kaya maupun miskin, asal di kelas 3. Pada tahun 2013, Wahidin Halim menargetkan penyelesaian pembangunan Rumah Sakit Umum Tangerang tanpa kelas pertama di Indonesia. Bangunan terdiri delapan lantai tersebut rencananya menjadi rumah sakit tanpa kelas pertama di Indonesia. Semua masyarakat Kota Tangerang akan mendapatkan pelayanan gratis saat berobat di RSU senilai 140 miliar tersebut yang dibangun sejak tahun 2012. Bangunan setinggi delapan lantai berdiri di antara kawasan Kolam Renang Tirta Mas di kawasan Modern Land, Kota Tangerang.[12] Rumah Sakit Umum tersebut tetapi pada akhirnya selesai dan mulai beroperasi serta diresmikan tahun 2014 oleh Wali kota penerusnya Arief Wismansyah[13] Selain program-program spektakuler di dua bidang itu, yakni pendidikan dan kesehatan, Wahidin juga banyak membuat terobosan program pembangunan yang berpihak kepada masyarakat, seperti pemberian insentif kepada ketua RT dan RW. Di bidang kebersihan, Wahidin berhasil mendapat penghargaan dari Presiden SBY atas prestasi menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) 2010 di Istana Presiden. Wahidin mengungkapkan, dengan diraihnya penghargaan ini, menunjukkan bahwa Kota Tangerang benar-benar concern dan tak main-main dalam hal pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup, serta selalu mengajak masyarakat terlibat di dalamnya. Kota Tangerang juga mendapatkan Adipura, penghargaan Lingkungan Hidup paling bergengsi. Wahidin mengatakan, Kota Tangerang pernah mendapatkan julukan kota terkotor pada tahun 2006. Namun, dengan adanya stigma tersebut, Kota Tangerang berusaha bangkit untuk membangun kota yang tadinya kotor menjadi kota yang bersih.[14] Dalam Musyawarah Daerah Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat (DPD PD) Banten tahun 2011, Wahidin Halim ditunjuk secara aklamasi sebagai Ketua DPD PD Banten.[15] Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (2014–2016)Pada September 2013, Wahidin mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wali Kota Tangerang untuk maju sebagai calon legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilu Legislatif 2014. Wahidin maju mewakili Partai Demokrat dari daerah pemilihan Banten III yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Hal inilah yang mengharuskan dia untuk mundur dari jabatannya sebagai Wali Kota Tangerang.[16] Ia mendapatkan 84.025 suara melebihi perolehan suara partainya, yakni Partai Demokrat yang mencapai 25.047 suara.[17] Pelantikan dilakukan pada 1 Oktober 2014 bersama dengan 559 anggota legislatif lainnya untuk masa jabatan 2014–2019. Di DPR, ia menjabat sebagai wakil ketua Komisi II DPR.[18] Ketika pencalonannya sebagai gubernur Banten pada Pilgub Banten 2017, ia mengajukan pengunduran dirinya pada September 2016[19] dan digantikan oleh Hartanto Edhie Wibowo melalui pergantian antar waktu.[20] Gubernur BantenPencalonanWahidin yang masih menjabat sebagai Wali Kota Tangerang mengumumkan niatnya untuk maju sebagai calon gubernur pada Pilgub Banten 2011.[21] Ia melakukan safari politik dengan Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Kebangkitan Bangsa, kecuali Partai Golongan Karya yang berpeluang besar mengusung kembali Ratu Atut Chosiyah. Pengajuan cuti sebagai Wali Kota dilakukannya untuk pencalonan gubernur dari 5 sampai 18 Oktober 2011 dan posisinya sementara dijabat oleh wakilnya, Arief Wismansyah.[22] Pada akhirnya, ia memilih Irna Narulita sebagai calon wakil gubernur mendampinginya.[23] Mereka diusung oleh Partai Demokrat dan mendapat nomor urut dua.[24] Hasil rekapitulasi suara atas pasangan calon Wahidin dan Irna mengungguli kedua pasangan calon lainnya di Kota Tangerang.[25] Meski demikian, perolehan suara mereka belum bisa menggeser posisi suara mayoritas yang dimenangkan oleh pasangan calon Ratu Atut dan Rano Karno di Banten. Pada 30 Oktober 2011, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan kemenangan pasangan calon Ratu Atut dan Rano Karno.[26] Hal ini membuat Wahidin dan Irna tidak terima atas keputusan yang telah diumumkan tersebut. Mereka mengajukan gugatan atas hasil rekapitulasi suara kepada Mahkamah Konstitusi.[27] Namun, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak gugatan mereka dan memenangkan Ratu Atut dan Rano Karno.[28] Pada 2015, Wahidin mengutarakan niatnya untuk maju kembali pada Pilgub Banten 2017.[29][30] Kemudian, ia memilih Andika Hazrumy, anak dari Ratu Atut yang juga mantan rivalnya sebagai calon wakil gubernur pendampingnya.[31] Mereka dideklarasikan pada 22 September 2016, serta diusung oleh Partai Golongan Karya, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Amanat Nasional.[32] Ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah perpolitikan Banten, bahwa Partai Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak berada dalam koalisi yang sama untuk mengusung salah satu pasangan calon.[33] Kemenangan berpihak pada Wahidin dan Andhika. Berdasarkan perolehan suara hasil rekapitulasi Pilgub Banten 2017, mereka mendapatkan 2.411.213 atau 50,95% suara, meskipun hanya unggul di Kota Tangerang dan Kabupaten Serang.[34] Pengalaman Organisasi
Bibliografi
PenghargaanTanda kehormatan
Gubernur BantenBerikut ini adalah daftar penghargaan Wahidin ketika menjabat sebagai Gubernur Banten selama masa kepemimpinannya:
Wali Kota TangerangBerikut ini adalah daftar penghargaan Wahidin ketika menjabat sebagai Wali Kota Tangerang selama masa kepemimpinannya:[42][43] Pemerintahan dan Pelayanan Publik
Perekonomian dan Keuangan Daerah
Pemuda, Olahraga, Budaya
Pendidikan
Kesehatan dan Lingkungan Hidup
KontroversiTuduhan KorupsiSaat Pilgub Banten 2011, Wahidin dituding terlibat korupsi dalam Pengadaan Lahan Bandara Soekarno Hatta tahun 2002.[44] Pembebasan lahan ditangani Tim Sembilan yang terdiri atas Pemkot Tangerang, PT Angkasa Pura II, dan BPN Tangerang. Wahidin yang saat itu menjabat Sekretaris Daerah Kota Tangerang menjadi Ketua Tim Sembilan. Kasus bermula dari Polda Metro Jaya yang pada tahun 2006 mencium adanya penyelewengan dana untuk pembebasan lahan bandara seluas 80 hektar yang terjadi sejak tahun 2002 dan merugikan negara sebesar Rp 2,537 milliar. Ditetapkan 8 tersangka dari Pegawai Dinas Pertanian, BPN, Angkasa Pura serta Lurah dan Camat di Kota Tangerang dengan dakwaan melakukan penggelembungkan biaya pembebasan lahan dengan mengubah status tanah dari tanah sawah dan tanah rusak (bekas empang) menjadi tanah darat, sehingga harganya menjadi lebih tinggi. Wahidin sempat kabarnya akan dipanggil Polda Metro sebagai saksi dan menyatakan keiapannya,[45] meskipun sempat terkendala izin pemeriksaan kepala daerah dari Presiden.[46] Tahun 2008, pada putusan Kasasi, Mahkamah Agung memutus bebas 2 tersangka dari Angkasa Pura sebelumnya.[47] Pada tahun 2011, Kejaksaan Negeri Tangerang mengumumkan adanya kemungkinan tersangka baru. Staf Khusus Wali kota Tangerang yang menjadi Ketua BPLHD Tangerang, Affandi Permana yang saat 2002 menjabat Sekretaris Tim Sembilan dijadikan tersangka bersama seorang pegawai Angkasa Pura II Sukohadi. Akan tetapi karena tidak cukup bukti, kejaksaan menerbitkan SP3 dan mengubah status mereka menjadi tidak tersangka.[48] Saat Pilgub 2011, Massa Demonstran melaporkan Wahidin ke KPK dan mendesak KPK untuk mengambil alih “Kami melaporkan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan bandara dengan nomor aduan 2011-08-000320,”,[49] agar pengungkapan perkara selama ini sebatas menjerat sejumlah pejabat di tingkat bawah atau pelaksana lapangan, bukan substansi pejabat yang tersangkut perkara. Massa juga mendesak Kejaksaan Negeri tidak pilih kasih dalam pemeriksaan. Selain hal tersebut, Sejumlah kalangan juga mulai mempersoalkan banyaknya kejanggalan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang. Indikasi tersebut dapat dilihat dari pengalokasian dana hibah dan bantuan sosial yang begitu besar sampai 300%. Kenaikan ini sangat fantastis karena sebelumnya dana hibah hanya berkisar 13,38 miliar pada tahun 2011 bertambah menjadi Rp 45,67 miliar atau naik sebesar Rp 32,9 miliar. Sejak KPK menerima laporan tersebut pada 2011, kasus ini tidak ada kelanjutan kabar sampai sekarang Polemik Pilwalkot Tangerang 2013Saat Pilkada Kota Tangerang tahun 2013, Wahidin tidak maju kembali, dan Wakil Wali kota Arief Wismansyah memiliki peluang yang baik.[50] Wakil Wali kota Tangerang Arief maju bersama Camat Pinang, Sachrudin. Wahidin tidak memberikan izin pasangan Arief yang merupakan seorang PNS untuk mundur dan maju dalam Pilkada untuk periode 2013-2018.[51] Padahal pasangan tersebut diusung Partai Demokrat yang dimana DPP dan DPC sudah memberikan persetujuan tetapi Wahidin (yang juga Ketua DPD Banten) dan atasan PNS tidak memberikan dukungan dengan cara memberikan izin. Wahidin mendukung adiknya sendiri Abdul Syakur yang diusung Golkar untuk maju sebagai Wali kota dan terang-terangan tidak mendukung Arief. "Ini hak politik saya sebagai warga negara. Analoginya, kalau ada tetangga dan saudara mencalonkan diri (jadi wali kota), ya, saya pilih adik saya," kata Wahidin.[52] KPUD Tangerang menggugurkan pasangan Arief-Sachrudin karena tidak memenuhi syarat administratif yaitu surat pemberhentian dari PNS. Arief menganggap adanya rekayasa politik dan protes dengan keputusan tersebut serta menggugat KPUD ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Demonstran menuding adanya upaya membentuk dinasti politik di Kota Tangerang[53] Hasil pemeriksaan, DKPP mencopot semua Komisioner KPUD Tangerang karena adanya pelanggara etik dan menyerahkan pelaksanaan Pilkada ke KPUD Banten.[54] Arief-Sachrudin kemudian dipulihkan hak konstitusionalnya dan menjadi calon lagi.[55] Selain itu, Wahidin memutuskan kontrak Pemkot Tangerang dengan 4 RS milik Arief atas tuduhan bermain politik dan banyak memiiki hutang pembayaran, pendapat sebaliknya dari Arief mengatakn RS tersebut berkinerja baik, mempunyai ruang dan kamar terbanyak dan memberikan pelayanan gratis.[56] Hasil Pilkada yaitu Arief memenangkan Pilkada ini karena ada sentimen "terzalimi"[57] Akan tetapi, Arief tetap mengapresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada Wahidin Halim atas pengabdiannya pada Tangerang, saat LKPJ masa akhir jabatan Wali kota Tangerang[58] Wahidin akhirnya mendukung pelantikan Arief-Sachrudin dan berharap mereka dapat berkomitmen untuk masyarakat dan dapat melanjutkan apa yang sudah dikerjakannya [59] Polemik Pendaftaran Calon Legislatif Pemilu 2014Saat akan mendaftarkan diri jadi Calon Legislatif di Pemilu 2014, proses pengunduran dirinya sebagai wali kota telah diproses hingga disahkan di sidang paripurna DPRD Kota Tangerang. Namun, sesaat sebelum DCT diumumkan, Wahidin menyatakan dirinya mundur sebagai Caleg, merasa sudah cukup 30 tahun karier politiknya dan ingin mengajar.[60] Pada saat pengumuman, Beliau ditetapkan masuk dalam DCT (Daftar Calon Tetap) dari KPU. Menteri Dalam Negeri merasa kecolongan dan meminta Wahidin mundur dari Wali kota Tangerang.[61] Komisioner KPU mengatakan pengunduran diri tidak bisa dilakukan sepihak pasca ditetapkan DCT. ”Setelah melayangkan surat pengunduran diri sebagai Wali kota karena mendaftar sebagai caleg, dan akhirnya mengundurkan diri sebagai caleg, tapi namanya tetap ada di DCT, pengunduran diri Wahidin Halim sebagai Wali kota tidak dapat ditarik kembali. Ia harus segera mundur sebagai Wali kota Tangerang sesuai Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 Pasal 51 ayat (1) huruf k jo Pasal 51 ayat (2) huruf h UU Pemilu, yakni surat pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali,” tegas Ray, Pengamat Politik Lingkar Madani. Ketua DPR yang juga Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie menuding ketidakdewasanya Wahidin dalam berpolitik.[62] Wahidin juga langsung dicopot dari posisinya Ketua DPD Partai Demokrat Banten, dalam rapat yang disaksikan langsung oleh Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono. Surat tersebut ditandatangani Ketua Harian dan Sekjen tanggal 27 Agustus 2013. Alasan pencopotannya yaitu dikarenakan penolakan Wahidin atas instruksi partai ketika Pilkada Tangerang 2013 untuk mendukung Arief, Wahidin yang melecehkan partai karena mengundurkan diri dari DCT Pileg 2014 serta melanggar pakta integritas yang sudah ditandatangani.[63][64] Referensi
|