Jika Anda ingin memeriksa artikel ini, Anda boleh menggunakan mesin penerjemah. Namun ingat, mohon tidak menyalin hasil terjemahan tersebut ke artikel, karena umumnya merupakan terjemahan berkualitas rendah.
Terorisme negara (Bahasa Inggris:state terrorism), tergantung pada konteksnya sesungguhnya, dapat mencakup tindakan-tindakan kekerasan atau penindasan yang dilakukan oleh suatu pemerintahan atau negara proksi. Sejauh mana suatu tindakan tertentu dapat dianggap sebagai "terorisme" tergantung pada apakah si pemenang menganggap tindakan itu dapat dibenarkan atau perlu, atau sejauh mana tindakan teroris itu dilakukan sebagai bagian dari suatu konflik bersenjata. Terorisme negara dapat ditujukan kepada penduduk negara yang bersangkutan, atau terhadap penduduk negara-negara lainnya. Terorisme itu dapat dilakukan oleh angkatan bersenjata negara itu sendiri, misalnya angkatan darat, polisi, atau organisasi-organisasi lainnya, dan dalam hal ini biasanya ia disebut sebagai terorisme yang disponsori negara.
Kita harus membedakan terorisme negara dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh agen-agen pemerintah yang tidak secara khusus ditetapkan dalam kebijakan pemerintah. Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang polisi, misalnya, tidak dianggap sebagai terorisme negara kecuali bila pemerintah mendukung tindakan itu.
Batas-batas dan definisi
Terorisme negara, seperti terorisme umumnya, bersifat kontroversial, dan untuk itu tidak ada definisi yang diterima umum. Sering tindakan-tindakan yang dianggap oleh para kritik sebagai teror, dibela oleh para pendukungnya sebagai pertahanan yang sah melawan apa yang dianggap sebagai ancaman. Banyak yang berpendapat bahwa dalam suatu konflik bersenjata negara tidak dapat melakukan tindakan teror apabila tindakan-tindakan angkatan bersenjatanya dilakukan dalam batas-batas hukum perang.
Tindakan-tindakan yang dianggap terorisme negara
Argentina
"Perang Kotor" di Argentina pada tahun 1970-an adalah contoh klasik tentang penggunaan taktik-taktik teror oleh negara terhadap rakyatnya sendiri. Pada 1976, militer Argentina menggulingkan pemerintahan Isabel Peron dan melakukan kampanye terhadap semua orang yang dicap subversif, yang dianggap membentuk basis sosial untuk pemberontakan kiri dengan kekerasan.
Indonesia
Pembunuhan atas anggota-anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), yang termasuk salah satu partai berkuasa, dari 1965 - 1969 diduga telah menghilangkan nyawa satu juta orang dan digambarkan sebagai "pogrom anti-komunis". Jumlah korban yang resmi sekurang-kurangnya adalah 500.000 orang.
Pemerintah Indonesia juga dituduh telah melakukan terorisme negara untuk mengendalikan dan menindas beberapa kelompok separatis, yaitu Aceh (Sumatra), Timor Timur dan Papua (Irian Jaya).
Selain itu pada 1998 sejumlah 24 aktivis diculik dan hilang (sebagian telah kembali), antara lain Pius Lustrilanang, Widji Thukul, Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, dll. yang kesemuanya diduga dilakukan sebagai bagian dari terorisme negara untuk menindas perlawanan rakyat terhadap rezim yang berkuasa saat itu.
Israel terlibat dalam operasi militer dan taktik-taktik yang kontroversial. Menurut mantan Menteri Pendidikan Israel Shulamit Aloni, "teror yang digunakan Israel di wilayah Palestina lebih buruk dari terorisme Palestina." [1]Perdana MenteriTurkiRecep Tayyip Erdoğan dan pendiri CNNTed Turner juga menunjuk tindakan-tindakan Israel sebagai terorisme negara.[2][3] Contoh tindakan-tindakan Israel yang dikritik melanggar hak asasi manusia antara lain, serangan-serangan ke teritori Palestina, pelecehan dan penggunaan rakyat sipil Palestina sebagai tameng manusia, operasi-operasi pembunuhan yang dilakukan Israel dan Mossad, serta operasi pembunuhan tokoh Arab yang menimbulkan korban sipil besar. Misalnya, upaya pembunuhan Yasser Arafat pada 1982 menewaskan 200 orang di Beirut, dan upaya lain menewaskan 73 orang di Tunis.[4]