Identitas politik datang ke wilayah yang sekarang diduduki oleh KepangerananLiechtenstein pada tahun 814 melalui pembentukan sub-wilayah Rhætia Hilir.[1] Perbatasan Liechtenstein tetap tidak berubah sejak 1434, ketika Rhine menjadi perbatasan antara Kekaisaran Romawi Suci dan kanton-kanton Swiss.
Zaman Kuno
Sebuah jalan Romawi melintasi wilayah dari selatan ke utara, melintasi pegunungan Alpen oleh Jalur Pegunungan Splugen dan mengikuti tepi kanan sungai Rhine di tepi dataran banjir, yang lama tak berpenghuni karena banjir yang terjadi secara berkala. Sejumlah vila Romawi telah digali di Schaanwald dan Nendeln. Masuknya suku Alemanni dari utara pada akhir masa Romawi diabadikan oleh sisa-sisa sebuah benteng Romawi di Schaan.
Abad Pertengahan
Daerah ini, yang merupakan bagian dari Raetia, dimasukkan ke dalam Kekaisaran Karoling dan dibagi menjadi beberapa kadipaten, yang kemudian dibagi-bagi lagi selama beberapa generasi. Karena Kadipaten Swaben kehilangan Adipati-nya pada 1268 dan tidak pernah dipulihkan, semua vasal kadipaten menjadi vasal langsung Tahta Kekaisaran (seperti yang terjadi di sebagian besar Westphalia ketika kadipaten Saxon dibagi-bagi dan sebagian dilebur pasca kekalahan Henry si Singa). Sampai sekitar tahun 1100, bahasa dominan di daerah itu adalah bahasa Romansh, tapi setelah itu bahasa Jerman mulai banyak digunakan. Pada tahun 1300, sejumlah orang dari suku Alemanni yang disebut Walser (berasal di Valais) memasuki wilayah tersebut. Pada abad ke-21, desa gunung Triesenberg masih mempertahankan fitur dialek Walser.[2]
Kadipaten abad pertengahan Vaduz dibentuk pada tahun 1342 sebagai subdivisi kecil dari kadipaten Werdenberg, dinasti Montfort dari Vorarlberg. Abad ke-15 membawa tiga perang dan kehancuran.
Kepangeranan ini mendapatkan namanya dari nama keluarga Liechtenstein dan bukan sebaliknya. Keluarga ini pada gilirannya mendapatkan namanya dari Kastil Liechtenstein di Austria Hilir, yang mereka miliki dari setidaknya tahun 1140 sampai abad ke-13 kemudian dari tahun 1807 dan seterusnya. Selama berabad-abad, keluarga ini memperoleh sejumlah estate sangat luas, sebagian besar di Moravia, Austria Hilir, dan Styria.
Semua wilayah kaya ini berada di dalam perdikan di bawah penguasa feodal lain yang lebih senior, terutama di berbagai jalur keluarga Habsburg, dengan banyak anggota keluarga Liechtenstein menjadi penasihat dekatnya. Dengan demikian, tanpa memiliki tanah secara langsung di bawah Kaisar Romawi Suci, dinasti Liechtenstein tidak dapat memenuhi ketentuan utama agar memenuhi syarat untuk duduk di Dewan Kekaisaran, (Reichstag Jerman). Meskipun demikian, kepala keluarganya dinaikkan ke peringkat pangeran di akhir abad ke-17.
Awal era modern
Liechtenstein diinvasi oleh pasukan Austria dan juga pasukan Swedia selama Perang Tiga Puluh Tahun pada tahun 1618-1648. Selama abad ke-17, negara ini dirundung wabah dan juga perburuan penyihir, di mana lebih dari 100 orang disiksa dan dieksekusi.
Pangeran Johann Adam Andreas dari Liechtenstein membeli domain Schellenberg pada tahun 1699 dan kadipaten Vaduz pada tahun 1712. Pangeran Liechtenstein ini telah memiliki tanah yang luas di Austria, Bohemia, dan Moravia, tetapi tidak ada satu pun dari tanah tersebut yang dipegang secara langsung dari Kaisar. Dengan demikian, sang pangeran dilarang masuk ke Dewan Pangeran dan tidak mendapatkan prestise dan pengaruh yang menyertainya.
Dengan menjadi penguasa Schellenberg dan Vaduz, daerah tidak terlalu luas yang berisi desa-desa pegunungan yang masing-masing merupakan bawahan langsung Kaisar karena tidak ada lagi adipati Swabia, Pangeran Liechtenstein mencapai tujuannya. Wilayah tersebut diberi nama sesuai nama keluarga yang sekarang memerintahnya. Pada 23 Januari 1719, Charles VI, Kaisar Romawi Suci, menetapkan bahwa kadipaten Vaduz dan kadipaten Schellenberg dipromosikan menjadi kepangeranan dengan nama Liechtenstein untuk hamba-nya Anton Florian dari Liechtenstein, dimana dia dan penerusnya menjadi Pangeran Kekaisaran Romawi Suci.
Abad kesembilan belas
Liechtenstein hampir tidak lolos dari mediatisasi ke dalam Bavaria pada tahun 1806.[3] Setelah itu pada tahun yang sama, Liechtenstein menjadi sebuah negara berdaulat ketika bergabung dengan Konfederasi Rhine pimpinan Napoleon setelah pembubaran Kekaisaran Romawi Suci.
Prancis di bawah Napoleon menduduki negara ini selama beberapa tahun, tapi Liechtenstein mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1815. Segera setelah itu, Liechtenstein bergabung dengan Konfederasi Jerman (20 Juni 1815 – 24 Agustus 1866, yang dipimpin oleh Kaisar Austria).
Kemudian pada tahun 1818, Johann I memberikan konstitusi, meskipun sifatnya terbatas.[4] Tahun 1818 juga menjadi saksi kunjungan pertama dari seorang anggota wangsa Liechtenstein, yaitu Pangeran Alois. Namun, kunjungan pertama oleh seorang pangeran berdaulat tidak akan terjadi sampai tahun 1842.[5]
Pada tahun 1862, disahkan sebuah konstitusi baru,[6] yang menyediakan perwakilan rakyat dalam Diet. Pada tahun 1868, setelah Konfederasi Jerman bubar, Liechtenstein membubarkan tentaranya yang berkekuatan 80 orang dan menyatakan diri sebagai negara netral secara permanen. Keputusan ini dihormati selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Liechtenstein selama Perang Dunia
Liechtenstein tidak berpartisipasi dalam Perang Dunia I dan mengklaim netralitas. Namun sampai akhir perang, Liechtenstein terkait erat dengan Austria. Sebagai tanggapan, Kekuatan Sekutu menerapkan embargo ekonomi pada kepangeranan ini. Kehancuran ekonomi memaksa negara ini untuk melakukan penyatuan kepabeanan dan moneter dengan Swiss. Pada tahun 1919, Liechtenstein dan Swiss menandatangani perjanjian di mana Swiss menjadi perwakilan kepentingan tingkat diplomatik dan konsuler bagi Liechtenstein di negara-negara di mana Swiss memiliki perwakilan dan Liechtenstein tidak.
Pada musim semi tahun 1938, setelah aneksasi Austria ke dalam Jerman Raya, Pangeran Franz I, yang berusia delapan puluh empat tahun, turun tahta dan digantikan oleh keponakan jauhnya yaitu Pangeran Franz Joseph II yang berusia tiga puluh satu tahun. Sementara Pangeran Franz I menyatakan bahwa usia tua adalah alasannya untuk turun tahta, diyakini bahwa ia tidak ingin untuk duduk di atas tahta jika Jerman menginvasi dan menduduki negara tetangga barunya yaitu Liechtenstein. Istrinya, yang dinikahinya pada tahun 1929, adalah seorang wanita Yahudi kaya dari Wina, dan orang Liechtenstein lokal pengikut Nazi terang-terangan telah menunjuknya sebagai "masalah" anti-Semit. Gerakan yang bersimpati dengan Nazi telah berkembang selama bertahun-tahun dalam Partai Persatuan Nasional.[7] Selain itu, terdapat partai politik sosialis nasional - Pergerakan Nasional Jerman di Liechtenstein.[8]
Pangeran Franz Josef II menjadi Pangeran Liechtenstein pertama yang bertempat tinggal secara permanen di Liechtenstein.
Selama Perang Dunia II, Liechtenstein tetap netral, sedangkan harta keluarga dalam zona perang dibawa ke Liechtenstein (dan London) untuk diamankan. Saat konflik berakhir, Cekoslowakia dan Polandia, yang bertindak untuk menyita apa yang mereka anggap harta milik Jerman, mengambil alih seluruh tanah dan harta warisan dinasti Liechtenstein di Bohemia, Moravia, dan Silesia — para pangeran Liechtenstein tinggal di Wina sampai Anschluss pada tahun 1938. Penyitaan ini (yang masih menjadi sengketa hukum modern di Pengadilan Dunia) yang termasuk tanah seluas lebih dari 1.600 kilometer persegi (600 mi.²) berupa lahan pertanian dan hutan, juga termasuk beberapa kastil dan istana keluarga. Warga Liechtenstein juga dilarang memasuki Cekoslowakia selama Perang Dingin.
Liechtenstein memberi suaka kepada sekitar lima ratus prajurit anggota Tentara Nasional Rusia Pertama (pasukan kolaborator Rusia di dalam Wehrmacht Jerman) saat berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini diperingati dengan sebuah monumen di kota perbatasan Hinterschellenberg yang ditandai pada peta touris negara ini. Tindakan pemberian suaka ini bukan masalah kecil karena negara ini miskin dan mengalami kesulitan dalam memberi makan dan merawat sekelompok besar pengungsi. Akhirnya, Argentina setuju untuk memukimkan kembali secara permanen para pencari suaka ini. Sebaliknya, Inggris memulangkan orang-orang Rusia yang bertempur di sisi Jerman ke Uni Soviet, di mana mereka langsung diperlakukan sebagai pengkhianat dan kebanyakan dari mereka dieksekusi, termasuk keluarga mereka.
Era Pasca-Perang
Dalam kesulitan keuangan yang mengerikan setelah perang, dinasti Liechtenstein sering terpaksa menjual harta artistik keluarga, termasuk misalnya potret "Ginevra de' Benci" oleh Leonardo da Vinci, yang dibeli oleh National Gallery of Art dari Amerika Serikat pada tahun 1967. Namun, Liechtenstein menjadi makmur selama beberapa dekade berikutnya, saat ekonominya dimodernkan dengan keunggulan berupa murahnya tarif pajak perusahaan yang menarik banyak perusahaan masuk ke negara ini. Liechtenstein menjadi pusat keuangan yang semakin penting.
Dalam referendum pada 16 Maret 2003, Pangeran Hans-Adam, yang telah mengancam akan meninggalkan negara itu jika ia kalah, memenangkan mayoritas besar (64,3%) dalam mendukung perombakan konstitusi untuk secara efektif memberi dia kekuasaan yang lebih besar daripada monarki Eropa lainnya. Konstitusi baru memberikan hak kepada pangeran untuk memberhentikan pemerintah dan menyetujui kandidat yudisial serta memungkinkan dia untuk memveto undang-undang hanya dengan menolak untuk menandatanganinya dalam periode enam bulan.
Pada tanggal 15 Agustus 2003, Hans-Adam mengumumkan bahwa ia akan turun tahta dalam waktu satu tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada anaknya Alois.
Pada 1 Juli 2007, Pangeran Penguasa Liechtenstein Hans-Adam II, dan Perdana Menteri Liechtenstein, Otmar Hasler, mengangkat Dr. Bruce S. Allen dan Mr Leodis C. Matthews, sebagai dua Konsul Kehormatan di Amerika Serikat. Keduanya adalah Konsul Kehormatan pertama dalam sejarah untuk Kerajaan Liechtenstein.[9]
^P. Christiaan Klieger, The Microstates of Europe: Designer Nations in a Post-Modern World (2014), hlm. 41
^Liechtenstein berada dalam daftar kepangeranan dan kadipaten yang ingin dimediatisasi oleh Maximilian I dari Bavaria sebagai harga yang dimintanya untuk bergabung dengan Konfederasi Rhine tapi Napoleon menolak dalam kasus Liechtenstein karena Napoleon menghargai kualitas pribadi Johann von Liechtenstein, pejabat berkuasa penuh dari Austria selama negosiasi yang mengarah ke Perjanjian Pressburg.
^"Volksdeutsche Bewegung in Liechtenstein". e-archiv.li (dalam bahasa Jerman). Liechtenstein National Archives. Diakses tanggal 18 February 2014. CS1 maint: Unrecognized language (link)