Rinto Harahap (10 Maret 1949 – 9 Februari 2015) adalah seorang penyanyi, pencipta lagu, dan produser berkebangsaan Indonesia. Rinto merupakan mantan Bassis grup musik The Mercy's. Tahun 1965 ia mendirikan grup band The Mercy's yang terdiri, Rinto Harahap sendiri, abangnya Erwin Harahap, temannya Reynold Panggabean, Rizal Arsyad, dan Iskandar. Kemudian formasinya berubah dengan masuknya Charles Hutagalung menggantikan Iskandar dan Albert Sumlang menggantikan Rizal Irsyad. Grup ini meraih kejayaan pada tahun-tahun 1970-an dengan mengeluarkan banyak lagu yang hits pada masa itu. Di samping seorang komposer ia juga mempunyai perusahaan recording bernama Lolypop pada era 1970—1980-an. Banyak penyanyi Indonesia yang populer berkat lagu ciptaannya, antara lain Nia Daniati, Betharia Sonata, Christine Panjaitan, Iis Sugianto, Rita Butar-butar, dan Eddy Silitonga.[1][2]
Biografi
Masa Kecil
Rinto adalah anak ketiga dari enam bersaudara putra dari pasangan James Warren Harahap mantan Kepala Kantor Bank BNI di Sibolga dan Siti Raya boru Tobing yang berasal dari Tarutung, Tapanuli Utara. Ia dilahirkan pada zaman revolusi fisik saat ayanhnya dimutasi ke Sibolga.[3] Rinto kecil pernah bercita-cita menjadi dokter, namun ayahnya menginginkan ia jadi Pendeta. Namun Rinto berketetapan untuk hidup dari musik. Rinto bahkan sempat bekerja pada sebuah perusahaan besi beton, sedangkan malamnya ngamen di klub malam, sebelum dirinya terjun ke bisnis rekaman.[4][5]
Karier
Mendirikan Band The Mercy's di Medan
Rinto bersama abangnya Erwin Parlindungan Harahap, dan 3 orang temannya yakni Reynold Panggabean, Rizal Arsyad, dan Iskandar alias Boen mendirikan grup band The Mercy's di Medan pada tahun 1965. Band ini dibangun oleh sekelompok anak remaja yang berasal dari satu daerah di Medan, Sumatera Utara yang mempunyai satu visi yang sama, membentuk band pesta. Band ini di bawah pimpinan Rizal Arsyad (Mantan suami Iis Sugianto), dan Rinto didapuk menjadi penyanyinya disamping memegang bass gitar. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollys, C.C.R maupun Monkeys. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan hit-nya Telaga Sunyi.
Nama The Mercy's sendiri secara spontan terbersit di ingatan mereka karena menyukai naik mobil merk Mercy. Jika diartikan dalam bahasa Prancis Mercy's artinya kasihan atau bisa juga terima kasih.[6] Mereka mengusung kisah esensial sejarah dan kenangan yang suka hura-hura, serta berkiblat dengan band-band pesta di Jakarta, seperti, Noor Bersaudara, Ceking, Cruss dan Medinas.
Merekrut Charles Hutagalung & The Mercy's Show di Malaysia
Menariknya, belum setahun terbentuk, grup ini sudah mendapat tawaran show di Malaysia. Ketika ada undangan untuk show di Penang, Malaysia pada tahun 1969, Iskandar memutuskan tidak ikut. Ia memilih mengundurkan diri karena kuliahnya di Fakultas Kedokteran tidak mengizinkannya untuk meninggalkan bangku kuliah (Kini menjadi akhli bedah saraf).[7] Posisinya lalu digantikan oleh Charles Hutagalung yang saat itu telah keluar dari bandnya sebelumnya Bhayangkara Nada. Formasi lengkap pemain The Mercy’s kemudian berubah adalah menjadi Erwin Harahap (Gitar Melody), Rinto Harahap (Gitar Bass), Rizal Arsyad (Gitar Rhythm), Reynold Panggabean (Drum), dan Charles Hutagalung (Keyboard, Organ). Dengan masuknya Charles, The Mercy’s menjadi sebuah band yang terasa berbeda dari sebelumnya. Ia memiliki kemampuan bermain keyboard yang baik serta kualitas suara yang bagus untuk ditampilkan sebagai front line man. Posisi Rinto tidak lagi menjadi vokalis utama, namun masih kerap berbagi lagu dengan Charles untuk dibawakannya. Mereka melewatkan hampir tiap malam mengisi acara di Night Club Chusan Hotel di Malaysia. Pada tahun pertama terbentuk, The Mercy's memang masih berpetualang dari satu klub malam ke klub malam yang lain, mulai dari Medan hingga ke Penang, Malaysia.
The Mercy's Show di Vietnam
Seusai kontraknya selama enam bulan, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy's, kembali ke Medan melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Kemudian kelompok ini mendapat tawaran show di Vietnam di mana negara ini saat itu masih genting terjadi perang saudara dan nyawa adalah taruhannya. Hal ini tidak menyurutkan nyalinya mereka sebagai seorang yang profesional di bidangnya untuk melebarkan sayap untuk bisa diakui musiknya di negara lain. Dengan kondisi itu, di negara perantauan, menimbulkan naluri bakat menulis lagu dari salah satu personelnya. Charles saat dalam kesendiriannya mampu menorehkan bait demi bait menghasilkan lagu-lagu hebat, salah satunya berjudul ‘Tiada Lagi’ yang kelak hari melambungkan nama The Mercy’s ke puncak ketenaran. Dan, patut diacungi jempol bahwa sosok Charles Hutagalung yang selalu ceria, tetapi tetap mampu melahirkan lagu sentimental, seperti “Tiada Lagi” . Lewat tembang ini pula The Mercy's kelak menjadi sebuah supergroup yang diminati jutaan penggemarnya.
The Mercy's Kembali ke Medan
Sekembali dari vietnam, kelompok ini masih bercokol di tanah kelahirannya kota Medan dan tetap masih berkiblat kepada grup band Bee Gees, Deep Purple, The Hollies, Grank Funk Railroad, The Beatles, dan hanya sesekali membawakan lagu Indonesia dan ciptaannya.[8] Lalu datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal kontrak tersebut pun gagal. Hal itu tidak membuat mereka patah arang, The Mercy's diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan dan lagu Tiada Lagi direkam untuk disiarkan secara on air pertama kalinya diperdengarkan di kota ini. Lagu Tiada lagi, mendapat sambutan luar biasa dari pendengar radio RRI yang mampu menjangkau frekuensi sampai ke negara Semenanjung Melayu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pesanan lagu ‘Tiada Lagi’ yang tidak pernah henti setiap hari mengudara.[8]
Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup Spokies sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo, antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali. Namun, karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Group ini tertipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, pupuslah harapan go International dan memilih tetap di kota Medan. Mereka kembali beraktivitas di panggung dengan kesabaran. Namun popularitas mereka tidak bisa terangkat lebih tinggi lagi, karena nama mereka belum dikenal oleh publik nasional kala itu.
Hijrah ke Jakarta
Pada tahun 1972, The Mercy’s memutuskan hijrah ke Jakarta. Bermula dari datangnya dewa penolong dari tulang ‘Herman Tobing (adik Ibu dari Erwin & Rinto Harahap). Ia menyurati mereka dan mengajak pindah ke Jakarta, berjanji akan mencarikan tempat wadah bermusiknya. Charles, Rizal, dan Rinto memanfaatkan kesempatan tersebut pertama kali. Erwin bersama Reynold pun bergabung dengan formasi yang telah lebih dulu merintis manggung di Jakarta, karena harus menyelesaikan masalah administrasi di Medan. Pada mulanya di ibu kota mereka masih tampil di beberapa kelab malam, membawakan lagu-lagu yang mereka ciptakan sendiri. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica, dan Mini Discotique. Kesempatan baik ini dimanfaatkan betul oleh The mercy’s dengan memperkenalkan lagu ciptaan mereka seperti ‘Untukmu, Hidupku sunyi, Love dll. Di tempat terakhir inilah, The Mercy's mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Mereka yang datang dari sebuah band lokal asal Medan menjadi band nasional sejajar dengan The Rollies, Gipsy, dan The Pros. Setelah di Jakarta, pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy's hingga periode kesempatan memasuki dunia rekaman. Rizal Arsyad kemudian memilih mengundurkan diri karena hendak meneruskan sekolahnya ke Jerman. Kepemimpinan The Mercy’s pada saat itu pun beralih kepada Erwin Harahap.
Mereka lalu membuat sebuah keputusan untuk mengubah pola musiknya dengan menambah personel baru dan instrumen musik baru. Albert Sumlang (abang kandung dari penyanyi jazz wanita Vonny Sumlang), seorang peniup Saksofon (Saxophone) handal berdarah Minahasa kemudian diajak bergabung. Keputusan ini sangat tepat karena dengan tiupan saxophone mautnya di kemudian hari banyak memberi warna dalam musik The Mercy’s. Dengan formasi baru itulah kemudian The Mercy’s merekam album pertama mereka. Kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy's. Dalam album tersebut terdapat lagu-lagu TIADA LAGI (Charles H), HIDUPKU SUNYI (Charles. H), BAJU BARU (Charles. H), UNTUKMU (Charles.H), LOVE (Rinto.H), DI PANTAI (Charles. H), BEBASKANLAH (Charles.H), UNTUKKU(Charles.H), WOMEN (Rinto.H), KURELA DIKAU KASIH (Reynold. P), KISAH SEORANG PRAMURIA (Albert Sumlang). Album perdana ini di luar dugaan meledak dan langsung mengangkat nama The Mercy’s dengan andalannya lagu TIADA LAGI di blantika musik Indonesia. Lagu Tiada Lagi tersebut menjadi Hits di mana-mana. Band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers. Bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.
Meraih Kesuksesan
Sejak itu The Mercy’s menjadi sebuah group yang menjadi idola masyarakat. Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai Band Kesayangan periode 1972-1973 dan meraih Golden Record dan Piringan Emas, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya, mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta Monas. Pada 31 Desember 1972, empat band besar band nasional: Koes Plus, Panbers, Favorite's Group, dan The Mercy's, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.[6]
Kepopuleran The Mercy's juga mampu menembus kota-kota besar, sejajar dengan band-band nasional yang ada saat itu. Band ini sempat menjadi idola anak muda tahun 1970-an, dengan rambut gondrong, celana lebar diujungnya yang biasa “menyapu” jalan, dan baju berwarna ‘jreng’ berdasi ‘lebar’.[8] Dalam perjalannya kepiawaian trio Charles, Rinto, dan Albert sudah menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Pamor The Mercy's semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Charles Hutagalung dan Rinto Harahap. Aksi mereka selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy's dalam mencipta dan menyanyi. Kharisma wajah keras khas Bataknya Charles sang vocalis, mudah diingat dan menjadi icon kelompok ini.[9] Salah satu lagu ciptaan Rinto yang berjudul Ayah yang dinyanyikannnya sendiri meledak menjadi hits yang melegenda hingga saat ini.
Pada masa jayanya nama The Mercy’s pernah masuk dalam The BIG FIVE bersama dengan Koes Plus, Panbers, D’Lloyds, dan Favourite’s Group. Dalam perjalanannya The Mercy's berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya dari album-albumnya.[6] Group The Mercy’s sempat bertahan selama hampir dua dekade dan sampai saat ini menjadi salah satu group band legendaris Indonesia karena lagu-lagunya masih disukai dan dinikmati sampai sekarang. Tercatat tiga kali menjadi grup band kesayangan dan beberapa kali meraih golden record atas albumnya yang rata-rata terjual diatas satu juta copy dari perusahaan rekaman Remaco.[8]
Albert Mundur dan dari The Mercy’s
Pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy’s sejak beberapa kali memasuki dunia rekaman. Pada Desember 1974, Albert Sumlang sempat menyatakan mundur dari The Mercy's akibat permasalahan internal dalam kelompok ini. Setelah Albert mengundurkan diri, The Mercy's pun untuk pertama kalinya berjalan hanya dengan 4 orang saja semenjak itu.
Charles Mundur dari The Mercy’s
Pada tahun 1975, The Mercy's telah menyelesaikan beberapa album yang telah menjadi kontrak mereka dengan produser rekaman. Setelah The Mercy's menyelesaikan album ke-10 dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin, dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung yang hengkang pada tahun 1976. Kali ini ia mendirikan sebuah grup band sendiri bernama The GE & GE. Langkahnya mundurnya Charles yang hengkang setelah Albert Sumlang yang hengkang untuk mendirikan band dengan saudara-saudaranya yang diberi nama Albros dan juga bersolo karier. Dalam era tersebut Rinto didaulat telah menjadi vokalis utama.
The Mercy’s Tanpa Charles Hutagalung & Albert Sumlang
Saat itu sekitar tahun 1977 untuk kedua kalinya saat keyboardist dan vokalis utama The Mercy’s telah menyatakan mundur dari The Mercy's. Ketiga anggota The Mercy’s yang tersisa: Rinto Harahap (bass, vocal), Erwin Harahap (gitar, vocal), dan Reynold Panggabean (drums, vocal) masih tetap berusaha mempertahankan eksistensi kelompok ini. Musik The Mercy’s jelas pincang tanpa adanya elemen organ atau keyboards yang sudah menjadi trademark sejak awal. Ketiga sisa personel The Mercy’s kemudian kasak-kusuk mencari pengganti, karena dalam waktu relatif singkat The Mercy’s yang tinggal bertiga harus segera masuk studio untuk merampungkan album baru.
The Mercy’s Menggaet Jockie Sujoprajogo sebagai Additional Musician
Untuk mengatasi masalah kekurangan personel, drummer Reynold Panggabean kemudian mengajukan sosok Jockie Surjoprajogo seorang keyboardist personel God Bless untuk tampil sebagai additional musician dalam sejumlah album The Mercy’s di label Yukawi (yang sahamnya dimiliki Nomo Koeswoyo), setelah mereka hengkang dari label Remaco. Usul itu dterima oleh Rinto dan Erwin. Akhirnya Jockie Surjoprajogo secara profesional menyanggupi tawaran mendukung album The Mercy’s tersebut yang dimulai dengan album The Mercy’s Vol.XI serta dua album Christmas.[10]
Ada sesuatu yang baru dari tata musik yang dihasilkan The Mercy’s saat Jockie tampil sebagai additional musician. Sound keyboards terasa lebih tebal. Mungkin ini perbedaan antara Charles Hutagalung yang sejak album The Mercy’s Vol.1 pada tahun 1972 selalu menggunakan organ bermerk Farfisa, sedangkan Yockie Surjoprajogo yang berlatar musik Rock lebih cenderung menggunakan organ Hammond B 3.[10]
Kembalinya Charles Hutagalung & Albert Sumlang ke The Mercy’s
Tahun 1978, Charles Hutagalung & Albert Sumlang kembali bergabung ke dalam The Mercy’s dan mereka melakukan dua rekamannya yang terakhir.[11][12] Dua allbumnya yaitu Aku Tak Percaya Lagi dan Mimpi, tercatat sebagai dua album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert yang dirilis pada tahun itu. Setelah The Mercy's menyelesaikan album tersebut, para anggota mengalami situasi kejenuhan. Anggota The Mercy’s memulai kegiatannya masing-masing di luar group. Charles Hutagalung sibuk bersolo karier, Erwin Harahap memilih berprofesi sebagai pengusaha jalur Produser Rekaman dengan mendirikan perusahaan sendiri dan bersolo karier. Reynold Panggabean memutuskan mendirikan group musik sendiri beraliran dangdut yaitu '''Orkes Melayu Tarantula'''. Sementara Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain. Rinto Harahap menjadi penyanyi solo, mendirikan band Lolypop, dan perusahaan rekaman, mencipta lagu, dan mengorbitkan penyanyi-penyanyi.
The Mercy’s reunion
Pada tahun 1997, The Mercy's menghidupkan kembali ke formasi awal yaitu Erwin Harahap, Rinto Harahap, Reynold Panggabean, Charles Hutagalung dan Albert Sumlang, The Mercy's dihidupkan kembali melakukan proses rekaman selama tahun 1997 untuk album baru dan mengeluarkan dua album "Reunion Vol. 1" dan "Reunion Vol. 2".
Setelah rilisnya dua album tersebut, Charles dan Albert keluar lagi karena mengalami situasi kejenuhan dan bubar lagi hanya proyek reuni.
Bubarnya The Mercy’s
Setelah rilis album itu praktis The Mercy's vakum dari dunia rekaman dan pada akhirnya berujung selesainya riwayat band legendaris The Mercy’s. The Mercy’s tercatat telah merekam sebanyak 40 Album yang dihasilkannya mulai dari album Pop, Keroncong, Pop Anak-anak, dan Rohani yang rata-rata sukses serta digemari masyarakat luas.[13] Rinto Harahap selalu mengungkapkan bahwa sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari mereka pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dimungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung dan mereka ini hanya sebagai pelengkap saja.[6]
Karier Rinto Pasca Bubarnya The Mercy's
Pengarang Lagu dan Mengorbitkan Penyanyi
Setelah The Mercy's bubar, bersama abangnya, Erwin Harahap, Rinto membentuk usaha rekaman Lolypop yang mencetak lagu-lagu sweet pop termasuk deretan penyanyi wanita berparas cantik. Beberapa penyanyi Indonesia yang berhasil diorbitkannya antara lain: Diana Nasution, Rita Butar-butar, Bornok Hutauruk, Berlian Hutauruk, Nia Daniati, Betharia Sonata, Christine Panjaitan, Iis Sugianto, Maya Rumantir, Eddy Silitonga, dan sebagainya.
Merajai Tangga Musik Nasional
Melalui Lolypop, Rinto banyak menghasilkan hits seperti: “Burung Burung Putih” (Christine Panjaitan), “Jangan Sakiti Hatinya” (Iis Sugianto), “Kau Tercipta Untukku” (Betharia Sonata). Rita Butarbutar lewat lagu Seandainya Aku Punya Sayap, Broery Pesulima yang diberikannya lagu Aku Begini Engkau Begitu.[4]
Penyanyi yang melejitkan lagu Rinto pada awalnya adalah Eddie Silitonga lewat lagu ”Biarlah Sendiri” pada 1976, lantas Diana Nasution dengan ”Benci tapi Rindu” (1978). Pada 1979, Hetty Koes Endang memopulerkan ”Dingin”, Rita Butarbutar melengkingkan ”Seandainya Aku Punya Sayap”, dan Iis Sugianto (istri Rizal Arsyad yang juga mantan personel awal The Mercy's) dengan ”Jangan Sakiti Hatinya”. Satu benang merah yang menonjol dari lagu-lagu kondang tersebut adalah semuanya memerlukan nada-nada tinggi. Kemampuan mencapai nada tinggi adalah suatu hal yang sulit dilakukan oleh vokal Rinto selama bernyanyi dalam The Mercy’s. Lagu ciptaan Rinto dalam The Mercy’s, seperti ”Love” dan ”Bunga Mawar”, perlu dinyanyikan berdua Rinto bersama Charles Hutagalung, vokalis dan pemain keyboards band tersebut. Charles melalap bagian nada-nada tinggi, seperti pada refrein lagu ”Bunga Mawar” dan ”Love”. Bagian lain dibawakan Rinto. Lewat Eddie Silitonga, Diana Nasution, Rita Butarbutar, dan Hetty Koes Endang, Rinto bisa leluasa menulis lagu yang melengking-lengking tinggi.[14]
Dari sekian banyak penyanyi yang diorbitkan oleh Rinto, Mawi Purba terhitung sedikit beda. Lazimnya lagu-lagu garapan Rinto diaransemen dengan patron yang nyaris sama, dengan lengkingan gitar yang senada, sehingga begitu mendengar sekilas orang akan tahu bahwa itu adalah lagu ciptaan Rinto. Tapi ketika Mawi merilis album pertamanya Kau Yang Kusayang, lagu ciptaan Rinto itu diaransir dengan ‘serius’, lengkap dengan orkestrasi, sehingga terdengar beda. Apalagi timbre vokal Mawi yang empuk memang sangat membantu ‘meng-enakkan’ lagu. Tidak heran album pertamanya itu diterima pasar dengan baik pada tahun 1982.[15]
Lagu-lagu Rinto umumnya dikenal dengan lirik yang sendu, melankolik, dan sentimental. Untuk itu, Rinto pada awal 1980-an mempunyai penyanyi-penyanyi andalan. Tersebutlah, antara lain, Christine Panjaitan yang mempopulerkan lagu ”Tangan Tak Sampai”, ”Sudah Kubilang”, ”Tangismu Tangisku Jua”, dan ”Untuk Mama”. Nia Daniaty dengan ”Gelas-Gelas Kaca”. Kemudian ada Nur Afni Octavia lewat ”Bila Kau Seorang Diri” dan ”Kaulah Segalanya”, serta Betharia Sonata dengan ”Kau Tercipta Untukku”.
Lagu Rinto Sempat Dicekal Pemerintah Orde Baru
Pemunculan Lolypop dengan irama kalem, lirik mendesah, dipadu bersama sound drive gitar yang beraksen semi rock, membuat beberapa penikmat musik menyebutnya sebagai: Pop Cengeng. Pemerintahan Presiden Republik Indonesia Kedua (Orde Baru) melalui Menteri Penerangan saat itu Harmoko, sempat melarang beberapa lagunya untuk dinyanyikan di televisi karena dianggap kurang memberi semangat. Tapi kenyatannya Rinto masih dicari beberapa musisi yang meminati lagu-lagunya. Bahkan karena kepiawaiannya tersebut sempat tercetus sebuah istilah populer, "Badan Rambo Hati Rinto". Namun, Rinto menanggapi kalimat menggelitik itu dengan senyuman. Ia tidak merasa lagu-lagunya cengeng. Menurutnya, lagu yang ia ciptakan adalah lagu yang bisa mengundang derai air mata.[4] Rinto juga tidak sependapat jika lagu-lagu tersebut dikatakan sebagai lagu ”cengeng”. Dalam percakapan dengan Kompas beberapa tahun tahun lalu, Rinto mengatakan lebih suka menggunakan sebutan sendu, sentimental, dan melankolik untuk lagu-lagunya. Istilah lagu ”cengeng” bagi Rinto mempunyai konotasi negatif.[14]
Berakhirnya Kejayaan Lagu-Lagu Ciptaan Rinto
Popularitas Rinto bersama Lolypop mulai terlibas dengan kehadiran Judi Kristianto yang saat itu juga mengibarkan pop manis lewat label JK Records di pertengahan tahun 1980-an. Pemunculan penyanyi Dian Piesesha, Helen Sparingga, Meriam Bellina, Anie Ibon, Ria Angelina, Richie Ricardo, Chintami Atmanagara, Metha Armys, hingga Trio Ceriwis, serta melibatkan tiga komposer handal: Obbie Messakh, Wahyu OS, dan Pance Pondaag, justru seakan menjadi magnet baru di jagat Sweet Pop.[16]
Singgasana Rinto pun mulai terbagi ke Pance dan juga seorang follower Rinto yang bernama Obbie Messakh. Baik Pance maupun Obbie banyak memberi lagu-lagunya ke label JK Records. Di era paruh 80-an itu, setidaknya triumvirat penguasa industri musik pop “cengeng” dipegang oleh Rinto, Obbie, dan Pance.[17]
Sweet pop era Rinto lambat laun tenggelam, kecuali penyanyinya yang terus berkibar meraup sukses di jagat musik tanah air.
Penyanyi Solo
Rinto pernah pula membuat album rekaman sebagai penyanyi solo. Kesuksesannya dalam mencipta lagu dan menyanyi mendapat Anugerah Seni dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, sebagai pencipta lagu, sekaligus penyanyi yang berprestasi, pada bulan Maret 1982. Bahkan perusahaan rekaman Filipina, WEA Record, pernah memberikan kepercayaan padanya untuk mengekspor lagu-lagunya. Sayang, meski berhasil terkenal, beberapa lagunya sempat dibajak dan dinyanyikan dalam bahasa Mandarin dan bahasa Tagalog.
Mengorbitkan Anak Kandungnya
Di penghujung kariernya, Rinto sempat mempopulerkan anak tertuanya Cindy Claudia Harahap sebagai penyanyi. Bermula dari album Aku Tak Mau Lupa tahun 1992, disusul album Aku Sayang Kamu ( akhir 1993). Nama Cindy mulai dikenal luas sejak merilis album "Aku Sayang Kamu" tesebut pada awal tahun 1994. Kemudian disusul oleh album-album berikutnya "Mengapa Harus Berpisah", "Kunang-Kunang", "Rasa Cinta" dan "Aku Milikmu". Umumnya lagu-lagu yang dibawakan putrinya adalah ciptaan Rinto. Tak hanya sebagai penyanyi, putri sulungnya tersebut juga merambah dunia akting dengan bermain di sejumlah sinetron layar kaca.
Direktur Utama
Rinto pernah mendapat kepercayaan untuk mengisi jabatan Direktur Utama PT STAR (Sira Tama Agra Raya), salah satu anak perusahaan yang didirikan Tutut (Siti Hardijanti Rukmana) putri sulung Presiden Republik Indonesia ke dua Soeharto. Keluarga Cendana konon sangat menggemari lagu-lagu ciptaan Rinto, sehingga menjadikan mereka cukup dekat kala itu. Rinto tak pernah ketinggalan untuk menghadiri setiap aktivitas yang dilakukan Mbak Tutut saat itu. Misalnya saat Tutut membuat proyek Kirab Remaja Nasional (KRN) tahun 1990, 1993, dan 1996. Sebagai musisi Rinto mendapat peran menjadi pembuat Mars KRN.[4]
Aktif dalam Yayasan Karya Cipta Indonesia
Rinto juga pernah diberi kepercayaan menjadi Ketua Umum Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Ia banyak membantu memperjuangkan masalah royalti lagu-lagu ciptaan komposer Indonesia. Saat dirinya terkena stroke, posisinya digantikan oleh musisi Munif Bahasuan.[18]
Tersandung Kasus
Sepanjang kariernya sebagai pencipta lagu, Rinto sempat beberapa kali tersandung masalah hukum. Seperti saat ia menghadapi tuduhan menjiplak karya milik Ahmad CB atas lagu ciptaannya yang dipopulerkan The Mercy's yang berjudul Injit-injit Semut. Namun Rinto menampik tudingan itu, menurutnya ia tak melakukan pelanggaran hak cipta. Lebih jauh ia menjelaskan, lagu Injit-injit Semut terinspirasi dari permainan tradisional anak-anak Melayu.[4]
Kehidupan Pribadi
Rinto menjalani pernikahan secara berbeda keyakinan dengan Lily Kuslolita asal Solo, Jawa Tengah yang beragama Islam, mantan Pramugari Bouraq Indonesia Airlines yang berbeda usia tiga tahun dengannya. Mereka menikah pada tanggal 9 November 1973. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tiga orang anak perempuan. Yang sulung adalah Cindy Claudia Harahap yang kemudian mengikuti jejaknya sebagai penyanyi dan artis. Kedua adiknya bernama Mita Melani Harahap dan Astri Maria Harahap. Anak sulungnya Cindy telah memutuskan untuk menjadi Mualaf ketika tengah menempuh pendidikan di Australia pada tahun 1991 silam.[19]
Rinto Harahap Terkena Stroke
Sejak awal tahun tahun 2000-an kesehatan Rinto mulai menurun. Ia diserang penyakit stroke dan didiagnosis beberapa komplikasi penyakit sejak tahun 2003.[20] Sejak itu ia tak banyak beraktivitas dalam dunia musik tanah air.
Rinto Harahap Meninggal Dunia
Rinto Harahap meninggal dunia pada usia 65 tahun di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pada hari Senin, 9 Februari 2015, pada pukul 22.45 waktu setempat (pukul 21.45 WIB). Sebelum ke Singapura, Rinto sempat dirawat di 6 buah rumah sakit yang berbeda di Jakarta.[21] Rinto meninggal dunia karena kanker tulang dan stroke yang dideritanya. Menurut kerabat terdekat Rinto, Rinto meninggal karena kanker tulang belakang yang dideritanya sejak lama.[4] Selain menderita kanker sudah cukup lama, penyebab meninggalnya dikarenakan adanya komplikasi infeksi paru-paru.[22]
Jenazahnya dipulangkan ke Tanah Air dan disemayamkan di rumah duka di Jalan Bango 2 No 22, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan pada hari Selasa, 10 Februari 2015. Jenazah Rinto dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Kampung Kandang, Ciganjur, Jakarta pada tanggal 11 Februari 2015 sekira pukul 13.40 WIB .[23]
Dalam prosesi itu Erwin Harahap, perwakilan keluarga meminta agar para pelayat yang hadir mau memaafkan almarhum semasa hidupnya. Erwin didampingi Cindy Claudia Harahap dan suaminya Thariq Mahmud, beserta ibu, dan kedua adiknya. Senada dengan Paman mereka Erwin, Achi Harahap, putri bungsu Rinto Harahap berharap kesalahan almarhum dimaafkan agar memudahkan jalannya di alam sana.[24]
Beberapa hari sebelum meninggal Rinto sempat menulis keinginannya dalam sebuah kertas. Saat itu berbicara sudah susah, dan tidak begitu jelas. Dia menulis di kertas soal keinginannya menciptakan lagu baru. Rinto tetap ingin membuat karya seperti lagu-lagu sebelumnya yang sendu dan menyayat hati. Menurut kerabatnya, saat bicara soal musik, Rinto selalu penuh semangat. Dia masih berkeinginan untuk konser.[25]
Tribute to The Mercy's
Beberapa tahun sebelum kepergian Rinto, telah sukses diadakan sebuah konser mengenang kebesaran The Mercy's yang ikut dihadirinya. Pada hari Senin, 12 November 2012 pukul 17:57 WIB bertempat di Airman Sultan Hotel, Jakarta telah digelar sebuah konser besar ‘Tribute to The Mercy’s‘ ; Lagu Rindu Untuk Negeri’. Acara ini dipandu oleh artis Dina Mariana dan Jose Choa Linge (penyiar tamu RRI). Sejumlah artis-artis senior lain ikut yang hadir di antaranya Ermy Kullit, Arie Kusmiran, Yetty Lorent, Nana Dhiana, Betharia Sonatha, Rita Latul, Jelly Tobing, dll. Juga tampak 2 mantan pentolan The Mercy's Erwin Harahap dan alm. Rinto Harahap yang kala itu masih hidup. Acara tersebut juga dihadiri ratusan penggemar dan keluarga besar dua personel The Mercy's yang sudah almarhum saat itu yakni Charles Hutagalung dan Albert Sumlang.
Albert Junior Band sebagai pembuka melantunkan tembang ‘Untukmu’ yang langsung disambut hangat ratusan tamu undangan. Suasana pun bertambah hangat serta mampu membangkitkan kenangan dan kebesaran nama grup band ‘The Mercys’, manakala lagu seperti ‘Kisah Seorang Pramuria’, ‘Mimpi’, ‘Biarlah Kusendiri’ dan ‘Tak Sedikitpun’, dibawakan grup band sebagai generasi penerus Albert Sumlang (almarhum). Penyanyi Ermy Kulit pun ikut tampil sebagai bintang tamu. Sebagai penutup acara semua artis, musisi dan keluarga kedua almarhum, menutup pergelaran lewat tembang ‘Injit-injit Semut’ karya Rinto. Rinto Harahap terlihat menangis terharu saat ikut hadir dan menyaksikan sepanjang empat jam pagelaran tersebut.
Ajang lelang sebanyak dua kali piringan hitam (PH) dari album-album milik ‘The Mercys, masing-masing terjual dengan angkat Rp. 1,5 juta dan Rp. 3 juta. Sedang untuk lelang lagu ‘Tiada Lagi’ karya Charles Hutagalung yang dibawakan Jelly Tobing, berhasil merogih kocek pengunjung sebesar Rp. 16 juta. Sejumlah tamu undangan sempat histeris pada saat Jelly Tobing menyumbangkan suaranya dengan melantukan tembang ‘Usah Kau Harap’, ‘Ayah’ dan ‘Tiada Lagi’. Ny. Vivi seorang penggemar fanaitk The Mercy's yang sengaja datang dari Surabaya untuk menyaksikan acara ‘Tribute to The Mercy's’ tersebut, selain merogoh kocek untuk ikut menyumbang, mengaku merinding saat mendengarkan lagu-lagu favorit dari grup band legendaris tersebut. Hasil dari itu semua, menurut Jose Choa Linge dari Baju Baru Enterprise selaku penyelenggara, akan dipergunakan untuk perbaikan makam almarhum Charles Hutagalung dan Albert Sumlang.[13] Kesuksesan pagelaran tersebut membuktikan bahwa The Mercy’s masih melekat erat di hati penggemarnya.
The Mercy's Sepeninggal Wafatnya Charles, Albert, dan Rinto
Meski sacara resmi The Mercy's tidak pernah disebutkan bubar, namun kini personel Band The Mercy's yang masih tersisa hanya Erwin Harahap dan Reynold Panggabean. Sepeninggal Charles yang wafat pada Senin tanggal 7 Mei 2001 pukul 07.53 WIB akibat penyakit stroke dalam perjalanan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta.[12] Disusul oleh Albert Sumlang tutup usia pada pukul 19.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Minggu 6 Desember 2009 pukul 20.13 WIB setelah mendapat perawatan intensif sejak tanggal 16 November.[26] Dan terakhir dengan wafatnya Rinto Harahap pada 9 Februari 2015.
Tribute to Rinto
Rinto harahap pernah menjadi bintang tamu di program Just Alvin di stasiun televisi nasional Metro TV dengan bertema A Tribute to Rinto Harahap. Disiarkan pada tanggal 2 Juli 2010 dan menjadi sebuah acara yang sangat menarik.[27][28]
Sabtu, 21 Maret 2015, musisi gaek Jelly Tobing memprakarsai sebuah konser Tribute to Rinto Harahap Pihak Mall Ancol pun menyambut baik niatan Jelly dengan menjadi penyelenggara acara yang berlangsung di Auditorium Mall Ancol Beach City. Konser tribute ini untuk mengingat komposer, musisi, pencipta lagu besar indonesia Rinto Harahap. Jelly memilih beberapa artis terkenal, bahkan beberapa diantaranya dari zero hingga terkenal karena lagu Rinto Harahap seperti: Eddy Silitonga, Betharia Sonata, dan Christine Panjaitan. Charly Van Houten juga turut didaulat menjadi bintang tamu dalam konser ini.[29] Astri Maria Harahap atau biasa dipanggil Achi Harahap, anak bungsu Rinto Harahap, didapuk sebagai penyanyi pertama yang membuka konser itu. Suara merdu Achi Harahap terdengar lewat lagu Jangan Kau Sakiti Hatinya dan Jangan Kau Berkata Benci. Disusul kemudian dengan penampilan para musisi seperti Jelly Tobing, Helmi Yahya, Betharia Sonata, Eddy Silitonga, Charly Van Houten, Nia Daniati, Cindy Claudia Harahap, dan Christine Panjaitan.
Di atas panggung, mereka memutar kembali sejuta kenangan indah terhadap sosok Rinto Harahap yang dikenal jeli dalam melahirkan penyanyi jempolan dan sukses menelurkan lagu-lagu yang tak lekang oleh waktu. Kisah hidup Rinto Harahap sendiri juga diceritakan dengan rapi melalui konser musik ini. Hal ini membuat Tribute to Rinto Harahap menjadi sebuah acara musik yang berbeda dari lainnya. Konser bertajuk Tribute to Rinto Harahap menjadi bukti nyata bahwa karya-karyanya akan tetap abadi. Dalam moment itu juga diadakan charity buat anak-anak penderita kanker dan bekerjasama dengan beberapa yayasan jelas perwakilan dari Mall Ancol Beach City sekaligus show director Konser Tribute to Rinto Harahap.[30]
Lagu-lagu
Nama Penyanyi
|
Judul Lagu
|
Nia Daniati
|
Kaulah Segalanya, Malam Pertama, Aku Siapa Yang Punya, Hari Telah Berganti, Masih Adakah Rindu, Dia Sahabat Karibku, Tikar Merah, Gelas-gelas Kaca, Bukalah Hatimu, Suara Hati
|
Betharia Sonata
|
Kau Tercipta Untukku (dirilis ulang oleh Pinkan Mambo (2010), Aku Tak Ingin Sandiwara, Kau untuk Siapa, Siapa Bilang Aku Cinta, Aku Ingin Cinta yang Nyata, Kau Sungguh Kejam, Jangan Sebut Namaku
|
Iis Sugianto
|
Jangan Sakiti Hatinya (dirilis ulang oleh Andy /rif (2010), Nasibku dan Nasibmu, Jangan Tinggalkan Kusendiri, Bunga Sedap Malam, Hapuslah Air Mata, Seindah Rembulan (dirilis ulang oleh Yovie & Nuno (2010), Akupun Ingin Cinta, Masih Sendiri, Pujangga Cinta, Selendang Merah, Salah Siapa, Lagu Pengantin, Jangan Pernah Sangsikan, Dalam Mimpi, Kabar-kabar Burung
|
Broery Marantika
|
Aku Begini Kau Begitu, Aku Jatuh Cinta, Siti Nurbaya
|
Eddy Silitonga
|
Ayah (dirilis ulang oleh Peterpan & Candil setelah peristiwa gempa tsunami di Aceh, dengan penggantian kata "ayah" menjadi "Aceh"), Oh Melati, Biarlah Sendiri (dirilis ulang oleh Terry (2010) & Indah Nevertari (2015)
|
Nur'Afni Octavia
|
Bila Kau Seorang Diri (dirilis ulang oleh Astrid (2010), Ibu, Jangan Datang Lagi, Pura-pura, Biar Basah Rambutku, Sayang, Aku Tak Pernah Bosan
|
Christine Panjaitan
|
Sudah Kubilang (dirilis ulang oleh Rio Febrian (2010), Jangan Simpan Tangismu, Tangan Tak Sampai (dirilis ulang oleh Duo Maia (2010), Tangismu Tangisku Jua, Frida, Burung-burung Putih, Untuk Mama, Kau Dia dan Aku, Hari Akan Berganti, Jangan Tumbuh Disana, Katakan Sejujurnya (dirilis ulang oleh Nindy (2010), Rindu, Perasaan
|
Emilia Contessa
|
Untuk Apa
|
Rita Butar-butar
|
Seandainya Aku Punya Sayap (dirilis ulang oleh Geisha (2015), Mencari Cinta, Selamat Jumpa
|
Hetty Koes Endang
|
Dingin (1979), Bibir dan Mata (1984)
|
Anita Carolina Mohede
|
Sepasang Merpati
|
Jane Susan
|
Malu Tetapi Mau, Masih Adakah Cinta
|
Adi Bing Slamet
|
Kau dan Aku, Mari Kita Bergoyang
|
Rano Karno
|
Melody Asmara
|
Herlin Widhaswara
|
Tak Kan Ada Lagi Tangis Di Hatiku
|
Cindy Claudia Harahap
|
Rasa Cinta
|
Mawi Purba
|
Kau yang Kusayang (dirilis ulang oleh d'Masiv (2015), Kau Yang Pertama
|
Diana Nasution
|
Benci Tapi Rindu (dirilis ulang oleh Ello, Glenn Fredly, dan Titi DJ), Hapuslah Sudah, Mungkinkah Lagi, Aku Tak Tahan Lagi, Sengaja Aku Datang, Rentak-Rentak
|
Maya Rumantir
|
Daun-daun Kering, Kau Yang Disana, Piye Piye
|
Nani Sugianto
|
Matahari, Indonesia
|
Maya Angela
|
Apa Mungkin Hujan Turun Sendiri, Biarkan Larut Sendiri
|
Sitta Devi
|
Berikan Dia Cinta
|
Rinto Harahap
|
Kuingin Cinta yang Nyata, Love (dirilis ulang oleh Nidji (2015), Woman, Hari Telah Berganti, Hatiku Bernyanyi, Ibu, Ayah, Keroncong Sayang, Untuk Apa, Seindah Rembulan, Masih Adakah Rindu, Suara Hati, Aku Tak Pernah Bosan, Akupun Ingin Cinta, Injit-injit Semut
|
Lilik Liliani
|
Abang Sayang
|
Ane Triana
|
Buku Cerita
|
Dewi Purwati
|
Karena Kamu
|
Bersama Mercy's
|
Bunga Mawar, Adinda Sayang, Dendang Melayu, Untukmu, Dendang Sayang, Kisah Seorang Pramuria (dirilis ulang oleh Boomerang), Usah Kau Harap, Jauh Disayang, Seringgit Dua Kepang, Semua Bisa Bilang, Love (dirilis ulang oleh Nidji (2015).
|
Diskografi
Album studio
- Bila Kau Seorang Diri (1982)
- Kroncong Abadi (1982)
- Rinto Harahap in Latin Love Songs (2013)
Album Karaoke
- 50 tahun Rinto Harahap VCD.
- Rinto Harahap album sukses VCD.
Album Kenangan/ Tribute
Filmografi
Film
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) [“Biografi Rinto Harahap “Gelas-Gelas Kaca Tribute to Rinto Harahap” penulis: IzHarry Agusjaya Moenzir, Penerbit Gramedia Jakarta, 2011]
- (Indonesia) Profil di KapanLagi.com