Restorasi Manchu bulan Juli 1917 adalah suatu upaya untuk merestorasi monarki di Tiongkok oleh Jenderal Zhang Xun, yang tentaranya merebut Beijing dan secara singkat menempatkan kembali kaisar terakhir Dinasti Qing, Puyi, ke takhta. Restorasi tersebut hanya berlangsung beberapa hari, mulai 1 Juli hingga 12 Juli, dan dengan cepat dijungkirkan oleh pasukan Republik.
Latar belakang
Panglima perang pendukung kaisar Zhang Xun, atas , mencoba untuk memulihkan kaisar Qing terakhir Puyi, kanan, ke takhta di Beijing.
Konfrontasi antara Presiden Li Yuanhong dan Perdana MenteriDuan Qirui tentang apakah akan bergabung dengan Blok Sekutu dalam Perang Dunia I dan menyatakan perang kepada Jerman menyebabkan kekisruhan politik di ibu kota Beijing pada musim semi tahun 1917.[1]
Gubernur militer meninggalkan Beijing setelah pemecatan Duan Qirui sebagai Perdana Menteri. Mereka berkumpul di Tianjin, meminta pasukan dari provinsi tersebut untuk memberontak melawan Li dan merebut ibu kota, meskipun ada penentangan dari angkatan laut dan provinsi-provinsi selatan. Sebagai tanggapan, pada 7 Juni 1917, Li meminta agar Jenderal Zhang Xun menengahi. Jenderal Zhang menuntut agar parlemen dibubarkan, yang menurut Li tidak konstitusional.
Restorasi
Pasukan Republik memanjat tembok Kota Terlarang.
Para pendukung monarki dan penonton berkumpul di Kuil Langit di Beijing semasa upaya pemulihan Dinasti Qing oleh Zhang Xun.
Pada pagi hari tanggal 1 Juli 1917, jenderal pendukung kekaisaran, Zhang Xun mengambil keuntungan dari kekisruhan tersebut dan memasuki ibu kota, memproklamasikan pemulihan Puyi sebagai Kaisar Tiongkok pada pukul 4 pagi bersama rombongan kecil dan menghidupkan kembali monarki Qing yang telah ditinggalkan sebelumnya pada 12 Februari 1912. Polisi ibu kota segera menyerahkan diri kepada pemerintah baru tersebut.[1][2] Jenderal Xu kemudian menerbitkan sebuah dekret restorasi yang memalsukan persetujuan presiden republik, Li Yuanhong.[3] Dia juga didukung oleh beberapa pejabat lainnya, termasuk Jenderal Beiyang Jiang Chaozong,[4] mantan menteri perang Qing Wang Shizhen,[5][6] menteri urusan sipil Zhu Jiabao,[6] dan diplomat Xie Jieshi.[7]
Selama 48 jam berikutnya, dekret diproklamasikan dalam upaya untuk menopang restorasi, untuk mengatasi kekagetan masyarakat umum. Pada 3 Juli, Li meninggalkan istana presiden bersama dua asistennya dan berlindung di distrik kedutaan, pertama di kedutaan Prancis dan kemudian di kedutaan besar Jepang.[8]
Sebelum berlindung di kedutaan besar Jepang, Li telah mengambil tindakan tertentu, termasuk meninggalkan segel kepresidenan di Istana Kepresidenan, mengangkat Wakil Presiden Feng Guozhang sebagai Pelaksana Tugas Presiden, dan memulihkan Duan Qirui sebagai Perdana Menteri, dalam upaya untuk mengikutsertakan mereka dalam pertahanan republik.[8]
Nathan, Andrew (1998). Peking Politics 1918-1923: Factionalism and the Failure of Constitutionalism. Center for Chinese Studies. ISBN978-0-89264-131-4. (320 pages)