Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 29 Agustus1842 di atas kapal perang Inggris HMS Cornwallis di Nanjing (sebelumnya dikenal dengan nama "Nanking"). Perwakilan Inggris Sir Henry Pottinger, 1st Baronet dan Qiying, Yilibu serta Niu Jian mewakili pihak dinasti Qing menandatangani perjanjian itu, yang terdiri dari tiga belas artikel.
Bagi pihak Tiongkok, perjanjian ini disebut sebagai Perjanjian Tidak Adil pertama dari serangkaian perjanjian tidak adil lainnya yang ditandatangani Tiongkok dengan penguasa asing. Namun bagi pihak Inggris dan kekuatan asing lainnya, perjanjian ini disebut sebagai Perjanjian Damai yang mengakhiri Perang Candu Pertama.
Dalam perjanjian ini, Tiongkok setuju untuk menyerahkan pulau Hong Kong (beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya) ke Kerajaan Inggris, dan membuka beberapa pelabuhan perjanjian di daratan Tiongkok untuk perdagangan asing:
Di samping itu, Inggris juga menerima ganti rugi sebesar 21 juta dolar.
Perjanjian tersebut meninggalkan beberapa masalah yang tidak terselesaikan. Secara khusus, perjanjian tersebut tidak menyelesaikan status dari perdagangan opium dengan Tiongkok. Perjanjian yang sebanding dengan Amerika melarang perdagangan opium, tetapi karena baik pedagang Inggris maupun Amerika hanya tunduk pada aturan perwalian mereka, perdagangan tersebut terus berlanjut.
Perjanjian itu diratifikasi oleh Kaisar Daoguang pada 27 Oktober dan Ratu Victoria pada 28 Desember. Ratifikasi saling dipertukarkan di Hong Kong Britania pada 26 Juni 1843. Salinan perjanjian tersebut disimpan oleh pemerintah Inggris sementara salinan lainnya saat ini disimpan oleh Kementerian Luar Negeri Taiwan di Museum Istana Nasional di Taipei.
Latar Belakang
Draf artikel-artikel perjanjian pertama kali dibuat di Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran, London. Kantor Luar Negeri menyadari bahwa untuk mempersiapkan perjanjian yang mengandung karakter Mandarin dan Inggris akan memerlukan pertimbangan khusus. Mengingat jarak yang memisahkan kedua negara, mungkin diperlukan fleksibilitas dan sedikit penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan.[1]
Ketentuan
Perdagangan luar negeri
Tujuan mendasar dari perjanjian itu adalah untuk mengubah sistem perdagangan luar negeri Tiongkok, khususnya di Kanton yang selama ini diatur dalam Sistem Kanton yang berlaku sejak 1760. Berdasarkan Pasal V, perjanjian itu menghapus sistem monopoli serikat "Cohong" dan "Tiga Belas Pabrik" yang ada di Kanton. Empat "pelabuhan perjanjian" tambahan dibuka untuk perdagangan luar negeri yaitu Amoy (Xiamen) hingga 1930, Foochow (Fuzhou ), Ningpo (Ningbo) dan Shanghai hingga 1943 bersama dengan Pulau Shamian, Kanton dari 1859 hingga 1943,[2][3] di mana pedagang asing diizinkan untuk berdagang dengan siapa saja yang mereka inginkan. Inggris juga mendapat hak untuk mengirim konsul-konsulnya ke pelabuhan-pelabuhan perjanjian tersebut, dan diberi hak untuk berkomunikasi langsung dengan para pejabat Tiongkok setempat (Pasal II). Perjanjian itu juga menetapkan bahwa perdagangan di pelabuhan perjanjian harus dikenakan tarif tetap, yang harus disepakati antara pemerintah Inggris dan Qing (Pasal X).[4]
Reparasi dan demobilisasi
Pemerintah Qing berkewajiban untuk membayar kepada pemerintah Inggris enam juta dolar dalam bentuk perak untuk opium yang telah disita dan dimusnahkan oleh Lin Zexu pada tahun 1839 (Pasal IV), 3 juta dolar sebagai kompensasi hutang yang harus dibayar oleh para pedagang Hong di Kanton kepada para pedagang Inggris (Pasal V), dan 12 juta dolar sebagai pampasan perang untuk mengganti biaya perang Inggris (Pasal VI). Jumlah total yang harus dibayar oleh pemerintah Qing adalah 21 juta dolar perak yang dibayar dengan cara empat kali angsuran selama tiga tahun (segera membayar setelah penandatanganan perjanjian sebagai angsuran pertama, kemudian setiap tahun selama tiga tahun ke depan), dan akan dikenakan bunga sebesar 5 persen jika tidak dibayar tepat waktu (Pasal VII).[4]
Di pihak pemerintah Qing harus membebaskan semua tawanan perang Inggris (Pasal VIII), dan memberikan amnesti umum kepada semua rakyat Tiongkok yang telah bekerja sama dengan Inggris selama perang (Pasal IX).[4]
Di pihak Inggris harus menarik semua pasukan mereka dari Nanking, Terusan Besar Tiongkok dan pos militer di distrik Zhenhai, provinsi Zhejiang, serta tidak mengganggu Perdagangan Tiongkok secara umum, setelah kaisar memberikan persetujuannya terhadap perjanjian dan membayar angsuran pertama (Pasal XII). Pasukan Inggris akan tetap berada di Pulau Gulangyu, Xiamen dan Gunung Zhaobao, dekat kota Ningbo, provinsi Zhejiang, sampai pemerintah Qing membayar pampasan perang sebesar 12 juta dolar perak secara penuh (Pasal XII).[4]
Penyerahan Hong Kong
Pemerintah Qing sepakat untuk menjadikan Pulau Hong Kong sebagai koloni mahkota, menyerahkannya kepada Ratu Victoria, "untuk selama-lamanya, tanpa batas waktu" (常遠, Cháng yuǎn , dalam versi Mandarin dari perjanjian itu), untuk memberi para pedagang Inggris sebuah pelabuhan di mana mereka dapat merawat, mereparasi dan menyimpan kapal-kapal mereka di sana (Pasal III). Letnan Jenderal Sir Henry Pottinger, 1st Baronet kemudian diangkat menjadi gubernur pertama Hong Kong.
^John Darwin, After Tamerlane: The Global History of Empire, p. 271. (London: Allen Lane, 2007) "Under the 1842 Treaty of Nanking, five 'treaty ports' were opened to Western trade, Hong Kong island was ceded to the British, the Europeans were allowed to station consuls in the open ports, and the old Canton system was replaced by the freedom to trade and the promise that no more than 5 per cent duty would be charged on foreign imports."
^John Darwin, After Tamerlane: The Global History of Empire, p. 431. (London: Allen Lane, 2007) "In 1943 the remnants of China's unequal treaties were at last swept away when the British abandoned their surviving privileges there as so much useless lumber."