Jika Anda ingin memeriksa artikel ini, Anda boleh menggunakan mesin penerjemah. Namun ingat, mohon tidak menyalin hasil terjemahan tersebut ke artikel, karena umumnya merupakan terjemahan berkualitas rendah.
Halaman ini berisi artikel tentang salah satu gelar Maria. Untuk doa atau Antifon Maria, lihat Doa Ratu Surga.
Ratu Surga adalah sebuah gelar yang diberikan kepada Perawan Suci Maria oleh umat Kristiani, terutama umat Katolik dan Ortodoks. Gelar ini merupakan konsekwensi dari Konsili Efesus dimana Sang Perawan Maria dinyatakan sebagai Bunda Allah. Umat Kristen Ortodoks dan Katolik juga percaya bahwa Maria diangkat ke surga, sesuatu yang menjadi dogma dalam Gereja Katolik Roma semenjak tahun 1950.
Dogma Katolik menyatakan bahwa Maria berada di surga, Bunda Allah yang Tak Bernoda, Sang Perawan Abadi Maria, setelah menyelesaikan perjalan kehidupan duniawinya, yang tubuh dan jiwanya diangkat ke dalam kemegahan surgawi[1] Gelar Ratu Surga telah menjadi sebuah tradisi Katolik, termasuk di dalam doa-doa dan karya sastra devosi, dan terlihat di dalam kesenian Barat yang bertemakan Pemahkotaan Sang Perawan, mulai dari Abad Pertengahan Tinggi, jauh sebelum hal ini diberikan status resmi oleh Gereja. Gelar ini dimasukkan oleh Paus Pius XII di dalam ensiklik-nya mengenai Ratu Surga, Ad Caeli Reginam.[2] Selama berabad-abad, umat Katolik, saat mengucapkan devosi Litani Loreto, merujuk Maria sebagai ratu surga.
Gereja Ortodoks Timur tidak mendukung dogma Katolik ini, tetapi memiliki dalam dirinya sendiri sejarah liturgi yang kaya (berbagai himne, khotbah, patung) mengenainya. Tema-tema yang dipakai antara lain naiknya Maria ke surga bersama para malaikat, berkumpulnya para rasul di sekeliling Perawan Maria yang sedang sekarat, prosesi pemakamannya, makamnya yang kosong dan, Maria di surga.[3] Umat Ortodoks juga memiliki sebuah sejarah kepercayaan devosi yang kebanyakan berasal dari Liber de Transitu Mariae (Buku peralihan Maria) yang diperkirakan dibuat di akhir abad ke-4.[4]
Agama Protestan dan tokoh reformasi gereja pada masa-masa awal seperti Martin Bucer, Johannes Brenz dan Bullinger menerima keberadaan Maria di surga sebagai sesuatu yang terbukti sendiri seperti halnya perihal iman.[5] Johannes Oecolampadius menganggap Maria sebagai leher dari Tubuh Mistis Kristus dan Ratu Semua Kuasa Surgawi[6]Martin Luther, dalam sebuah khotbahnya pada tahun 1522 pada Pesta Pengangkatan Maria ke Surga menyatakan bahwa Maria berada di surga, tetapi menolak untuk membahas bagaimana ia bisa berada di sana karena ketiadaan bukti dari Kitab Suci.[7] Dalam perkembangan teologi berikutnya di dalam agama Protestan, penghormatan kepada Maria ditentang secara luas. Mariologi, "sebuah hal asing bagi teologi Protestan, menjadi suatu sarana untuk mengajarkan perbedaan.[8] Dalam konteks ini, pertanyaan mengenai Maria sebagai Ratu Surga tidak pernah muncul.
Ratu Surga adalah sebuah gelar Maria yang menimbulkan penghormatan yang diwujudkan di dalam teologi, sastra dan liturgi seperti Ibadat Harian, musik dan karya seni. Semenjak Konsili Efesus, kehadiran gambaran Maria didorong keberadaannya sehingga menghasilkan banyak penggambaran maria sebagai Regina (ratu) sepanjang masa. Kota-kota di Italia dan tempat-tempat lain menyatakan Ratu Surga sebagai Ratu Siena, Massa Marittima, San Gimignano namun juga ratu bagi daerah Bavaria.[9]
Paus Benediktus XVI menunjukkan bahwa penerimaan Maria pada kehendak ilahi merupakan alasan utama bahwa ia adalag Ratu Surga. Oleh karena penerimaannya yang rendah hati dan tanpa pamrih pada kehendak Tuhan, "Tuhan menempatkannya dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan semua makhluk lainnya, dan Kristus memahkotainya sebagai Ratu surga dan bumi".[10]
Ratu Surga (Bahasa Latin Regina Caeli) adalah salah satu dari sekian banyak gelar yang dianugerahkan kepada Sang Perawan Maria. Gelar ini sebagian lahir dari ajaran Katolik kuno bahwa Maria, di akhir hidup keduniawiannya, diangkat tubuh dan jiwanya ke surga, dan bahwa ia disana dihormati sebagai ratu.[11]
Dasar
Definisi dan dasar Mariologi pertama bagi gelar Maria Ratu Surga berkembang dalam Konsili Efesus, dimana Maria diartikan sebagai Bunda Allah. Para pemimpin gereja di Konsili tersebut menyetujui bentuk pengertian ini dan menolak opini bahwa Maria "hanyalah" ibu Yesus. Tidak ada orang lain yang lebih banyak ikut serta dalam kehidupan putranya dibandingkan Maria yang melahirkan Putra Allah.[12]
Keratuan
Gerakan untuk secara resmi menerima keratuan Maria diajukan oleh beberapa kongres Mariologi di LyonPrancis, FreiburgJerman, dan Einsiedelm Swiss. Gabriel Roschini mendirikan Pro Regalitate Mariae di Roma, Italia, sebagai sebuah perkumpulan internasional untuk memasyarakatkan Keratuan Maria.[13] Beberapa paus telah menggambarkan Maria sebagai Ratu dan Ratu Surga, yang terdokumentasi oleh Gabriel Roschini. Paus Pius XII berulang-kali menggunakan gelar tersebut di banyak ensiklik dan surat apostoliknya, terutama selama masa Perang Dunia II.[14][15][16][17][18][19][20] Pada akhir Tahun Maria yang mana ia dirikan, Paus Pius XII menciptakan sebuah pesta Maria baru, yaitu Keratuan Maria, yang dirayakan pada tiap tanggal 22 Agustus dan dengan cara memahkotai lukisan Sang Perawan Maria dari zaman Romawi kuno, Salus Populi Romani.[21]
Penggambaran umum trinitas, dengan Kristus memperlihatkan luka-luka dari penderitaannya
Enguerrand Quarton dengan Kristus dan Allah Bapa sebagai figur-figur yang sama, seperti yang diminta oleh rohaniwan yang memerintahkan pengerjaan karya ini
Halaman dari Book of Hours, dengan tiga gambaran manusia yang mewakili trinitas