Pertempuran Niniwe (612 SM)

Pertempuran Niniwe (612 SM)
LokasiNiniwe

Pertempuran Niniwe disepakati terjadi antara tahun 613 dan 611 SM, dengan tahun 612 SM menjadi tahun yang paling banyak disetujui. Pasukan koalisi yang terdiri dari orang Media dan orang Babilonia, memberontak melawan kekuasaan orang Asyur. Koalisi tersebut dibantu orang Scythia dan Cimmerian mengepung Asyur dan menjarah 750 hektar wilayah kota terbesar di dunia pada saat itu. Tiga tahun setelah penjarahan ini Kerajaan Asiria Baru yang adalah negara dominan di Timur Dekat Kuno menjadi hancur.[1] Catatan arkeologis menunjukkan bahwa setelah pertempuran ini, ibu kota Kekaisaran Asiria yang dulunya perkasa akhirnya ditinggalkan penduduknya dan menjadi sepi.

Babel menjadi pusat kekaisaran di Mesopotamia untuk pertama kalinya dalam jangka waktu lebih dari seribu tahun. Hal ini memungkinkan berdirinya Kekaisaran Babilonia Baru, yang mengklaim dinasti barunya adalah kelanjutan dari kekaisaran Babilonia terdahulu.

Latar Belakang

Kerajaan Asiria Baru berdiri pada abad ke-10 SM dan mencapai puncaknya pada abad ke-8 dan ke-7 SM. Kekaisaran ini menggantikan Kekaisaran Asiria Tengah (1366-1074 SM) sebagai kekaisaran terbesar di dunia sampai dengan saat itu. Pada masa pemerintahan Asyurbanipal, kekaisaran ini menguasai atau menjadikan negara vasal sebagian besar negara-kota yang berlokasi dari Pegunungan Kaukasus ( Armenia modern, Georgia, dan Azerbaijan ) di utara hingga Mesir, Arab dan Nubia di selatan, dan Iran / Persia tengah di timur, sampai ke Siprus dan pantai Mediterania Hellenis dan Fenisia Anatolia dan Levant di barat.

Namun, setelah kematian Asyurbanipal pada tahun 627 SM, kekaisaran Asiria yang dulunya perkasa menjadi semakin tidak stabil. Bangsa Asiria kemudian terlibat dalam serangkaian perang saudara. Kekacauan ini menyebabkan banyak negara bawahan, yang kebanyakan memiliki dinasti politik tersendiri, menjadi gelisah. Negara-negara dan kelompok-kelompok tetangga, seperti Bangsa Media, Bangsa Persia, orang Babel, orang Kasdim, Bangsa Skithia, dan Suku Kimmeri menjadi semakin memusuhi hegemoni Asyur.

Bangsa Asiria, menurut catatan mereka sendiri, adalah bangsa yang brutal bahkan menurut standar waktu itu. Hal ini menyebabkan mereka memiliki banyak musuh yang sampai saat itu tidak bisa menantang mereka. Meskipun bagian inti dari kerajaan tersebut sebagian besar dalam keadaan damai, kerajaan ini dilemahkan oleh peperangan di tiga garis depan sekaligus, yaitu: perang mempertahankan kekuasaan di Mesir, perang yang merugikan meskipun dimenangkan melawan bangsa Elam, dan meredakan pemberontakan sesama bangsa Mesopotamia selatan mereka para orang Babel. Para raja Asiria terus-menerus berada di bawah bayangan bahaya internal, ketakutan akan intrik istana, dan merasa takut akan terjadi pemberontakan.

Setelah kematian Asyurbanipal, serangkaian perang perebutan kekuasan yang pahit dan berdarah terjadi, dan melemahkan kerajaan tersebut. Sejak tahun 625 SM, dominasi Kerajaan Asiria Baru atas Timur Tengah, Asia Kecil, Kaukasus dan Mediterania Timur mulai berangsur-angsur memudar.

Sebuah aliansi dijalin negara-negara eksternal, seperti Kasdim yang mengambil keuntungan dari pergolakan di Asiria untuk mengambil alih kendali sebagian besar Babel dengan bantuan orang-orang Babel itu sendiri. Hal ini mempercepat berdirinya Kekaisaran Babilonia Baru, yang tujuannya adalah menggulingkan Kerajaan Asiria Baru, mengambil alih ibu kota Niniwe, dan memindahkan pusat kekuasaan Mesopotamia ke Babel. Niniwe bukan hanya ibu kota politik, tetapi rumah bagi salah satu perpustakaan besar tablet Akkadia dan juga kota penerima upeti dari seantero wilayah timur dekat, menjadikannya lokasi yang berharga untuk dijarah.

Kronik Asiria terputus pada tahaun 639 SM setelah penghancuran Susa, ibu kota Elam, dan penaklukan pemberontakan Babel yang diperintah oleh saudara lelaki Asyurbanipal, Shamash-shum-ukin. Catatan bisnis hilang setelah 631 SM. Sumber-sumber sejarah primer tentang peperangan Niniwe ditulis oleh seseorang dari Kerajaan Babilonia Baru (pemenang pertempuran) beberapa saat setelah pertempuran itu di masa pemerintahan Nabopolassar . Kronik utama bernomor 21901, diterjemahkan oleh CJ Gadd pada tahun 1923, dan dapat ditemukan di British Museum . Sumber sejarah lain adalah dari tradisi Babilonia yang dibuat oleh Herodotus di jauh kemudian hari, selan itu terdapat juga dari tradisi Ibrani yang dicatat oleh Nahum, dan juga catatan dalam kronik-kronik Mesir. Kesemua catatan ini, mengatakan bahwa semua kebudayaan tersebut bermusuhan dengan Asiria. Ada juga sumber sejarah dari legenda yang timbul berabad-abad setelahnya di antara bangsa-bangsa keturunan dari salah satu kebangsaan yang terlibat, yaitu bangsa yang saat ini masih berbahasa Aramaik Timur dari Mesopotamia, dan Kristen Asiria di Irak utara, Turki tenggara, Iran barat laut dan Suriah timur laut.

Bangsa Mede berada di bawah pemerintahan Cyaxares. Meskipun pada awalnya ia dikalahkan oleh Asiria, ia membangun kembali pasukannya dan menyerang Niniwe bersama-sama dengan bangsa lain.

Catatan terbaik jalannya pertempuran diambil dari kutipan-kutipan kronik Persica karya Ktesias, yang dilestarikan oleh Diodoros Sikolos dan Photius, yang mana pencatatannya mungkin saja dibumbui dengan kejadian di pertempuran lain.

Catatan Pertempuran

Menurut Kronik Babel, ada perang sengit selama 12 tahun antara Babel dan Asiria, serta perang saudara yang terjadi di dalam Asiria sendiri. Kronik ini menggambarkan bahwa pada tahun kesepuluh Nabopolassar (616 SM) bangsa Babilonia mengalahkan pasukan Asiria dan kemudian bergerak ke hulu sungai Mesopotamia lalu menjarah Mane, Sahiri dan Bali-hu .

Konflik terjadi lagi pada tahun berikutnya, Asiria menghimpun tentara mereka dan mendorong tentara Babel kembali ke Takritain. Nabopolassar menempatkan tentaranya di benteng Takritain, lalu kedua pasukan tersebut bertempur di sana pada tahun berikutnya. Pasukan Asiria kalah dan mundur ke Asyur.

Orang Babilonia kemudian bersekutu dengan bangsa Mede, Persia, Kimmeri, dan Skithia . Pasukan orang Mede menduduki kota Tarbisu, dekat Niniwe dan berkemah di dekatnya. Mereka kemudian menyerang kota Assur, catatan teks Babel menceritakan bagaimana pada tahun 614 SM, sekutu mereka, Orang Mede menghancurkan kuil-kuil di kota Assur dan menjarah kota tersebut, akan tetapi pasukan Babel tidak mencapai kota itu sampai setelah penjarahan telah selesai dilakukan.[2]

Pada tahun 612 SM, bangsa Babel menghimpun kembali pasukan mereka dan bergabung bersama Cyaxares melawan Niniwe. Mereka mengepung kota tersebut selama tiga bulan. Lalu di bulan Agustus, mereka akhirya berhasil membongkar pertahanan kota tersebut, menjarahnya, dan meninggalkannya terbakar. Kontributor utama atas jatuhnya kota itu adalah bangsa Mede.[3] Raja Asiria Sin-shar-ishkun terbunuh dalam pengepungan. Adiknya, Ashur-uballit II kemudian dijadikan Raja Asiria. Ia menolak untuk menyerah, dan berhasil menembus pengepungan keluar dari kota Niniwe. Kemudian ia membangun ibu kota baru di Harran.

Menurut tradisi yang dicatat oleh Diodorus, sungai Tigris meluap sehingga banjir masuk ke kota. Meskipun catatannya sering dicurigai, aspek ini mendapat perhatian. Tentara sekutu memasuki area dinding luar dan berjuang untuk memasuki istana. Kuil-kuil dijarah dan juga pada akhirnya istana dibakar. Meskipun demikian, kebakaran ini tidak menghancurkan kota, dan mungkin malah membantu pelestarian teks-teks tanah liat. Menurut kisah di Nahum, salah satu nabi di dalam Perjanjian Lama, jika suratnya dibaca sebagai catatan sejarah dan bukan nubuatan (para ahli Alkitab konservatif menganggap kitab Nahum sebagai suatu nubuatan), pertempuran berlangsung selama berbulan-bulan, dan pertempuran tersebut terjadi di setiap rumah dan jalan.

Setelah pertempuran ini, akan ada beberapa kampanye lagi melawan Asyur dilancarkan oleh Kerajaan Babilonia Baru dan para sekutunya, termasuk kampanye melawan pasukan koalisi Mesir-Asiria. Meskipun Pertempuran Niniwe adalah titik balik dalam peperangan, Ashur-uballit II masih akan berjuang selama beberapa tahun lagi. Nasib terakhirnya tidak diketahui atau tercatat - ia mungkin terbunuh pada kejatuhan Harran pada tahun 609 SM (yang mengakhiri Kekaisaran Asyur), atau di perang Carchemish pada tahun 605 SM (di mana Mesir bersama dengan sisa-sisa pasukan bekas Kekaisaran Asiria dikalahkan); atau bisa saja ia menghilang begitu saja.

Referensi

  1. ^ Georges Roux - Irak Kuno hal 376.
  2. ^ Kejatuhan dan Kebangkitan Yerusalem: Yehuda Di Bawah Pemerintahan Babel: halaman 18
  3. ^ Encyclopedia Iranica "Finally, after three months of siege, in August of 612, the joined forces of the Medes and Babylonians stormed Nineveh, the Assyrian capital, and took it. The major part in the city’s downfall was played by the Medes."

Pranala luar