Asyurbanipal lahir menjelang akhir dari periode 1500 tahun kejayaan Asyur.[6] Ayahnya, Esarhadon, adalah putra bungsu Sanherib, bukan dilahirkan oleh permaisuri, melainkan oleh "perempuan istana" dari Aram bernama Naqi'a. Esarhadon menjadi raja setelah Sanherib mati dibunuh putra-putranya, Adramelekh dan Sarezer, yang kemudian melarikan diri ke wilayah Ararat, menurut catatan Alkitab.[7] Satu-satunya nama permaisuri Esarhadon yang diketahui namanya adalah Ashur-hamat, yang meninggal tahun 672 SM, tetapi tidak ada informasi mengenai ibu Asyurbanipal.
Asyurbanipal tumbuh di istana kecil yang disebut bit reduti (rumah penerus; bahasa Inggris: "House of Succession"), yang dibangun oleh kakeknya Sanherib sewaktu menjadi putra mahkota di kuadran utara kota Niniwe.[6] Pada tahun 694 SM, Sanherib menyelesaikan pembangunan "Istana Tanpa Tanding" ("Palace Without Rival") di sudut barat daya kota utama (acropolis), menghancurkan sebagian besar bangunan kuno. Bit reduti menjadi istana Esarhadon, sang putra mahkota. Di rumah inilah, di dalam kuil dewanya, kakek Asyurbanipal (Sanherib) dibunuh oleh paman-pamannya (Adramelekh dan Sarezer). Setelah Esarhadon dinobatkan menjadi raja, pada tahun 680 SM ia membangun rumahnya sendiri bit masharti (rumah senjata; bahasa Inggris: weapons house atau arsenal). Bit reduti ditinggali oleh ibunya dan putra-putranya yang masih kecil, termasuk, Asyurbanipal.
Tercatat nama lima saudara laki-laki dan satu saudara perempuan yang dikenal.[6]Sin-iddin-apli, sang putra mahkota, mati sebelum tahun 672 SM. Karena tadinya tidak diharapkan menjadi pewaris tahta, Asyurbanipal dilatih dalam bidang akademik sekaligus juga ilmu menunggang kuda, berburu, naik kereta, ketentaraan, kerajinan tangan dan adat istana. Dalam pernyataan otobiografi yang unik, Asyurbanipal merinci pelajaran akademik masa mudanya meliputi ilmu ramal dengan minyak (oil divination), matematika, membaca dan menulis. Menurut legenda, Asyurbanipal adalah satu-satunya raja Asyur yang dapat membaca dan menulis.
Pergantian tahta
Pada tahun 672 SM, setelah kematian ratunya, Esarhadon mereorganisasi garis penerusan tahta atas nasihat ibunya. Ia menggunakan penaklukan para kepala-kepala suku Madai untuk membuat rancangan "Perjanjian Negeri Taklukan" ("Vassal Treaty").[8] Para kepala suku bersumpah bahwa jika Esarhadon mati sementara putra-putranya masih kecil, mereka dan anak-anak mereka akan menjamin pewarisan tahta Asyurbanipal sebagai raja Asiria dan Shamash-shum-ukin sebagai raja Babilon meskipun Asyurbanipal berusia lebih muda di antara keduanya. Sebelumnya, seorang kakak laki-lakinya, Sin-iddin-apli, merupakan ahli waris Esarhadon tetapi ia mati pada tahun yang sama. Suatu tugu monumen didirikan dua tahun kemudian di suatu provinsi sebelah barat laut menggambarkan Esarhadon dalam ukiran tinggi di wajahnya dan setiap putra-putranya di sisinya. Pada portret ini, pada tarikh tertua untuk Asyurbanipal dan saudara laki-lakinya, digambarkan dengan janggut yang menunjukkan usia dewasa.
Kedua pangeran itu kemudian melanjutkan berbagai pendidikan. Surat-surat yang terlestarikan dari Shamash-shum-ukin memberikan laporan kepada ayahnya mengenai situasi di Babilon; Asyurbanipal di kediamannya menerima surat-surat sebagai putra mahkota. Situasi menjadi krisis darurat pada tahun 669 SM, ketika Esarhadon, saat berangkat menyerang Mesir,[6] tiba-tiba mangkat. Asyurbanipal tidak dinobatkan menjadi raja Asyur sampai di akhir tahun yang sama. Neneknya Zakutu mengambil alih semua dukungan untuk klaim tunggalnya atas tahta kerajaan dan memerintahkan agar semua laporan tindakan pengkhianatan diberikan kepadanya dan Asyurbanipal. Ini menunjukkan betapa berpengaruhnya ibu suri ini di awal pemerintahan Asyurbanipal. Upacara resmi penobatan dilakukan pada bulan kedua tahun baru, dan pada tahun yang sama (668 SM), Asyurbanipal mengangkat saudara laki-lakinya sebagai raja Babilon. Masa transisi ini berjalan lancar, dan kedua pemerintahan dari dua saudara yang masih muda itu dimulai. Sejumlah teks menggambarkan hubungan mereka seperti saudara kembar. Tetapi jelas bahwa Asyurbanipal, sebagai raja Asyur, sebagaimana ayahnya sebelum dia, juga disebut sebagai "raja alam semesta".
Prestasi militer
Meskipun populer di kalangan rakyatnya, Asyurbanipal dikenal sangat kejam terhadap musuh-musuhnya. Sejumlah ukiran menggambarkannya menempatkan rantai anjing menembus rahang seorang raja yang dikalahkannya dan membiarkannya hidup dalam kandang anjing.[9] Banyak lukisan dari periode ini menunjukkan kebrutalannya.
Asyurbanipal mewarisi dari ayahnya, Esarhadon, bukan hanya tahta tetapi juga peperangan yang terus menerus dengan Mesir dan Kerajaan Kush/Nubia. Esarhadon mengirimkan tentara melawan mereka pada tahun 667 SM yang mengalahkan raja Mesir asal Nubia, Taharqa, dekat Memphis, sementara Asyurbanipal tinggal di ibu kota Niniwe. Pada saat yang sama sejumlah raja-raja taklukan Mesir juga memberontak dan berhasil dikalahkan. Semua pemimpin yang kalah itu dikirim ke Niniwe, hanya Nekho I, pangeran asli Mesir dari Sais, meyakinkan orang Asyur akan kesetiaannya dan dikirimkan kembali sebagai Firaun Mesir dan raja boneka Asyur. Setelah kematian Taharqa pada tahun 664 SM keponakan laki-laki dan penggantinya Tantamani menyerang Mesir Hulu dan membuat Thebes ibu kotanya. Di Memphis ia mengalahkan pangeran-pangeran Mesir lain dan Nekho kemungkinan mati dalam perang. Asyurbanipal mengirimkan tentaranya dan berhasil lagi mengalahkan orang Kush dan Nubia. Tantamani dipukul mundur ke tanah asalnya di Nubia dan tinggal di sana. Orang Asyur menjarah kota Thebes dan mengambil banyak jarahan pulang ke negerinya. Kisah jatuhnya Thebes ini dicatat dalam Kitab Nahum di dalam Alkitab Ibrani dan bagian Perjanjian Lama di AlkitabKristen di mana Thebes disebut dengan nama: Tebe (atau No-Amon, di mana Amon adalah dewa Mesir yang terutama disembah di kota itu), sebagai peringatan untuk Niniwe sendiri yang akan mengalami nasib buruk yang serupa:
Adakah engkau lebih baik dari Tebe, kota dewa Amon, yang letaknya di sungai Nil, dengan air sekelilingnya, yang tembok kotanya adalah laut, dan bentengnya adalah air? Etiopia adalah kekuatannya, juga Mesir, dengan tidak terbatas; Put dan orang-orang Libia adalah pembantunya. Tetapi dia sendiripun terpaksa pergi ke dalam pembuangan, terpaksa masuk ke dalam tawanan. Bayi-bayinyapun diremukkan di ujung segala jalan; tentang semua orangnya yang dihormati dibuang undi, dan semua pembesarnya dibelenggu dengan rantai.[10]
Tidak jelas bagaimana orang Asyur mengakhiri pengaruhnya di Mesir, tetapi putra Nekho, Psamtik I memperoleh kemerdekaan sementara bersahabat dengan Asyur.
Sebuah inskripsi kerajaan Asyur mengisahkan bagaimana raja Lydia, Gyges, mendapat mimpi dari dewa Asyur, Ashur, bahwa jika ia tunduk kepada Asyurbanipal ia akan menaklukkan musuh-musuhnya. Setelah ia mengirimkan duta-dutanya untuk menyatakan takluk, ia benar-benar mengalahkan musuh-musuhnya dari Kimmeria. Namun ketika ia mendukung pemberontak Mesir terhadap Asyur, negaranya dikalahkan oleh orang Silisia.[11]
Semua tampak aman. Asyur memegang kendali dan penaklukan Media, Persia, Aramea, Fenisia, Israel, Yehuda, Asia Kecil, Arabia utara, the neo Hittites dan Siprus dengan sedikit problem selama pemerintahan Asyurbanipal. Urartu dikalahkan dan dikuasai, sedangkan orang Nubia diusir pergi dari Mesir sementara pemerintahan boneka ditempatkan di sana. Selama beberapa waktu, kerajaan ganda di Mesopotamia berjalan baik, tanpa persoalan dari partner muda Babilon, dan rajanya di Asyur.
Pada waktu pengangkatan kakak laki-lakinya sebagai raja Babel, Asyurbanipal mengirimkan sebuah patung dewa Marduk sebagai tanda itikad baik.[12] Kekuasaan Shamsh-shuma-ukin terbatas. Ia memimpin ritual keagamaan Babilon tetapi proyek-proyek pembangunan resmi masih dilakukan oleh adik laki-lakinya. Selama tahun-tahun awal pemerintahannya Elam masih damai sebagaimana di bawah ayahnya. Asyurbanipal bahkan menulis bahwa ia mengirim jatah makanan selama musim kekeringan. Sekitar 664 SM situasi berubah, ketika Urtaku, raja Elam mendadak menyerang Babel. Asyur menunda mengirim bantuan ke Babel, kemungkinan karena dua alasan: karena berita-berita yang menenangkan dari duta-duta orang Elam atau Asyurbanipal sedang tidak berada di tempat pada waktu itu. Orang Elam dipukul mundur oleh tentara Asyur, dan pada tahun yang sama Urtaku mangkat. Ia digantikan oleh Teumman (Tempti-Khumma-In-Shushinak) yang bukan ahli waris sah darinya, sehingga banyak pangeran Elam melarikan diri daripadanya dan pergi ke istana Asyurbanipal, termasuk putra sulung Urtaku, Humban-nikash. Pada tahun 658/657 SM kedua kekaisarqan bertempur kembali. Alasannya adalah provinsi pemberontak Gambulu pada tahun 664 bertindak melawan orang Asyur. Asyurbanipal akhirnya memutuskan untuk menghukumnya. Namun, Teumman memandang bahwa kekuasaannya terancam oleh para pangeran Elam di istana Asyur dan meminta agar mereka diekstradisi. Ketika tentara Asyur menyerang Elam terjadi suatu pertempuran di sungai Ulaya.[13]
Elam dikalahkan dalam pertempuran itu, dan menurut ukiran-ukiran Asyur, Teumman bunuh diri.[14] Asyurbanipal mengangkat Humban-nikash sebagai raja Madaktu sedangkan pangeran lain, Tammaritu, sebagai raja kota Hidalu. Elam dianggap sebagai negeri taklukan baru bagi Asyur dan dibebani pembayaran upeti. Setelah persoalan dengan Elam selesai, orang Asyur akhirnya dapat menghukum Gumbulu dan merebut ibu kotanya. Kemudian tentara pemenang berbaris pulang membawa serta kepala Teumman. Di Niniwe, ketika para duta Elam melihat kepala itu, mereka kehilangan kontrol; yang satu mencabut janggutnya sendiri dan yang lain bunuh diri, tetapi itu tidak cukup. Sebagai penghinaan lebih lanjut, kepala raja Elam dipamerkan di pelabuhan Niniwe. Kematian dan kepala Teumman digambarkan berkali-kali dalam ukiran-ukiran di istana Asyurbanipal.[15]
Tampaknya tumbuh perselisihan di antara dua saudara dan pada tahun 652 SM Babilon memberontak. Kali ini Babilon tidak sendirian – ia bersekutu dengan suku Kasdim Asiria, di bagian selatan, raja-raja "Gutium", Amurru, dan Malluha, bahkan termasuk Elam. Menurut suatu catatan Aram di kemudian hari pada "Papirus 63", Shamash-shum-ukin secara resmi menyatakan perang terhadap Asyurbanipal dalam suatu surat yang menyatakan bahwa adiknya itu hanya gubernur di Niniwe dan anak buahnya.[16] Lagi-lagi orang Asyur menunda responnya, kali ini karena tanda-tanda yang kurang menguntungkan. Tidak jelas bagaimana pemberontakan ini mempengaruhui jantung wilayah Asyur, tetapi sejumlah kekacauan di kota-kota menandakan bahwa ada sejumlah problem.[17] Ketika Babel akhirnya diserang, orang Asyur terbukti lebih kuat. Perang saudara mencegah pemberian bantuan militer lebih jauh, dan pada tahun 648 SM Borsippa serta Babilon dikepung. Tanpa bantuan situasi menjadi tanpa harapan. Setelah dua tahun Shamash-shum-ukin binasa dalam istananya yang terbakar sesaat sebelum kota itu menyerah. Kali ini Babilon tidak dihancurkan seperti pada zaman Sanherib, tetapi terjadi pembantaian besar-besaran atas para pemberontak, menurut catatan raja. Asyurbanipal tetap mengizinkan Babel dalam status semi-otonomi, tetapi lebih resmi dari sebelumnya. Raja yang kemudian, Kandalanu tidak meninggalkan inskripsi remis, kemungkinan karena fungsinya hanyalah ritual.[18]
Akhir pemerintahan dan Kerajaan Asyur
Kekaisaran Asyur jatuh pada tahun 609 SM, tetapi sudah mulai menurun sejak kematian Asyurbanipal. Dalam dekade terakhir pemerintahannya, Asyur mengalami kedamaian, tetapi tampaknya mulai terjadi kemerosotan. Dokumentasi pada tahun-tahun terakhir hidupnya sangat jarang. Pernyataan terakhir dari masa pemerintahannya adalah tahun ke-38 (631 SM), tetapi menurut sumber-sumber kemudian, ia memerintah 42 tahun (jadi sampai tahun 627 SM).[19]
Setelah kematiannya, terjadi perebutan kekuasaan antara Ashur-etil-ilani, saudara laki-lakinya Sinsharishkun, jenderal Sin-shumu-lishir, dan orang yang kemudian menjadi raja baru Babilonia, Nabopolassar. Tidak jelas siapa berperang melawan siapa, tetapi akibatnya Kerajaan Asyur yang digjaya itu akhirnya hancur. Menurut Prasasti Adad-guppi, "Asur-etillu-ili" menjadi raja selama 3 tahun menggantikan Asyurbanipal, sebelum Nabopolassar mengambil alih kerajaan itu dan menjadi raja pertama kekaisaran Babilonia Baru yang meliputi wilayah kekaisaran Asyur.[20]
Seni dan budaya
Asyurbanipal sangat bangga akan pendidikan menulisnya. Ia menyatakannya dalam sebuah inskripsi: “Aku Asyurbanipal di dalam [istana], menangani hikmat Nebo, seluruh lempengan-lempengan bertulis, semua lempengan-lempengan tanahliat, seluruh misterinya dan kesulitannya, aku pecahkan.”.[21] Ia adalah satu dari sedikit raja yang dapat membaca tulisan kuneiform dalam bahasa Akkadia dan bahasa Sumeria, dan mengklaim bahwa ia bahkan dapat membaca teks-teks dari zaman sebelum "Air bah Utnapisytim". Ia juga dapat memecahkan persoalan matematika. Selama pemerintahannya ia mengumpulkan teks-teks kuneiform dari seluruh Mesopotamia, dan terutama Babilonia, dalam perpustakaan Asyurbanipal di Niniwe.[22]
Perpustakaan Asyurbanipal di Niniwe mungkin adalah penemuan yang paling menarik di Timur Dekat kuno. Ditemukan lebih dari 30.000 lempengan tanah liat di perpustakaan itu,[23] memberikan para arkeolog kekayaan tak terhingga akan informasi sastra, agama dan kerja administrasi Mesopotamia. Di antara penemuan itu terdapat Enuma Elish, juga dikenal sebagai "Epos Penciptaan" (the Epic of Creation),[24] yang menggambarkan pandangan Babilonia tradisional mengenai penciptaan ketika dewa Marduk membantai Tiamat, yaitu personifikasi air asin, dan menciptakan dunia dari tubuhnya. Dalam versi ini, manusia diciptakan dari darah dewa yang memberontak, Qingu, supaya bekerja demi kepentingan para dewa. Juga ditemukan di Niniwe, Epos Gilgamesh[25] suatu kisah menarik dari pahlawan itu dan sahabatnya Enkidu dalam petualangan menghancurkan demon Humbaba. Para dewa menghukum keduanya karena kesombongan mereka, tetapi membuat Enkidu mati akibat penyakit. Setelah kematian Enkidu Gilgamesh mencari Utnapisytim, orang yang selamat dari Air bah, supaya menemukan rahasia hidup kekal.
^Marcus Junianus Justinus. "Epitome of the Philippic History of Pompeius Trogus". Penerus-penerusnya, mengikuti teladannya, memberi jawab kepada rakyat melalui menter-menteri mereka. Orang Asyur, yang kemudian disebut orang Suriah, memegang kekaisaran selama 1300 tahun. Raja terakhir yang berkuasa atas mereka adalah Sardanapalus, orang yang lebih banci (effeminate) daripada wanita.
^Grayson, Kirk A. (Autumn, 1987). "Akkadian Treaties of Seventh Century BC". Journal of Cuneiform Studies. 39 (2): p.130.line feed character di |journal= pada posisi 21 (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link) : “… Esarhaddon imposes oaths to respect the right to succession of his two sons upon various peoples: the Medes in the Vassal Treaties and probably the people of Sippar in Text 3.”
^Luckenbill, D.D. Ancient Records of Assyria and Babylonia II. hlm. 314.
^Cylinder A, Column I, Lines 31-33, dalam Smith, George. History of Assurbanipal, Translated from the Cuneiform Inscriptions. London: Harrison and Sons, 1871: pg.6
^Roaf, M. (2004). Cultural Atlas of Mesopotamia and the Ancient Near East. hlm. 191.