Peristiwa Toko Roti Esing[n 1] (Hanzi: 裕盛辦館毒麵包案), juga dikenal dengan skandal Ah Lum, adalah skandal kontaminasi makanan pada sejarah awal Hong Kong Britania. Pada 15 Januari 1857, dalam konteks Perang Candu Kedua, ratusan penduduk Eropa yang diracun menggunakan roti mengandung arsenik dengan kadar yang tidak mematikan yang diproduksi oleh toko yang dimiliki orang Tionghoa, Toko Roti Esing. Pemilik toko roti, Cheong Ah-lum,[n 2] dituduh berencana meracuni penduduk Eropa, tetapi dibebaskan dalam persidangan oleh juri. Meskipun demikian, Cheong berhasil digugat karena kerusakan dan diusir dari Hong Kong. Tanggung jawab sebenarnya atas peristiwa ini dan niatnya—entah tindakan terorisme individu, sabotase komersial, kejahatan perang yang dirancang oleh pemerintah Qing, atau murni tidak disengaja—semuanya tetap menjadi bahan perdebatan.
Di Inggris, peristiwa ini menjadi isu politik selama pemilihan umum di Britania Raya pada 1857. Isu ini membantu memobilisasi dukungan untuk perang serta perdana menteri petahana, Henry John Temple, 3rd Viscount Palmerston. Sementara itu di negara asalnya sendiri, peristiwa ini menimbulkan kepanikan dan rasa tidak aman di antara para penjajah yang menyoroti kegentingan pemerintahan imperium di tanah jajahan itu. Peristiwa itu bersumbangsih dalam meningkatnya ketegangan antara penduduk Eropa dan Tionghoa di Hong Kong, serta antara masyarakat Eropa itu sendiri. Skala dan konsekuensi potensial dari peristiwa keracunan ini menjadikannya peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Imperium Britania, para penjajah percaya pada saat itu bahwa peristiwa itu berjasil memusnahkan komunitas mereka.
Latar belakang
Pada 1841, di tengah-tengah Perang Candu Pertama, Kaptem Charles Elliot berunding mengenai penyerahan Hong Kong oleh Dinasti Qing Tiongkok ke Imperium Britania dalam Konvensi Chuenpi.[1] Administrator awal koloni itu menaruh harapan yang tinggi bagi Hong Kong sebagai pintu gerbang bagi pengaruh Inggris di Tiongkok secara keseluruhan. Harapan tersebut juga akan menggabungkan pemerintahan Inggris yang baik dengan masuknya Tiongkok dari apa yang disebut pada saat itu sebagai "perajin yang cerdas dan siap diperbaiki", serta memfasilitasi perpindahan kuli ke Hindia Barat.[2] Namun, pemerintah kolonial segera menemukan kesulitan dalam memerintah penduduk Tionghoa yang berkembang pusat di Hong Kong,[3][4] dan juga dihadapkan dengan bajak laut yang endemik,[5] serta terus bermusuhan dengan pemerintahan Qing.[6][7] Pada 1856, Gubernur Hong Kong, John Bowring, disokong oleh Perdana Menteri Inggris, Henry John Temple, 3rd Viscount Palmerston, menuntut perbaikan dari pemerintah Qing atas penyitaan kapal milik orang Tionghoa Hong Kong, yang menyebabkan Perang Candu Kedua antara Inggris dan Tiongkok (1856–1860).[8]
Dalam permulaan perang pada akhir 1856, komisioner kekaisaran Qing Ye Mingchen mengadakan kampanye terorisme di Hong Kong lewat serangkaian proklamasi yang menawarkan tebusan untuk kematian terhadap apa yang ia sebut sebagai "orang barbar pemberontak" Prancis dan Inggris, dan memerintahkan warga Tiongkok untuk berhenti mengabdi dengan "para anjing asing".[9] komite tersebut mengadakan pemberontakan terhadap orang-orang Eropa dibentuk di Kabupaten Xin'an di daratan utama.[10] Pada saat yang sama, warga Eropa di Hongkong menjadi khawatir akan pergolakan di Tiongkok yang disebabkan oleh Pemberontakan Taiping (1850–1864) menyebabkan penyerbuan para penjahat Tiongkok ke koloni tersebut.[8] Ketegangan antara pemukim Tiongkok dan Eropa makin meninggi. Pada Desember 1856 dan Januari 1857, pemerintah Hongkong memberlakukan legislasi darurat, yang memberlakukan jam malam terhadap warga Tiongkok di Hong Kong dan memberikan penugasan penyisiran kepada polisi untuk menangkapi dan mendeportasi para penjahat Tiongkok dan meredam kekuatan mematikan pada malam hari. Para pemukim Tiongkok tersohor menjadi makin ditekan oleh peningkatan brutalitas polisi dan tingkat pengaturan hidup Tiongkok.[11]
Rangkaian peristiwa
Pada 15 Januari 1857, antara 300 dan 500 pemukim yang umumnya berdarah Eropa di koloni tersebut—jumlah yang besar dari populasi Eropa pada masa itu—yang telah menyantap potongan roti dari Toko Roti Esing (Hanzi: 裕成辦館; Yale (Bahasa Kanton): Yuhsìhng baahngún[12]) terserang penyakit dengan gajala mual, muntah, sakit lambung, dan pusing. Pengujian berikutnya menyatakan bahwa roti telah dicampur dengan sejumlah besar arsenik troiksida.[13] Kuantitas arsenik yang sangat tinggi menyebabkan racun tersebut menimbulkan muntah sebelum dapat menewaskan para korbannya.[14] Tak ada kematian yang langsung berkaitan dengan peracunan tersebut,[15] walau tiga kematian yang terjadi pada tahun berikutnya, termasuk istri Gubernur Bowring, yang dikatakan merupakan dampak jangka panjangnya.[14] Para dokter di koloni tersebut, yang dipimpin oleh Dokter Bedah Umum Aurelius Harland, memberikan pesan kepada seluruh belahan kota dengan menasehati bahwa roti telah diracun dan memerintahkan agar dimuntahkan dan menyantap telur mentah.[16]
Pemilik toko roti, Cheong Ah-lum (Hanzi: 張霈霖; Yale (Bahasa Kanton): Jēung Puilàhm[12]), pergi ke Makau dengan keluarganya pada hari itu.[17] Ia langsung diduga menjadi pelaku, dan kala kabar peristiwa tersebut dengan cepat menyebar, ia ditahan disana dan dibawa kembali ke Hong Kong pada keesokan harinya. Pada akhir hari tersebut 52 orang Tiongkok dibariskan dan ditahan dalam kaitannya dengan peristiwa tersebut.[13] Banyak warga Eropa lokal, termasuk Jaksa Agung, Thomas Chisholm Anstey, mengharapkan agar Cheong memberlakukan darurat militer[18]—beberapa orang menyerukan agar ia dihakimi massa.[19] Gubernur Bowring memutuskan agar ia diadili oleh juri.[18]
Pada 19 Januari, sepuluh orang[n 3] diadili di Mahkamah Agung usai pemeriksaan dini. Pengadilan tersebut diadakan pada 21 Januari. Para tahanan lain diserahkan ke kantor polisi Cross Roads dan dijebloskan ke sebuah sel kecil, yang kemudian dikenal sebagai 'Lubang Hitam Hong Kong' merujuk kepada Lubang Hitam Kalkuta.[17] Beberapa orang dideportasi pada beberapa hari kemudian,[13] sementara sisanya ditahan di Lubang Hitam selama nyaris tiga pekan.[20]
Sidang Mahkamah Agung
Sidang dibuka pada 2 Februari.[21] Pemerintah kesulitan memilih dakwaan yang layak karena tak ada landasan dalam hukum pidana Inggris berkaitan dengan upaya pembunuhan seluruh masyarakat.[22] Salah satu korban peracunannya dipilih, dan Cheong beserta enam terdakwa lainnya didakwa "memakai racun dengan niat untuk membunuh James Carroll Dempster, Dokter Bedah Kolonial".[21] Jaksa Agung Anstey memimpin pendakwaan tersebut, William Thomas Bridges dan John Day memberikan pembelaan.[23] Kepala Hakim John Walter Hulme, yang ia sendiri terracuni, memimpin.[24]
Arhumen di pengadilan lebih terfokus pada sifat pribadi Cheong ketimbang peracunan itu sendiri. Pembela berpendapat bahwa Cheong merupakan anggota masyarakat orang yang disegani dan sangat dihargai dengan kecil alasan terlibat dalam rencana peracunan amatir, dan berpendapat bahwa Cheong dicurangi oleh para pesaing dagangnya. Di sisi lain, pendakwa menganggapnya sebagai agen pemerintah Qing, yang secara ideal berniat untuk mensabotase koloni. Mereka mengklaim bahwa tekanan keuangan dan niat penawaran dirinya terhadap para pegawai Tiongkok dilakukan demi uang.[25]
Pembela menyatakan bahwa anak-anak Cheong sendiri menunjukkan gejala peracunan. Jaksa Agung Anstey berpendapat bahwa mereka sebetulnya mabuk laut,[26] dan menambahkan bahwa bahkan jika Cheong tak bersalah, "lebih baik menggantung orang yang sama ketimbang mengakukan bahwa keputusan dan penindakan Inggris gagal untuk menemukan para penjahat aslinya".[27] Hulme berujar bahwa "menggantung orang yang salah takkan makin mengakhiri keadilan".[17] Cheong sendiri menyerukan pemenggalan dirinya, bersama dengan para anggota keluarganya, jika ia dinyatakan bersalah, sesuai dengan praktek Tiongkok.[28] Pada 6 Februari, juri menolak argumen dakwaan dan mengembalikan 5–1 keputusan 'tak bersalah'.[21]
Pencekalan Cheong
Keputusan tersebut memicu sensasi, di samping wacana publik di kalangan penduduk Eropa di Hongkong masih sangat bergesekan dengan Cheong. Gubernur Bowring dan Dewan Eksekutif-nya telah memutuskan kala sidang tengah berjalan bahwa Cheong harus ditahan tanpa memandang keputusannya,[29] dan ia ditangkap tak lama setelahnya di bawah legislasi darurat pada pra-teks dari aap yang otoritas sebut "karakter dakwaan". William Tarrant, penyunting Friend of China, menggugat Cheong atas kerusakan-kerusakan. Ia menganugerahi $1.010.[30][n 4] Sebelum pernyataan dapat dilaksanakan, Bridges, Pelaksana Jabatan Sekretaris Kolonial saat ini, menerima petisi dari golongan Tiongkok untuk Cheong agar diperkenankan pergi secara damai dari Hong Kong usai memutuskan perintah perkaranya. Sehingga, Cheong dibebaskan dan meninggalkan koloni tersebut pada 1 Agustus, meninggalkan usahanya.[29]
Tarrant menyalahkan Bridges secara terbuka karena mempersilahkan Cheong untuk melarikan diri, namun ia sendiri akibatnya digugat atas dakwaan fitnah oleh Bridges dan memaksanya untuk membayar denda £100.[31][n 4]
Analisis
Pertanggungjawaban
Para cendekiawan modern terbagi dalam mengaitkan pertanggungjawaban terhadap peristiwa tersebut. Sejarawan George Beer Endacott berpendapat bahwa peracunan tersebut dilakukan atas perintah para pegawai Qing, sementara Jan Morris menyebut Cheong sebagai serigala penyendiri yang bertindak atas patriotisme pribadi. Keluarga Cheong sendiri mencatat, ditulis di Tiongkok pada 1904 atas perintah istana kekaisaran, menyatakan bahwa peristiwa tersebut sepenuhnya kecelakaan, hasil dari penghirauan dalam persiapan roti alih-alih peracunan yang disengaja. Sehingga, catatan lain berujar bahwa peracunan tersebut dilakukan oleh dua karyawan di toko roti yang kabur dari Hongkong tak lama setelahnya, dan Cheong tak terlibat.[24] Lowe dan McLaughlin, dalam penyelidikan mereka pada tahun 2015 terhadap peristiwa tersebut, mengklasifikasi hipotesis tersebut dalam tiga kategori: bahwa peracunan dilakukan oleh Cheong atau seorang karyawan atas perintah dari para pegawai Tiongkok, bahwa peracunan tersebut adalah upaya dari saingan untuk menjelek-jelekkan Cheong, dan bahwa peracunan tersebut adalah kecelakaan.[32]
Lowe dan McLaughlin menyatakan bahwa analisis kimia yang dilakukan pada masa itu tak mendukung teori bahwa peristiwa tersebut adalah kecelakaan. Keluarga Cheong menyatakan bahwa "suatu hari, tanpa disadari, seorang keryawan mencampur suatu 'bahan aneh' ke dalam tepung", sehingga arsenik yang ditemukan dalam roti itu sendiri, dan dalam kadar yang masif—bukan dalam tepung, ragi, pastri atau dalam goresan yang dikumpulkan dari meja, semuanya diuji. Jika hasilnya benar, racun tersebut harusnya dipakai tak lama sebelum pembuatan roti.[14] Meskipun demikian, di samping kegagalan mutlaknya, Lowe dan McLaughlin berpendapat bahwa peristiwa tersebut memiliki karakteristik tertentu dari perencanaan strategis yang berhati-hati: keputusan untuk meracuni roti khas Eropa, sebuah makanan yang umumnya tak disantap oleh warga Tiongkok pada masa itu, akan disajikan untuk memisahkan target yang ditujukan dari rencana tersebut, sementara arsenik putih (arsenik trioksida) menjadi racun yang berdampak cepat yang biasanya tersedia Tiongkok dan juga sesuai dengan tugas tersebut.[16]
Pada Juni 1857, Hong Kong Government Gazette menerbitkan surat tersita yang ditulis untuk Chan Kwei-tsih, kepala komite pemberontakan di Kabupaten Xin'an, dari saudaranya Tsz-tin, memberitahukan peristiwa tersebut kepadanya. Laporan tangan kedua dalam peristiwa tersebut menganggap bahwa komite tak nampak menyelidiki peristiwa tersebut secara langsung.[33]
Toksikologi
Aurelius Harland, Dokter Bedah Umum, melakukan pengujian awal terhadap roti dan bahan-bahan lain yang didapati dari toko roti tersebut. Ia menyatakan:
Tak lama usai peringatan pertama, aku terdorong untuk memutuskan cara tercepat terhadap roti tersebut, dan Dr Bradford datang, ia dan akumenyatakan pada diri kami sendiri bahwa itu adalah arsenik. Keesokan harinya. atas permintaan Jurutulis Kolonial, membuat analisis yang sangat berhati-hati terhadap setiap potong roti terpisah, dan mendapat bahwa itu semua mengandung bahan arsenik. ... kami mendapati bahwa satu pon [0,45 kg] potong roti mengandung setidaknya satu drachm arsenik, enam puluh grain dari satu drachm, arsenik putih umum. ... Aku juga, pada siang tanggal 16, mendapati dua guci yang dibawakan kepadaku oleh seorang polisi, yang satu berisi ragi yang dipakai pada malam tanggal 14, yang lainnya bahan untuk membuat ragi, bersama dengan sejumlah teping dan sejumlah pastri dari toko roti tersebut, pasta yang diambil dari meja, dan beberapa kue dalam cetakan tima. Aku tak menemukan jejak arsenik atau racun logam lain dalam bahan manapun.[34][n 5]
Bagian-bagian roti berracun tersebut kemudian disegel dan dikirim ke Eropa. Disana, roti-roti tersebut diuji oleh kimiawan Frederick Abel[14] dan Justus von Liebig, dan dokter bedah Skotlandia John Ivor Murray.[35] Murray mendapati bahwa peristiwa tersebut menghimpun kepentingan ilmiah karena jumlah kematian rendah yang disebabkan dari pencampuran sejumlah besar arsenik. Uji kimia memperkenankannya untuk mendapati 62.3 grain asam arsenik per pound roti (9 bagian per seribu), sementara Liebig mendapati 64 grain/lb (10 bagian per seribu).[35] Liebig berteori bahwa racun tersebut gagal untuk berdampak karena dimuntahkan sebelum pencernaan dapat terjadi.[35]
Dampak dan akibat
Tanggapan di Inggris
Kabar peristiwa tersebut mencapai Inggris pada pemilu tahun 1857,[36] yang diserukan menyusul pemungutan suara parlementer sukses terhadap dukungan Lord Palmerston untuk Perang Candu Kedua.[37] Berkenaan dukungan untuk Palmerston dan kebijakan perangnya, Morning Post dari Inggris menyebutkan peracunan tersebut dalam istilah hiperbolis, menyebutnya sebagai "permusuhan tersembunyi, pengkhianatan tak tertandingi, dari monster-monster Tiongkok", "dikalahkan ... oleh keputusan penyidikannya"; para pelakunya adalah "hewan-hewan berbahaya ... makhluk-makhluk liar dalam wujud manusia, tanpa suatu nilai penebusan tunggal" dan "iblis dalam wujud manusia".[36] Surat kabar lain yang mendukung Palmerston, Globe, menerbitkan surat palsu Cheong yang menyatakan bahwa ia "bertindak sepakat terhadap perintah Waliraja [Ye Mingchen]".[38] Pada waktu itu, kabar pengakuan Cheong diterbitkan di London pada 11 April, pemilu diadakan menyeluruh bahkan lebih, dan Palmerston meraih kemenangan.[39]
Di London, peristiwa tersebut meraih perhatian dari penulis Jerman Friedrich Engels, yang menulis kepada New York Herald Tribune pada 22 Mei 1857, berujar bahwa Tiongkok kini "meracuni roti komunitas Eropa di Hong Kong secara keseluruhan, dan dengan pramediasi terdingin". "Singkatnya, alih-alih dimoralisasikan pada kejahatan mengerikan Tiongkok", ia berpendapat, "seperti yang dituturkan pers Inggris, kami lebih mengakui bahwa ini adalah sebuah perang secara pro aris et focis, sebuah perang populer untuk menghimpunan kebangsaa Tiongkok, dengan segalan prasangka, kebodohan, penghirauan yang diketahui dan barbarisme pedantik yang dilebih-lebihkan jika kau suka, namun pada sebuah perang populer popular."[40]
Pihak lain di Inggris menyangkal bahwa peracunan tersebut bahkan telah terjadi. Dalam Dewan Rakyat, Thomas Perronet Thompson menuduh bahwa peristiwa tersebut telah dipalsukan sebagai bagian dari kampanye disinformasi yang membenarkan Perang Candu Kedua.[41] Kebanyakan ketidakpercayaan terpusat pada nama Cheong, yang menjadi bahan sarkasme dan lawakan—para tukang roti di Inggris pada abad ke-19 seringkali mencampur adonan mereka dengan potasium alum, atau disingkat 'alum', sebagai pemutih[42] —dan Lowe dan McLaughlin menyatakan bahwa "seorang tukang roti bernama Cheong Alum akan dianggap menghibur dengan sendirinya, namun seorang tukang roti bernama Cheong Alum dituduh menambahkan racun pada adonannya sendiri yang nampaknya terlalu baik untuk benar-benar terjadi". Seorang pegawai dari Colonial Office menganggap laporan tentang Cheong dari Hong Kong dengan berujar, "Sepenuhnya nama mistis".[43]
Hong Kong
Baik skala peracunan dan dampak potensialnya membuat peristiwa toko roti Esing tak berdasar dalam sejarah Kekaisaran Britania,[44] dengan para kolonis meyakini pada waktu itu bahwa kesuksesannya dapat menghancurkan komunitas mereka.[17]
Morris menyebut peristiwa tersebut sebagai "sebuah perwujudan dramatis dari kelakar kesukaan Victorian, Bahaya Kuning",[45] dan perkara tersebut berkontribusi pada ketegangan antara komunitas Eropa dan Tiongkok di Hong Kong. Dalam keadaan panik,[46] pemerintah kolonial melakukan penangkapan massal dan deportasi penduduk Tiongkok usai peracunan tersebut.[47] 100 perwira polisi baru ditugaskan dan sebuah kapal niaga dikerahkan untuk menjaga perairan di sekitaran Hong Kong. Gubernur Bowring menulis kepada London yang meminta pengerahan 5.000 prajurit ke Hong Kong.[46] Sebuah proklamasi yang dikeluarkan memberlakukan kembali jam malam terhadap pemukim Tiongkok, dan kapal-kapal Tiongkok diperintahkan untuk tetap berada di jarak 300 yard (270 m) dari Hong Kong, secara paksa jika dibutuhkan.[48] Chan Tsz-tin menyebut dampaknya dalam suratnya (Lihat § [[#di atas|di atas]], di atas.):
... orang-orang barbar Inggris berada dalam kebingungan yang sangat besar; agar proklamasi dikeluarkan setiap hari, dan tiga set regiulasi diberlakukan dalam dua hari. Orang-orang yang keluar pada malam hari ditangkap dengan segera, dan membiarkannya dalam keadaan terburu-buru; tak ada orang yang diperkenankan keluar setelah jam 8; toko-toko dipaksa mengambil tiket keluar sejumlah enam belas dolar.[49]
Toko Roti Esing ditutup, dan suplai roti ke komunitas kolonial diambil alih oleh wirausahawan Inggris George Duddell,[50] yang disebut oleh sejarawan Nigel Cameron sebagai "salah satu penjahat paling licik di koloni tersebut".[51] Gudang Duddell diserang dalam sebuah peristiwa pembakaran disengaja pada 6 Maret 1857, menandakan permasalahan berkelnajutan di koloni tersebut.[50] Pada bulan yang sama, salah satu karyawan Duddell dilaporkan membahas penawaran $2.000 untuk pencampuran adonan biskuit dengan soporifik—kebenaran dari dugaan tersebut tak diketahui.[22] Tak lama usai peracunan tersebut, Hong Kong tertimpa oleh perkara Caldwell, serangkaian skandal dan kontroversi yang melibatkan Bridges, Tarrant, Anstey, dan anggota pemerintah lainnya, sama-sama berfokus pada hubungan ras di koloni tersebut.[52]
Cheong sendiri hidup makmur di Makau dan Vietnam usai kepergiannya dari Hongkong, dan kemudian menjadi konsul untuk Kekaisaran Qing di Vietnam. Ia meninggal dunia pada 1900.[24] Sebuah potongan roti berracun, yang disimpan dengan baik akibat kandungan arseniknya yang tinggi, disimpan dalam sebuah tempat penyimpanan kantor Ketua Hakim Mahkamah Agung Hong Kong sampai 1930an.[45]
^Drachm merupakan satuan kecil, setara satu per delapan satu troy ons (31 g), atau sekitar 3.9 gram. Grain adalah unit bobot terkecil, dengan 7000 grain setara satu pon (0,45 kg). Sehingga, drachm arsenik dalam potongan roti ukuran tersebut setara dengan 2 bagian per seribu.
Fenton, Laurence (2012). Palmerston and The Times: Foreign Policy, the Press and Public Opinion in Mid-Victorian Britain. London and New York: I.B. Tauris. ISBN9781780760742.