Peristiwa Cikini adalah percobaan pembunuhan dengan pelemparan granat yang ditujukan kepada Presiden Indonesia Soekarno. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu malam, 30 November 1957, di Jalan Cikini Raya No. 76, Jakarta Pusat.[1] Pada saat itu, Soekarno sedang menghadiri hari jadi ke-15 Perguruan Cikini, sekolah tempat belajar kedua anaknya, Guntur Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri. Soekarno dan kedua anaknya selamat dari serangan tersebut.[2][3]
Peristiwa
Percobaan pembunuhan itu dipimpin oleh Jusuf Ismail, yang bersama rekannya Sa'adon bin Muhammad, Tasrif bin Husein, dan Moh. Tasin bin Abubakar melemparkan enam granat ke arah kendaraan Soekarno. Lima granat meledak dan menewaskan 10 orang dan mencederai 48 orang lainnya.[3] Penggranatan terjadi saat acara peringatan sudah selesai, dan Soekarno hendak meninggalkan lokasi dengan kendaraan kepresidenan. Mobil Chrysler Imperial "Indonesia l" yang ditumpanginya mengalami kerusakan parah; ban depan kanan dan kiri pecah, sepatbor berlubang, serta kap dan mesin rusak.[3]
Ajudan Presiden, Mayor Sudharto,[4] dan para pengawal segera membawa Soekarno berlindung ke sebuah rumah di seberang jalan. Setelah itu dengan menggunakan mobil Sudarto dan dikawal pasukan Brimob, Soekarno dibawa meninggalkan tempat itu menuju Istana Negara.[3]
Dalam waktu kurang dari 24 jam, keempat pelaku pelemparan granat ditangkap dan selanjutnya dibawa ke pengadilan.[2]
Persidangan dan hukuman
Persidangan dibuka pada 15 Agustus 1958, dipimpin oleh Ketua Hakim Perwira Letnan Kolonel Mr. Gunawan serta Jaksa Mayor Suryo Sudiyono sebagai Penuntut Umum.[4] Dalam persidangan terungkap bahwa Jusuf dan ketiga rekannya adalah aktivis Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) serta anggota Gerakan Anti Komunis (GAK) yang dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis.[1] Mereka merupakan penghuni Asrama Sumbawa di Cikini dan diketahui bersimpati dengan ideologi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).[1] Para pelaku amat menentang kebijakan Soekarno yang mendukung keberadaan dan perkembangan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka mengklaim bahwa tindakan mereka bukan benar-benar berniat membunuh Soekarno, melainkan sebagai peringatan agar pemerintah mengubah haluan politik negara.[1][2]
Salah seorang pelaku menuduh Zulkifli Lubis sebagai dalang di balik peristiwa ini.[3] Namun, ia kemudian dianggap tidak bersalah, sebab Jusuf Ismail menyatakan dirinya sebagai pelopor utama penggranatan itu.[2]
Keempat pelaku dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati dengan cara ditembak, yang dijalankan pada tanggal 28 Mei 1960.[2]
Imbas
Setelah terjadi beberapa percobaan pembunuhan lainnya terhadap Soekarno, pada 6 Juni 1962, Menkohankam/KASAB Jendral A.H. Nasution membentuk Resimen Cakrabirawa sebagai pasukan khusus untuk melindungi kepala negara dan keluarganya.[5] Pada 10 Juni 1963, Soekarno mengeluarkan Kepres yang menyatakan GPII sebagai organisasi terlarang dan membubarkannya beserta seluruh cabang dan rantingnya di Indonesia.[6]
Referensi