Peperangan Banten–Belanda

Peperangan Banten–Belanda
Bagian dari Zaman kolonial Eropa

Pertempuran di Banten tahun 1682, oleh Jan Luyken[1]
Tanggal1596–1808
(212 tahun)
LokasiSelat Sunda, Banten, dan Jawa Barat
Hasil
  • Kemenangan Belanda
Perubahan
wilayah
Kesultanan Banten masuk ke wilayah jajahan Belanda[2][3]
Pihak terlibat
Kesultanan Banten
Pemberontak anti-Belanda
didukung oleh:
Perusahaan Hindia Timur Britania Raya
Perusahaan Hindia Timur Belanda[a]
 Hindia Belanda[b]
Kerajaan Sumedang Larang
Fraksi pro-Belanda
Tokoh dan pemimpin
Abu al-Mafakhir
Mangkubumi Jayanagara
Sultan Ageng Tirtayasa (POW)
Aliyuddin II
Pangeran Suramenggala (POW)[3]
Arya Ranamanggala
Pangeran Jayakarta IV
Aria Wangsakara #
Pangeran Purbaya Menyerah
Yusuf Al-Makassari (POW)
Cili Widara
Untung Surapati 
Kyai Tapa (MIA)
P. M. Wargadiraja Dihukum mati[2][3]
Cornelis de Houtman (POW)[4]
Frederick de Houtman (POW)[5]
Jan Pieterszoon Coen
Antonio van Diemen
Joan Maetsuycker
Rangga Gempol III
Rijcklof van Goens
Cornelis Speelman
Sultan Haji
Herman Willem Daendels
Syarifah Fatima (POW)
Syarifuddin Ratu Wakil (POW)
François Tack 
Philip Pieter Du Puy [2][3]
Jacob Mossel

Peperangan Banten–Belanda adalah serangkaian pertempuran antara Kesultanan Banten dan Belanda yang terjadi pada tahun 1596 sampai tahun 1808. konflik ini berakhir saat Inggris menduduki Pulau Jawa

Sejarah

Pertama; 1596

Tiga prajurit dari Bantam (Banten), 1596

Pertempuran pertama ini terjadi saat Cornelis de Houtman berkunjung ke Kesultanan Banten pada tahun 1596. saat itu Cornelis de Houtman berkunjung ke Banten untuk menunggu Lada, namun saat itu adalah seharusnya Cornelis de Houtman pergi dari Banten namun mereka sudah 2 hari menetap di Banten. Saat malam tiba, mereka menyeret 2 kapal Banten yang berisi penuh Lada, mengetahui hal itu Mangkubumi Jayanagara menyuruh prajuritnya untuk menyerang perahu yang itu, pasukan Banten berhasil merebut kembali lada yang dicuri dan juga berhasil menangkap Cornelis de Houtman, Frederick de Houtman, dan 8 awak kapal lainnya. Setelah itu mereka membayar 45.000 gulden agar bisa membebaskan mereka[4]. setelah kejadian itu mereka pulang dengan tangan kosong tanpa membawa apapun dari Banten.

Kedua; Januari-April 1619

Perang Jayakarta (1619)

Perang Jayakarta yang terjadi pada bulan Januari 1619 ini adalah peristiwa dimana Jayakarta sebelum jatuh ke tangan VOC pada 3 bulan kemudian.

Pada tanggal 1 Maret 1619, armada Inggris dengan dibantu oleh Pangeran Jayakarta berhasil merebut semua Benteng dan gudang VOC di Jayakarta. Mereka berhasil merebut berbagai komoditas dan persenjataan milik VOC yang disimpan di tempat tersebut. Inggris juga berhasil membebaskan tawanan Inggris yang sempat ditahan oleh VOC. Kastil VOC yang berada dalam kepungan pasukan Inggris dan Pangeran Jayakarta kemudian diserahkan kepada Pangeran Ranamanggala yang merupakan penguasa utama di wilayah Jayakarta.[6]

Penaklukan Jayakarta

Penaklukan Jayakarta oleh VOC. 1619

Pada 17 Mei 1619, pasukan VOC berlabuh di Jayakarta dan langsung melancarkan serangan ke benteng-benteng pertahanan orang orang Banten. Pasukan VOC terdiri dari 1,000 orang pasukan yang bertempur melawan ribuan orang pasukan Banten. Pasukan VOC membakar rumah-rumah penduduk bumiputera di Jayakarta. Pada tanggal 25 Mei 1619 sekitar enam belas kapal VOC juga menyerang pantai dan pelabuhan Banten. Akhirnya pada tanggal 30 Mei 1619 VOC merebut Kota Jayakarta sepenuhnya dari tangan pasukan Banten. dan mengubah namanya menjadi Batavia.[7][8]

Ketiga; 1633-1635

Pertempuran Pertama

Pada tahun 1633, Belanda menuduh Banten melakukan perampokan dan perompakan di Laut Jawa. dengan membalas aksi ini Belanda mengirimkan ekspedisi ke Banten di antaranya Lampung, Tanahara, dan Anyer. Kebanyakan dari pertempuran ini kebanyakan dimenangkan oleh Banten.[9][10][11]

Pertempuran Tanahara

Pada tahun 1634, VOC mengirimkan lagi pasukan yang lebih kuat Untuk mengepung Surosowan, maka diadakanlah blokade perairan Banten. Pengepungan yang ada di Tanahara berhasil digagalkan oleh Tubagus Singaraja. sedangkan pengepungan yang berada di Pelabuhan Banten baru dapat digagalkan dengan taktik baru oleh Wangsadipa. [9][10][12]

Peristiwa Pabaranang

Lalu kapal VOC yang sudah dekat dengan Surosowan segera di tangani dengan cara membakar kapal-kapal itu[9], pembakaran itu terjadi dalam 2 sesi, yang pertama pada 4-5 Januari, dan yang kedua pada tanggal 10-10 Januari. dengan begitu pengepungan Banten oleh VOC dapat digagalkan.[10][12][13]

Penyerangan kapal Banten di Ambon

Pada tahun 1635 kapal VOC menyerang kapal kapal Banten yang mengangkut cengkeh dari Ambon. kejadian ini membuat Sultan Banten marah dan mengundang perang secara terbuka.[12]

Keempat; 1656

Penjarahan Batavia (1656)

Pada tahun 1656 Banten melakukan penyergapan, penculikan, pembunuhan, Pembakaran, dan pencurian ke Batavia. Banten melakukan pengrusakan kebun-kebun Batavia serta merusakan penggilingan penggilingannya[14]. dan melakukan penculikan kepada serdadu VOC yang sedang berpatroli. mereka melakukannya pada malam hari. [15]. dan juga banyak pasukan Banten yang membajak kapal VOC yang berlayar dari Selat Malaka ke Batavia, maka VOC harus lebih waspada jika ingin melewati laut Banten. atas kejadian ini Batavia merasa sangat dirugikan dan mengajukan gencatan senjata .

Kelima; 1658-1659

Pertempuran kelima yang terjadi pada tahun 1658-1659 ini adalah pertempuran besar antara Banten dan VOC. dalam pertempuran ini pihak VOC sangat dirugikan dan VOC memutuskan untuk melakukan gencatan senjata.

Pertempuran Angke

Untuk mengacaukan mental pasukan kompeni dan menghancurkan tempat-tempat persem-bunyian mereka, Ngabehi Wira Angun-angun dan Prayakarti ditugaskan untuk membakar desa di sekeliling kubu musuh dan juga membakari tanaman tebu milik kompeni. Dan nanti, bersamaan dengan pembakaran-pembakaran itu, Senopati Ing Ngalaga dengan 500 prajurit pilihan bergerak melingkar dan menyerang musuh dari belakang. Keesokan harinya, setelah tanda penyerangan dibunyikan mulailah mereka menjalankan tugasnya masing-masing. Ngabehi Wira Angun-angun, Prayakarti dan beberapa serdadu pilihan secara diam-diam membakar kampung-kampung, tanaman tebu dan pabrik penggilingan tebu serta menghancurkan segala tempat yang mungkin menjadi sarang musuh.

Sedangkan Raden Senopati Ing Ngalaga dengan 500 tentaranya bergerak ke arah timur dengan tujuan menyerang musuh dari belakang. Adapun prajurit lainnya dipimpin oleh ponggawa dan senopati yang gagah berani menyerang dari depan dengan penyerangan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan tiap prajurit berperang satu lawan satu.[16]

Pasukan yang dipimpin oleh Demang Narapaksa dan Demang Wirapaksa banyak menimbulkan kerugian jiwa di pihak kompeni. Banyak pimpinan mereka yang dapat dibinasakan, di antaranya Kapiten Drasti, Kapiten Perancis, Kapiten Terus, dan Kapiten Darus. Pertempuran pada hari itu berlangsung hebat, sehingga banyak mengambil korban dari kedua pihak, dan baru setelah senja tiba pertempuran pun dihentikan.[17]

Pertempuran Pontang

Ratu Bagus Wangsakusuma dan prajuritnya bersembunyi di belakang Pulau Dua dan menyergap kapal kompeni itu, sehingga semua serdadu kompeni dapat dibinasakan dan senjatanya dapat dirampas. Berita keberhasilan ini disampaikan kepada Sultan berikut semua senjata rampasannya.[17]

Penyergapan Tanjung Balukbuk

Sarantaka dan Sacantaka bersama dua pacalang berhasil menghancurkan sebuah kapal kompeni di Tanjung Balukbuk.[17]

Penyergapan Tanjung Barangbang

Pangeran Ratu Bagus Singandaru dapat menghancurkan sebuah kapal jung besar milik kompeni yang baru datang dari Malaka di dekat Tanjung Barangbang.[17]

Penculikan Gosong Bugang

Demikian juga dengan pasukan Kyai Haji Abbas, mereka dapat menghancurkan kapal kompeni di dekat perairan Gosong Bugang, semua barang rampasan diserahkan kepada Sultan.[17]

Pertempuran Karawang

Pasukan yang dipimpin oleh Rangga Natajiwa, Surantaka dan Wiraprana dapat menghancurkan armada kompeni di Karawang yang mengangkut pasukan dari Jawa Timur.[17]

Pengepungan Pelabuhan Ratu

Sedangkan di perairan Pelabuhan Ratu, pasukan Saranurbaya dapat menghancurkan kapal kompeni, walaupun Saranurbaya sendiri luka parah yang mengakibatkan ia meninggal dunia lima hari kemudian. [17]

Pengepungan Surosowan

Di perairan Teluk Banten, di depan kota Surosowan, datang 11 kapal perang kompeni, dalam formasi mengepung dari Pulau Lima di timur sampai ke Pulau Dua. Di Surosowan, pasukan meriam yang sudah disiapkan, segera mengarahkan sasarannya ke kapal-kapal itu, maka terjadilah tembak menembak yang seru dari kedua pasukan.

Beberapa meriam Banten banyak yang tepat mengenai sasaran; si Jaka Pekik, si Muntab dan si Kalantaka selalu tepat mengenai kapal-kapal kompeni itu, sehingga armada penyerang melarikan diri dan kembali ke Batavia dengan meninggalkan kapal-kapal yang rusak dan tenggelam.[18][19]

Pertempuran Tangerang

serentak kedua pasukan itu mengadakan serangan, dan perang besar dimulai, sampai senja hari. Keesokan harinya Arya Mangunjaya memerintahkan beberapa orang prajurit untuk pergi ke Surosowan melaporkan jalannya perang, sambil membawa prajurit-prajurit yang terluka, tawanan perang dan juga harta rampasan.

Pertempuran baru dilanjutkan selang beberapa hari kemudian. Banyak prajurit dari kedua pihak yang gugur dan terluka. Prajurit Banten yang terluka segera dikirim ke Surosowan, tapi banyak pula yang meninggal di perjalanan karena lukanya yang parah.

Karena penyerangan pasukan Banten ini dilakukan terus menerus dan tanpa mengenal takut, akhirnya kedudukan kompeni semakin terdesak sampai mendekati batas kota Batavia. Penduduk dan pejabat kompeni segera mengungsi ke daerah lain, khawatir kalau-kalau pasukan Banten dapat menembus benteng pertahanan kota; tambahan tentara tidak mungkin diharapkan, karena pada waktu itu kompeni pun sedang sibuk berperang dengan Makasar.[18][20][21]

Perjanjian Damai

Karena VOC sangat terdesak maka VOC mengirimkan perjanjian damai, namun perjanjian itu ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk melunakkan hati Sultan Ageng Tirtayasa, VOC meminta tolong kepada Sultan Jambi agar mau menolong VOC, Jambi setuju dan mengirimkan utusannya ke Surosowan, dengan itu perjanjian ditandatangani pada tanggal 10 Juli 1659.[20][22]

Keenam; 1678-1680

Perang Banten–Cianjur

Pada tahun 1678-1680 Banten melancarkan beberapa serangan untuk menginvasi Cianjur, Banten merasa berhak atas wilayah Priangan karena Banten lah yang mengakhiri riwayat Pajajaran di Jawa Barat. Salah satu pertempuran Banten–Cianjur adalah pada tahun 1680. Pasukan Banten menjarah Cianjur, sehingga warga dan pedagang di Cianjur sampai kehilangan 100-103 kerbau dan sapi. [23][24][25]

Penyerangan Pantai Utara

Pada bulan April tahun 1679 kesultanan Banten menyerang Gudang VOC di Indramayu di bawah pimpinan Arya Surya dan Ratu Bagus Abdul Qadir,bahkan serangan ini menyebarkan ke Pekalongan dan Kaliwungu. penyerangan kesultanan Banten ini adalah bagian dari perang gerilya kesultanan Banten terhadap Vereenigde Oostindische Compagnie dan sekutunya di pulau Jawa[26]

Pertempuran Indramayu

Saat itu Banten menyerang Indramayu, dan Bupati Indramayu menyatakan setia kepada Banten. Menyerahnya Bupati Indramayu, membuat VOC gusar. VOC mengirimkan 75 pasukannya untuk menjemput Bupati Indramayu itu, namun tidak bertemu, namun pasukan VOC itu malah bertemu dengan pasukan Banten, pertempuran pun terjadi, karena Indramayu saat itu dibakar oleh Banten membuat pasukan VOC kucar-kacir dan banyak yang melarikan diri, namun ada 1 pasukan VOC yang terbunuh dalam aksi ini.[27]

Ketujuh; 1682-1684

Pertempuran di Banten tahun 1682, oleh Jan Luyken

Pertempuran ketujuh antara Banten dan VOC ini terjadi pada tahun 1682 sampai 1684, Perang ketujuh ini adalah perang saudara Banten antara kubu Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya Sultan Haji yang dibantu oleh VOC.

Penyerbuan Surosowan

Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara ayah dan anak. Pasukan Sultan Ageng menyerang Belanda untuk mengepung Sultan Haji yang menduduki istana Surosowan. Dalam waktu singkat, pasukan Sultan Ageng dapat menguasai istana Surasowan. Sultan Haji lari ke Batavia dan segera dilindungi oleh Jacob de Roy dan dibawa ke Loji milik VOC.[28] Di bawah pimpinan Kapten Sloot dan W. Caeff, pasukan Sultan Haji bersamasama dengan pasukan VOC mempertahankan loji itu dari kepungan pasukan Sultan Ageng. Akibat perlawanan yang sangat kuat dari Sultan Ageng, bantuan militer yang dikirim dari Batavia tidak dapat mendarat di Banten. Bantuan militer yang lebih besar segera dikirim dari Batavia dengan syarat Sultan Haji akan memberi hak monopoli kepada VOC di Banten. Sultan Haji menyetujui syarat itu. Pada tanggal 7 April 1682 bantuan Kompeni yang dijanjikan itu datang dengan kekuatan besar membalas serangan Sultan Ageng. [29]

Serangan balik VOC-Haji ke Surosowan

dengan melakukan penyerangan ke Keraton Surasowan dan benteng istana Tirtayasa di bawah pimpinan Francois Tack dan De Saint Martin.Pasukan ini berhasil membebaskan loji dari kepungan Sultan Ageng. Sultan Ageng terus melakukan perlawanan hebat. Ia dengan gigih meneruskan perjuangannya, dibantu oleh pasukan Makassar, Bali, dan Melayu. Markas besar pasukannya berada di Margasana. Serangan pasukan Kompeni di bawah pimpinan Jonker, St. Martin, dan Tack berhasil mendesak barisan Banten. Margasana pun dapat diduduki. Kacarabuan dan Tangerang juga dapat dikuasai oleh Kompeni. Sultan Ageng kemudian mengundurkan diri ke Tirtayasa yang dijadikan pusat pertahanannya.[29]

Jatuhnya Tirtayasa

Serangan umum dimulai dari daerah pantai menuju Tanara dan Tangkurak. Pada tanggal 28 Desember 1682 pasukan Jonker, Tack, dan Michielsz menyerang Pontang, Tanara, dan Tirtayasa serta membakarnya. Ledakan-ledakan dan pembakaran menghancurkan Keraton Tirtayasa. Akan tetapi, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri ke pedalaman.[30] Pangeran Arya Purbaya juga berhasil lolos dengan selamat dengan terlebih dahulu membakar benteng dan keratonnya. Pihak Kompeni berusaha untuk mencari Sultan Ageng dan membujuknya untuk menghentikan perlawanan dan turun ke Banten. Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk menjemput ayahnya, sebagai tipu daya menangkap ayahnya di Ketos. Pada malam menjelang 14 Maret 1683, terjadi penghianatan putranya sendiri yang berkerja sama dengan Belanda,Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan di penjara di Batavia[31], namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos dan kemudian Pangeran Purbaya menyerah pada tahun 1684. [32]

Penyergapan di Cikalong

Saat itu Kuffeler menyakiti hati Untung dan Pangeran Purbaya. setelah menahan rasa amarah itu, pada malam hari Untung menyerang tenda Kuffeler, Kuffeler meninggalkan tenda nya dan meninggalkan 20 pasukannya yang tewas. [33][34]

Kedelapan; 1750-1752

Perang kedelapan ini terjadi karena kerusuhan/kekacauan di pemerintahan Banten karena Ratu Syarifah Fatima yang berambisi untuk menguasai Banten. Saat itu Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin menunjuk Pangeran Ratu untuk menjadi Sultan, namun pernyataan itu ditolak oleh Ratu Syarifah Fatima. lalu Ratu Syarifah Fatima menyuruh Pangeran Ratu untuk pergi ke Batavia, namun saat dijalan Pangeran Ratu ditangkap oleh VOC atas suruhan Ratu Syarifah Fatima dan di asingkan ke Ceylon.[35] dengan demikian Ratu Syarifah Fatima bisa mengangkat Sultan Syarifuddin Ratu Wakil menjadi Sultan, dengan ini Ratu Syarifah Fatima dapat menguasai pemerintahan Banten.[35] rakyat tidak senang atas pemerintahan ini, banyak pemberontakan yang terjadi, terutama oleh Ki Tapa dan Ki Bagus Buang. Atas kerusuhan Ki Tapa dan Ki Bagus VOC sangat terganggu oleh aktivitas itu, dan VOC menganggap Ratu Syarifah Fatima dan Sultan Syarifuddin Ratu Wakil adalah pelaku dari kerusuhan ini.[35] VOC menyuruh Jacob Mossel agar menangkap Sultan Syarifuddin Ratu Wakil dan Ratu Syarifah Fatima dan mengasingkan nya ke Maluku. [35][36][37]

Kesembilan; 1808

Pengepungan Surosowan yang dilakukan oleh Daendels pada tahun 1808 ini membuat berakhir nya riwayat keraton Surosowan. Daendels membakar dan menghancurkan istana Surosowan hingga rata dengan tanah.

Terbunuhnya utusan Belanda

Saat itu Daendels memerintahkan Sultan agar mengirim budak untuk membangun Jalur Pantura, namun permintaan itu ditolak oleh Sultan Aliyuddin II. oleh karena itu Daendels mengirimkan utusannya ke Surosowan, sengat kesal melihat perbuatan Belanda, Sultan menyuruh pasukannya untuk membunuh urusan Belanda itu, utusan Belanda itu tewas bersama pengawalnya di depan gerbang Surosowan. [3]

Pengepungan Surosowan Pertama

Mendengar hal itu Daendels mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh dia sendiri, sangat kaget dengan serangan itu sangat Sultan tidak bisa kabur karena serangan yang mendadak itu, akhirnya Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon. [3][2]

Pengepungan Surosowan kedua

Setelah pengasingan Sultan Aliyuddin II ke Ambon. maka diangkat lah Sultan Wakil Pangeran Suramenggala. karena banyak ketidaksenangan rakyat Banten kepada Daendels, banyak rakyat yang melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh ulama. markas pemberontakan mereka pusatnya ada di Cibungur dan Teluk Marica, bahkan serangan Belanda yang dipimpin Daendels ke daerah ini dapat dipukul mundur,[3] Daendels mencurigai Sultan Wakil Pangeran Suramenggala sebagai dalang dari kerusuhan ini, maka Daendels dan pasukannya meyerbu Surosowan untuk menangkap Sultan Wakil Pangeran Suramenggala dan memenjarakannya di Batavia[3], dan keraton Surosowan dibakar dan di Hancurkan oleh Daendels. [3]

Catatan kaki

  1. ^ [1]
  2. ^ a b c d e Doddy Handoko 2019, hlm. 2.
  3. ^ a b c d e f g h i j Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 125.
  4. ^ a b Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 73.
  5. ^ Mengenal Cornelis de Houtman, Sosok yang Menjadi Cikal Bakal Indonesia Dijajah Belanda. bpmbkm.uma.ac.id/Diakses tanggal 2024-12-29
  6. ^ Gregorius Andika Ariwibowo 2023, hlm. 13.
  7. ^ Gregorius Andika Ariwibowo 2023, hlm. 14.
  8. ^ Sainsbury, N. (1870). Calendars of state papers colonial series East Indies, China, and Japan 1617–1621. Longman and Co.
  9. ^ a b c Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 88.
  10. ^ a b c Djajaningrat, hosein 1983, hlm. 189.
  11. ^ Agus Prasetyo 2019, hlm. 73.
  12. ^ a b c Agus Prasetyo 2019, hlm. 74.
  13. ^ Titik Pudjiastuti 2007, hlm. 139.
  14. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 96.
  15. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 97.
  16. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 101.
  17. ^ a b c d e f g Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 102.
  18. ^ a b Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 103.
  19. ^ Djajaningrat, hosein 1983, hlm. 76.
  20. ^ a b Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 104.
  21. ^ Jalannya pertempuran antara Banten dan VOC.humaspdg.wordpress.com
  22. ^ Jalannya pertempuran antara Banten dan VOC.humaspdg.wordpress.com
  23. ^ Dag-Register 1679, hlm. 563.
  24. ^ Dag-Register 1680, hlm. 40-41.
  25. ^ R. Luki Muharam. SST. 2020. Cianjur dari masa ke masa. Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur.
  26. ^ Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus 2017, hlm. 51.
  27. ^ Dagh-Register 1678, hlm. 560.
  28. ^ Tjandrasasmita 1967, hlm. 41.
  29. ^ a b Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 111.
  30. ^ Tjandrasasmita 1967, hlm. 44.
  31. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 113.
  32. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 115.
  33. ^ Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 114.
  34. ^ Ratnawati Anhar 1984, hlm. 53.
  35. ^ a b c d Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 120.
  36. ^ Ingin kuasai Banten, Ratu Syarifah Fatimah malah di buang ke Pulau Edam. Ditulis.id
  37. ^ 14.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah - Taolenn an diskennidi.br.rodovid.org

Catatan

  1. ^ Hingga 31 Desember 1799
  2. ^ Sejak 1 Januari 1800

Sumber

  • Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari. 1989. Catatan masalalu Banten. Serang: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang
  • Djajadiningrat, Hosein. 1983. Tinjauan kritis tentang sajarah Banten: sumbangan bagi pengenalan sifat-sifat penulisan sejarah Jawa. Jakarta: Djambatan
  • Doddy Handoko (2019), Kisah Daendels Hancurkan Keraton Surosowan Banten.Okezone.com
  • Gregorius Andika Ariwibowo. 2023. Jejak awal imperium Inggris di Asia:kantor dagang Inggris di Banten 1602–1619.Pusat Riset Kewilayahan-Badan Riset dan Inovasi Nasional
  • Agus Prasetyo. 2019. Raja Sufi dari Kesultanan Banten: Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651 M). Program studi sejarah dan peradaban Islam fakultas adab dan humaniora Universitas Islam negeri syarif hidayatullah Jakarta
  • Titik Pudjiastuti, (2007), Perang, dagang, persahabatan: surat-surat Sultan Banten, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-650-8.
  • Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus. 2017. Tawarikh : Political Dynamics in Cirebon from the 17th to 19th Century. Bandung : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati
  • Ny. Ratnawati Anhar. 1984. Untung Surapati. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan direktorat sejarah dan nilai tradisional proyek inventarisasi dan dokumentasi sejarah nasional Jakarta
  • Tjandrasasmita. 1967. Sultan Ageng Tirtayasa Musuh Besar Kompeni Belanda, Nusalarang, Jakarta
  • De Haan, Frederick, ed. Dagh-Register Gehouden In ’T Casteel Batavia Van ’T Passerende Daer Ter Plaetse Als Over Geheel Nederlands India Anno 1678. Batavia: Landsdrukkerij, 1912.
  • De Haan, Frederick, ed. Dagh-Register Gehouden In ’T Casteel Batavia Van ’T Passerende Daer Ter Plaetse Als Over Geheel Nederlands India Anno 1679. Batavia: Landsdrukkerij, 1912.
  • De Haan, Frederick, ed. Dagh-Register Gehouden In ’T Casteel Batavia Van ’T Passerende Daer Ter Plaetse Als Over Geheel Nederlands India Anno 1680.Batavia: Landsdrukkerij, 1912.