Perang Jayakarta adalah salah satu konflik Perang Inggris–Belanda yang terjadi di Indonesia.
Latar belakang
Gubernur Jenderal J.P. Coen yang merupakan pemimpin tertinggi VOC di Hindia Timur mengajukan nota protes kepada pihak Inggris di Jayakarta akibat insiden yang terjadi di Siam. Pada awal bulan Desember 1618, kapal VOC bernama “Zwarte Leeuw” diserang dan dirampas oleh empat kapal Inggris di Patani, Siam. J.P. Coen dalam suratnya kepada Sir Thomas Dale tersebut mengatakan bahwa Inggris telah mengkhianati hubungan yang terjalin antara Belanda dan Inggris dalam perdagangan di Hindia Timur. Inggris pun menilai bahwa pihak Belanda lah yang telah memulai konflik dengan berusaha mengusir Inggris dari Kepulauan Maluku, Ambon, dan Banda. Inggris menilai bahwa selama sepuluh tahun Belanda telah mendukung perlawanan-perlawanan terhadap Inggris oleh para pedagang maupun kerajaan bumiputera di Maluku. Belanda juga dinilai Inggris telah membuat Inggris kehilangan sekutu-sekutu mereka dalam perdagangan rempah-rempah selama di Hindia Timur. Atas pembelaan pihak Inggris ini, J.P. Coen menilai bahwa segala alasan tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi perampasan kapal Belanda di Siam. J.P. Coen kemudian mengancam akan membunuh Nicholas Ufflete yang ia nilai telah mengkhianati persahabatan antara Inggris dan Belanda selama di Banten, serta akan mengobarkan perang kepada Inggris di mana pun apabila Inggris tidak mengembalikan “Zwarte Leeuw”
Jalannya pertempuran
Penyerbuan Benteng Mauritius Huis
Pada tanggal 10 hingga 14 Januari 1619,
Inggris dan Banten menyerang benteng VOC di pesisir Jayakarta, sesudahnya VOC kemudian dengan cepat mengungsikan sebagian besar para pegawainya menuju ke Jepara lalu kemudian ke Ambon. VOC lalu mengirimkan surat kepada Inggris untuk memohon keadilan bagi para pegawai dan keluarga armada VOC yang masih berada di benteng mereka di Jayakarta. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa kondisi mereka sangat buruk dan tidak ada jaminan bagi masa depan mereka. Permintaan ini dijawab oleh Inggris dengan syarat agar VOC menyerahkan uang sebesar 200.000 lire untuk keselamatan para anggotanya di Jayakarta selama dua tahun. Belanda kemudian justru membalasnya dengan menyerang armada Inggris di Maluku.
Pengepungan Benteng Mauritius Huis
Pada tanggal 25 Januari 1619 pasukan Banten mengepung benteng VOC di Jayakarta, ketika itu Inggris hanya memberikan bantuan persenjataan kepada mereka. Empat hari sesudahnya, loji VOC di Pelabuhan Banten menyerah kepada pasukan Banten dan Inggris.
Penaklukan Loji Nassau Huis
Pada tanggal 1 Maret 1619, armada Inggris
dengan dibantu oleh Pangeran Jayakarta merebut loji dan gudang VOC di Batavia. Mereka berhasil merebut berbagai komoditas dan persenjataan milik VOC yang disimpan di tempat tersebut. Inggris juga berhasil membebaskan tawanan Inggris yang sempat ditahan oleh VOC. Kastil VOC yang berada dalam kepungan pasukan Inggris dan Pangeran Jayakarta kemudian diserahkan kepada Pangeran Ranamanggala yang merupakan penguasa utama di wilayah Jayakarta.
Selanjutnya
J.P. Coen dan armadanya memborbardir Pulau Run dan Pulau Banda yang menjadi salah satu basis Inggris di Maluku. Bagian-bagian benteng di Banda dihancurkan oleh meriam kapal-kapal VOC yang menyebabkan kerusakan pada benteng tersebut. Selain benteng VOC juga tersebut menghancurkan perkebunan-perkebunan pala yang berada dalam jangkauan lontara meriam VOC di Neira. VOC ketika itu memutuskan untuk menunda melakukan invasi ke Banda mengingat upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Jayakarta. J.P. Coen kemudian memutuskan memutar balik kapal-kapal VOC untuk menuju ke arah Jayakarta untuk merebut kembali pos dagang VOC di kota tersebut.
J.P.Coen berputar arah
Pada 20 April 1619, armada J.P. Coen bersiap melakukan pembalasan atas jatuhnya loji dan pengepungan atas kastil (benteng) mereka di Jayakarta. Armada ini sempat melakukan perampokan terhadap beberapa junk Cina di sekitar Laut Jawa dan menghancurkan Pelabuhan Jepara sebelum melakukan serangan atas Kota Jayakarta. Perampokan terhadap junk-junk Cina dilakukan oleh armada VOC dengan menggunakan warna khas EIC untuk merusak hubungan antara Inggris dan Cina yang telah terjalin baik selama di Banten.
Daftar Pustaka