Pengeboman Shanghai (1949–1953)
Pengeboman Shanghai (1949–1953) adalah serangkaian serangan udara yang dilakukan oleh pasukan Republik Tiongkok (ROC) terhadap Shanghai, yang berada di bawah penguasaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dari tahun 1949 hingga 1953. Setelah berakhirnya Kampanye Shanghai pada Mei 1949, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengambil alih penguasaan kota tersebut. Meskipun mundur ke Taiwan, Angkatan Udara Republik Tiongkok (ROCAF) terus melancarkan pengeboman terhadap Shanghai, yang mengakibatkan banyaknya korban sipil dan terganggunya kegiatan industri. Insiden paling dahsyat selama kampanye pengeboman ini terjadi pada 6 Februari 1950, ketika Angkatan Udara Republik Tiongkok (ROCAF) mengirim 14 pesawat pengebom dan 3 pesawat tempur untuk melakukan serangan di Shanghai. Selama satu setengah jam, mereka menjatuhkan 60 hingga 70 bom yang masing-masing seberat 500 pon, menghancurkan lebih dari 2.000 bangunan dan menyebabkan lebih dari 1.400 korban sipil.[2] Hal ini menyebabkan penghentian operasi di beberapa pabrik dan hancurnya infrastruktur utama, termasuk Pembangkit Listrik Yangshupu dan Trem Shanghai.[3] Setelah pengeboman tersebut, intelijen PKT menemukan dan membongkar satu pangkalan mata-mata ROC. Pada sore hari tanggal 7 Februari, Luo Bingqian, kepala Biro Intelijen Taiwan di Shanghai, dieksekusi oleh Biro Keamanan Publik Shanghai. Serangan udara pada 6 Februari 1950 menyebabkan intervensi Angkatan Udara Soviet, yang juga menyediakan lebih dari seratus pesawat terbang berbagai jenis dan beberapa senjata antipesawat, yang berhasil menjatuhkan beberapa pesawat ROC. Pemerintah ROC memutuskan untuk memprioritaskan keamanan Taiwan dan menarik pasukannya dari Kepulauan Zhoushan, kehilangan pangkalannya karena operasi pengeboman terhadap Shanghai. Peristiwa ini menandai berakhirnya serangan udara dan pertempuran-pertempuran kecil berskala besar terhadap kota tersebut. Setelah konflik ini, Soviet menyerahkan pesawat dan peralatan mereka kepada Tiongkok, yang memungkinkan PLA untuk membangun pasukan pertahanan udara pertamanya. Latar belakangPada Mei 1949, Tentara Lapangan Ketiga PLA, yang dipimpin oleh Chen Yi, merebut Shanghai, pusat ekonomi Tiongkok. Tentara Republik Tiongkok mundur ke Kepulauan Zhoushan dan pulau-pulau pesisir tenggara lainnya, menggunakan angkatan laut dan udaranya yang unggul untuk melancarkan serangan balik yang sering terhadap daratan Tiongkok. Pada 26 Oktober 1949, pasukan Republik Tiongkok memenangkan Pertempuran Guningtou. Setelah titik balik strategis ini, komando ROC merumuskan suatu rencana untuk secara bertahap menaklukkan kembali Tiongkok daratan dalam waktu lima tahun. Karena pentingnya ekonomi Shanghai, pasukan ROC mengambil berbagai tindakan di bidang ekonomi dan militer untuk mengganggu upaya-upaya pemerintah baru menguasai kota tersebut, termasuk melakukan serangan udara terhadap Shanghai.[4] Referensi
|