Museum Kapuas Raya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang.[2] Museum ini menerima pengunjung setiap hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00-14.00 WIB.[3]
Sejarah
Pembangunan Museum Kapuas Raya adalah inisiatif Tropenmuseum di Amsterdam yang mendirikan Pusat Kebudayaan Sintang Tahun 1822. Hal ini berawal dari sejarah bahwa Belanda pernah menduduki daerah Kalimantan Barat yang bermula pada hubungan dagang dan berlanjut pada penguasaan daerah di Kalimantan Barat.[1]
Pada Tanggal 29 September 2004 dibuat Dokumen Kesepakatan Nomor 751.441.0003 yang menyepakati dibangunnya museum yang menjadi Pusat Kebudayaan Sintang sebagai sumber kebudayaan dan pendidikan bagi penduduk Sintang.[1] Nota kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Bupati Sintang, Drs. Elyakim Simon Djalil, M.Si., dan Direktur KIT Tropenmuseum, L.J.B. Schenk di KIT Tropenmuseum, Amsterdam, Belanda.[2] Museum ini pun diresmikan pada 11 Oktober 2008 oleh Drs. Milton Crosby, M.Si[4] dan Direktur KIT Tropenmuseum, L.J.B. Schenk.[2]
Pusat Kebudayaan ini diharapkan dapat mendorong kesadaran dan pengetahuan tentang warisan budaya bersama, mengenali dan menghargai keragaman budaya, serta menemukan titik-titik persamaan yang dapat menciptakan interaksi budaya yang menguntungkan.[1]
Bangunan
Museum ini menempati lahan seluas 2 ha dan luas bangunan 50 x 25 m2.[1] Bangunan museum memiliki empat ruangan sebagai berikut:[3]
Ruang Sejarah
Berisi informasi tentang sejarah Sintang terkait pendirian kota serta penduduk awal dan sekarang. Koleksinya berupa peta Pulau Borneo tahun 1657, dokumen tertua mengenai Sintang, serta barang-barang yang mencerminkan sejarah perekonomian dan sosial.[3]
Ruang Kebudayaan
Ruangan ini bertema "Irama Kehidupan" atau 'Circle of Life' dari tiga etnis besar di Sintang seperti Gawai Dayak, Perkawinan Melayu, dan Sembahyang Kubur orang Tionghoa. Koleksi yang dipamerkan dalam ruangan ini adalah barang-barang yang berkaitan dengan proses kelahiran, perkawinan sampai kematian. Kemudian terdapat juga peralatan upacara-upacara kehidupan sosial, termasuk upacara pesta panen padi dan upacara kematian.[3]
Ruang Tenun Ikat
Menampilkan tradisi tenun ikat Etnis Dayak, dengan berbagai motif kain dan teknik pembuatannya. Tenun Ikat bagi Etnis Dayak merupakan suatu tradisi leluhur yang sampai saat ini masih dipertahankan.
Ruang Pendidikan
Ruangan ini khususnya dapat dimanfaatkan oleh pelajar sebagai tempat stimulasi atau berinteraksi satu sama lain dan menggali serta memahami tentang kebudayaan dan sejarah.
Koleksi
Di dalam Museum Kapuas Raya ini mempunyai koleksi antara lain: tekstil, keramik, senjata (mandau), seperangkat busana adat pengantin Dayak, Melayu, dan Cina, dan sejumlah foto-foto sejarah perang Sintang tempo dulu, serta alat-alat musik seperti gong.[1]
Acara
Pada 11 hingga 20 Oktober 2021, Museum Kapuas Raya mengadakan pameran Kain Tradisional secara langsung dan virtual. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melestarikan kain-kain tradisional yang dimiliki oleh Kabupaten Sintang.[5] Acara ini dilaksanakan dalam rangka merayakan hari Museum Indonesia ke-6 dan Hari Jadi Museum Kapuas Raya Sintang ke-13. Selain pameran kain tradisional, juga terdapat perlombaan seperti lomba vlog di Museum Kapuas Raya, Lomba Bakiak, Lomba Nopen dan Lomba Caksin.[6]
Pada 11-18 Oktober 2022 di Museum Kapuas Raya, digelar Pameran Temporer Senjata Tradisional Sintang. Koleksi yang dipamerkan adalah senjata tradisional milik Yayasan Istana Al – Mukkarammah, Museum Poesaka Ningrat Kesultanan Sintang, Koleksi Senjata Milik Museum Komando Operasi Sektor Timur, Koleksi Senjata Milik Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR), Koleksi Milik Kolektor Senjata Tradisional Kalimantan Barat serta Koleksi Senjata Milik Tokoh Budaya Kabupaten Sintang.[7]
Pada 6 April 2023, Museum Kapuas Raya mengadakan Seminar Kajian Benda Koleksi Museum Kapuas Raya “Alu Beranak” yang merupakan alat penumbuk padi khas Suku Dayak Kabupaten Sintang. Kegiatan ini bekerja sama dengan Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang sebagai narasumber, Sanggar Tampun Jua Sintang dan Sanggar Bujang Sebeji Sintang.[8]
Referensi
^ abcdefDirektori Museum Indonesia. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. hlm. 542–545.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)