Kota Lama Semarang
Kota Lama Semarang (bahasa Jawa: ꦏꦶꦛꦭꦩꦱꦼꦩꦫꦁ, translit. Kitha Lama Semarang, bahasa Belanda: Semarang Oude Stad) adalah suatu kawasan di Semarang, Jawa Tengah yang menjadi pusat perdagangan pada abad 19-20. Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, kawasan itu dibangun benteng, yang dinamai benteng Vijfhoek. Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang di benteng itu maka dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai Heerenstraat. Saat ini bernama Jl. Letjen Soeprapto. Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut De Zuider Por. Kata Berok sendiri merupakan hasil pelafalan masyarakat Pribumi yang kesulitan melafalkan kata Burg dalam bahasa Belanda. Di sekitar Kota Lama dibangun kanal-kanal air yang keberadaannya masih bisa disaksikan hingga kini meski tidak terawat. Hal inilah yang menyebabkan Kota Lama mendapat julukan sebagai "Little Netherland". Lokasinya yang terpisah dengan lanskap mirip kota di Eropa serta kanal yang mengelilinginya menjadikan Kota Lama seolah miniatur Belanda di Semarang. Kawasan Kota Lama juga dilengkapi dengan museum bernama Museum Kota Lama yang terletak di kawasan Jalan Cendrawasih No. 1A, Purwodinatan, Semarang Tengah. SejarahDiawali dari penandatangan perjanjian antara Kesultanan Mataram dan VOC pada 15 Januari 1678. Kala itu Amangkurat II menyerahkan Semarang kepada pihak VOC sebagai pembayaran karena VOC telah berhasil membantu Mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo. Setelah Semarang berada di bawah kekuasaan penuh VOC, kota itu pun mulai dibangun. Sebuah benteng bernama Vijfhoek yang digunakan sebagai tempat tinggal warga Belanda dan pusat militer mulai dibangun. Lama kelamaan benteng tidak mencukupi sehingga warga mulai membangun rumah di luar sebelah timur benteng. Tak hanya rumah-rumah warga, gedung pemerintahan dan perkantoran juga didirikan. Pada tahun 1740-1743 terjadilah peristiwa Geger Pacinan, perlawanan terbesar pada kurun waktu kekuasaan VOC di Pulau Jawa. Setelah perlawanan tersebut berakhir dibangunlah fortifikasi mengelilingi kawasan Kota Lama Semarang. Setelahnya karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan kota yang makin pesat, fortifikasi ini dibongkar pada tahun 1824. Untuk mengenang keberadaan banteng yang mengelilingi kota lama, maka jalan-jalan yang ada diberi nama seperti Noorderwalstaat (Jalan Tembok Utara-Sekarang Jalan Merak), Oosterwalstraat (Jalan Tembok Timur – Sekarang Jalan Cendrawasih), Zuiderwalstraat (Jalan Tembok Selatan-Sekarang Jalan Kepodang) dan juga Westerwaalstraat (Jalan Tembok Barat-Sekarang Jalan Mpu Tantular).[1] Saat ini beberapa bangunan yang ada telah dialihfungsikan sebagai:
DeskripsiKawasan Kota Lama Semarang dahulu disebut juga Oude Stad. Luas kawasan ini sekitar 31 hektare. Dilihat dari kondisi geografi, tampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga tampak seperti kota tersendiri dengan julukan "Little Netherland". Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia masa kolonial Belanda lebih dari 2 abad, dan lokasinya berdampingan dengan kawasan ekonomi dan Stasiun Tawang. Di tempat ini ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kukuh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang. Secara umum karakter bangunan di wilayah ini mengikuti bangunan-bangunan yang ada di benua Eropa sekitar tahun 1700-an. Hal ini bisa dilihat dari detail bangunan yang khas dan ornamen-ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Seperti ukuran pintu dan jendela yang luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, sampai adanya ruang bawah tanah.[4][5][6] Seperti kota-kota lainnya yang berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda, dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Masing-masing menara diberi nama: Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk dan Bunschoten. Pemerintah Belanda memindahkan permukiman Tionghoa pada tahun 1731 di dekat permukiman Belanda, untuk memudahkan pengawasan terhadap segala aktivitas orang Tionghoa. Oleh sebab itu, Benteng tidak hanya sebagai pusat militer, tetapi juga sebagai menara pengawas bagi segala aktivitas kegiatan orang Tionghoa. Pusat dari Kawasan Kota Lama Semarang terletak di Taman Srigunting, sebuah taman yang menjadi jantung dari kawasan tersebut. Di masa lalu, taman ini dikenal sebagai parade plein, lapangan yang sering digunakan untuk parade militer karena dekat dengan sebuah barak militer. Sebelum menjadi lapangan, taman ini berfungsi sebagai kerkhof atau pemakaman warga Eropa. Pada awal abad ke-19, kerkhof dipindahkan ke daerah pengapon.[7] GaleriRujukan
Lihat jugaWikimedia Commons memiliki media mengenai Kota Lama Semarang.
|