Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1982 status kota Kisaran sebelumnya adalah kota administratif[7], yang kemudian dihapuskan menjadi kecamatan biasa pada tahun 2003 karena tidak memenuhi persyaratan peningkatan daerah otonom.[8] Kota Kisaran mempunyai objek wisata yang menarik setelah rampungnya pembangunan Masjid Agung Haji Ahmad Bakrie (tahun 2015) yang berada di tepi Jalan Lintas Timur Sumatera, Medan-Rantau Parapat, di depan gedung Kantor Bupati Asahan. Disamping itu, Taman Alun-Alun Kisaran adalah taman sederhana nuansa alami, dengan pepohonan hijau dan sarana komplet yang tersebar di penjuru taman.[9]
Sejarah
"Kisaran" diambil dari legenda Sei Silau, yang menjadi lokasi bertempurnya Naga Tiongkok dengan Dundung/Sidat, dalam pertempuran itu sang naga kalah dan berkisar-kisar di aliran Sei Silau, maka warga sekitar melihatnya dan menamakan naga berkisar, dan lokasi kejadian itu dinamai dengan "KISARAN"[10]
Pengaruh Perkembangan Daerah: Seiring dengan perkembangan daerah tersebut sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, Kampung Sei Saran kemudian berkembang menjadi sebuah kota dengan mengalami perubahan pelafalan dan penulisan menjadi "Kisaran".
Pengaruh Kolonial Belanda: Selama masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Kisaran termasuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Nama-nama tempat di wilayah ini seringkali mengalami perubahan pelafalan dan penulisan sesuai dengan aturan dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, penamaan "Kisaran" mungkin juga dipengaruhi oleh pengaruh kolonial Belanda pada masa itu.
Daerah Kisaran pada awalnya merupakan daerah perkebunan yang didirikan oleh perusahaan perkebunan Belanda pada abad ke-19. Daerah ini dikenal sebagai "Nederlandsch-Indische Cultuur Maatschappij" (N.I.C.M.), yang mengembangkan perkebunan tembakau dan lada di daerah ini. Pada masa kolonial Belanda, Kisaran menjadi pusat administrasi yang tergabung dalam wilayah Kesultanan Asahan yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Daerah ini juga menjadi pusat aktivitas ekonomi dan perdagangan, terutama dalam bidang perkebunan dan perdagangan hasil bumi seperti tembakau, lada, dan pala.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945, Kisaran tetap menjadi bagian dari wilayah Sumatera Utara. Pada tahun 1950-an, terjadi perubahan administratif di Indonesia, termasuk di daerah Kisaran. Pada tahun 1956, Kisaran dimekarkan menjadi sebuah kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Asahan.
Legenda 1
Menurut legenda yang berkembang di masyarakat setempat, Kisaran awalnya merupakan sebuah kampung yang terletak di sekitar aliran Sungai Silau yang dikenal sebagai "Sei Saran". Kampung Sei Saran ini adalah nama lain dari Kampung Tebing, yang dipercaya sebagai awal mula pemukiman orang-orang Melayu, Batak Toba, maupun suku bangsa pendatang lainnya di kawasan tersebut. Nama Kampung Tebing muncul karena berada di dekat kawasan Tebing yang banyak terdapat di tepi Sei Silau akibat dari proses erosi aliran Sei Silau. Kampung ini sekarang dikenal sebagai Kelurahan Tebing Kisaran.[11]
Konon, pada zaman dahulu kala, kampung tersebut sering dilanda oleh banjir yang membuat masyarakat setempat menderita. Penduduk kampung pun mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk memohon pertolongan kepada Dewata (dalam Bahasa Batak Toba disebut "Debata") yang diyakini dapat mengendalikan air.[12] Mereka mengadakan ritual dan memohon agar air sungai tidak lagi mengganggu mereka. Setelah beberapa waktu, permohonan mereka terjawab dan air sungai menjadi tenang, tidak lagi membanjiri kampung mereka. Sebagai ucapan terima kasih kepada Dewata, kampung tersebut kemudian diberi nama "Sei Saran", yang dalam bahasa Melayu atau bahasa Batak Toba berarti "air yang tenang".
Seiring dengan perkembangan waktu, nama "Sei Saran" kemudian mengalami proses metatesis (perubahan bunyi kata) menjadi "Kisaran" dalam penggunaan sehari-hari. Legenda ini menjadi salah satu cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari identitas budaya dan sejarah masyarakat di Kisaran.
Legenda 2
Menurut kisah yang sudah ada sejak turun-temurun, pada sekitar abad ke-16 (XVI), bukit Katarina atau bukit Naga adalah tempat bertempurnya panglima perang kerajaan Tiongkok dengan Raja Maria Pane ke-7 dari Buntu Pane Asahan, bernama Datuk Daurung. Kemudian setelah bertarung adu kesaktian, tidak ada yang kalah dan menang, maka masing-masing mengeluarkan aji pamungkas, yaitu menjelma menjadi seekor ular naga dan ikan dundung. Keduanya lalu terjun ke Sungai Silau (Sei Silau).[10]
Mereka bertempur dengan mengandalkan kesaktian masing-masing. Akan tetapi, ular naga jelmaan Panglima Perang Tiongkok dapat dipukul jatuh, tertusuk sanai (patil) dari ikan dundung jelmaan Datuk Daurung. Naga itu meraung-raung menahan sakit dan menggelepar, yang akhirnya terkulai hanyut dan terkapar di hilir Sungai Silau tidak seberapa jauh dari bukit itu.
Setelah ratusan tahun kemudian, menurut cerita secara turun temurun dan sudah menjadi semacam legenda di masyarakat, ular naga jelmaan Panglima Perang Tiongkok siuman dari pingsannya yang cukup lama. Diiringi hujan lebat, petir sambung menyambung sehingga terjadilah banjir besar.
Kemudian ular naga tersebut berkisar-kisar (berenang-renang) dan menghanyutkan diri menelusuri Sungai Silau sampai hilir Sungai Asahan di kota Tanjung Balai. Selanjutnya menuju ke Selat Malaka.
Perkampungan di kawasan tempat naga berkisar tersebut akhirnya disebut dengan nama Kampung Kisaran Naga. Sekarang menjadi Kelurahan Kisaran Naga dan kota yang berada di dekat Sungai Silau disebut dengan nama Kisaran.[13]
Batas wilayah
Kota Kisaran berada pada ketinggian 14 – 17 mdpl, dengan letak geografis pada koordinat 2°57'08"–3°01'30"LU dan 99°36'43"–99°40'38"BT. Curah hujan berkisar antara 1.680mm – 2.246mm. Kota ini berbatasan langsung dengan wilayah kecamatan lainnya,[2] yakni:
dan Sekitaran Area Pusat Kota Lainnya seperti di Jl. Imam Bonjol, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Dr. Sutomo, Jl. Ir. Juanda, dan lainnya
Galeri kota kisaran
Kantor pos Kisaran pada masa Hindia Belanda
Token perkebunan Kisaran pada masa Hindia Belanda
Kisaran Club/Bakrie Club (dulu HAPM Club) pada masa Hindia Belanda
^ ab"Bab 1: Geografi". Kabupaten Asahan Dalam Angka 2020(pdf). asahankab.bps.go.id. Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan. April 2020. hlm. 7,9,13. Diakses tanggal 28 Mei 2024.
^Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor: 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Asahan Tahun 2013 – 2033. Kisaran: Pemerintah Kabupaten Asahan. 24 Desember 2013.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
^ abSoetrisman M.E., R. (2009). Legenda Kisaran Naga: (Cerita Rakyat Asal Mula Nama Kisaran). Cerita Rakyat Sumatera Utara (Kabupaten Asahan). Indonesia: Yogyakarta: Araska. ISBN978-602-8669-36-8.
^Rahmad (2 September 2016) [2013]. Sejarah Kota Kisaran. Unimed.
^"Bab 4: Sosial dan Kesejahteraan". Kabupaten Asahan Dalam Angka 2024(pdf). asahankab.bps.go.id. Volume 47: 2024. Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan. 28 Februari 2024. hlm. 208. ISBN978-602-456-169-7. Diakses tanggal 28 Mei 2024.