Johan Bernard Abraham Fortunatus Mayor Polak, biasa disingkat J.B.A.F. Mayor Polak atau J.B.A.F. Polak (4 November 1905 – 30 November 1982) adalah seorang mantan anggota DPR keturunan Yahudi dan anggota Tarekat Mason.[1] Pada masa kolonial, Johan bekerja sebagai pegawai negeri (ambtenaar) hingga masa pendudukan Jepang. Selama itu, dia pernah menjadi aspiran kontrolir di Malang, juga di Bondowoso, dan kemudian di Tuban.
Riwayat Hidup
Awal kehidupan
Johan lahir di Malang pada tanggal 4 November 1905. Ayahnya bernama Salomon Machiel Polak, seorang Yahudi-Belanda kelahiran Surabaya.[2][3] Berdasarkan marganya, ayahnya adalah keturunan para imigran Yahudi Ashkenazi yang kemungkinan besar berasal dari Polandia.[4] Mereka sudah menetap di Belanda sejak abad ke-18. Salah satu nenek moyang Johan, Wolf Michiel Polak, lahir di Amsterdam sekitar tahun 1730.[5] Dari pihak ayah, yang pertama menetap di Hindia Belanda adalah kakek buyutnya yang juga bernama Salomon Machiel Polak.[6]
Adapun ibunya bernama Louise Jacqueline de Rochemont yang merupakan keturunan kaum Huguenot. Nenek moyangnya, François de Maystre, berasal dari Sommières, sebuah komune di Prancis selatan.[7] Dari sisi ibu, yang pertama lahir dan menetap di Hindia adalah ayahnya, Pieter Rutgardus de Rochemont.[8] Nama "Abraham Fortunatus" kemungkinan berasal dari nama buyut ibunya yang lahir di Lisboa.[9]
Johan ditetapkan sebagai calon pegawai negeri kolonial pada tahun 1922 [10] Pada tahun 1927, dia kuliah Indologie di Universitas Leiden dengan spesialisasi bidang ekonomi sebagai persyaratan untuk menjadi pegawai negeri.[11] Dia kemudian melanjutkan ke jenjang doktoral dengan mengambil spesialiasasi linguistik. Pada tahun 1929, Johan menjalani ujian doktoralnya.[12][13] Setelah lulus, dia mulai bertugas sebagai pegawai negeri pada tanggal 13 Agustus 1929.[14]
Karir pada masa kolonial
Polak mendapat tugas pertamanya di Jawa Timur dan mulai ditugaskan di sana pada tanggal 7 November 1929.[15] Dia berangkat dari Rotterdam ke Batavia pada tanggal 16 November untuk menjalani tugas dinasnya.[16] Dia mulai bertugas di Bondowoso pada tanggal 13 Juni 1930. Selain menjadi pegawai negeri, dia juga duduk sebagai anggota Dewan Kabupaten (Regentschapsraad) setempat. Polak kemudian dipindahtugaskan ke Bojonegoro pada November 1931, di mana dia menjadi adspirant-controleur (calon kontrolir).
Dia akhirnya menjadi kontrolir untuk urusan pertanahan di Kalimantan Barat dan kemudian kontrolir urusan sosial-ekonomi desa di Cirebon. dia pernah pula menjadi sekretaris karesidenan Cirebon. Pada masa Perang Dunia II, Polak dia berdinas di Karesidenan Batavia.
Jauh sebelum tentara Jepang mendarat di Indonesia, Mayor Polak pernah menjadi anggota Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP) dan Sociaal-Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Keduanya menampung golongan sosial demokrat seperti Polak.
Pada masa pendudukan Jepang, Polak menjadi tawanan perang Jepang. Sebagai orang Indo, Polak menjadi sasaran kecurigaan Kempeitai (polisi rahasia Jepang). Jepang menangkap Polak dan menawannya di Padang. Setelah bebas, dia terlibat dalam gerakan antifasisme Jepang Eenheid door Democratie (EDD) di Cirebon.
Setelah Jepang kalah, ia dan para romusha (Belanda maupun pribumi) dirawat di Singapura. Di Singapura, Polak pernah bekerja di Netherlands Bureau for Documentation and Registration of Indonesians. Pada akhir 1945, Polak kembali ke Indonesia dan bekerja lagi jadi pegawai kolonial. Semula, dia bekerja sebagai kontrolir di Jakarta hingga sekitar Maret 1946. Polak kemudian terlibat di sekitar pendirian Negara Indonesia Timur (NIT) pada akhir 1946 sebagai penterjemah.
Sejak Januari 1947, Polak ditunjuk jadi asisten residen yang diperbantukan untuk dewan raja-raja Bali yang disebut Paruman Agung.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949, NIT bubar. Dari dalam parlemen NIT, ada anggota macam Arnold Mononutu yang mendukung Republik Indonesia. Ketika NIT melebur dalam Republik Indonesia Serikat (RIS), anggota parlemen NIT masuk pula ke dalam parlemen RIS. Mayor Polak termasuk orang yang ikut didalamnya.
Karir pasca kemerdekaan
RIS lalu bubar pada Agustus 1950 dan Indonesia kembali menjadi negara republik. Di masa ini, Mayor Polak memilih tetap tinggal di Indonesia dan bahkan jadi warga negara. Dia kemudian turut menjadi anggota DPR RI mewakili warga Indo-Eropa. Sejak 1950, dia menjadi penganut Hindu dan punya nama Bali Nyoman Sukarma.
Mayor Polak kemudian direkrut ke dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin mantan Perdana Menteri Sutan Sjahrir.Namun Pada Tahun 1957 beliau mengundurkan diri dari Politik dan parlemen RI dan mengabdikan diri untuk dunia pendidikan dan mengarang buku.
Di luar ranah politik, Mayor Polak juga dikenang namanya dalam kajian sosiologi di Indonesia. Mayor Polak merilis beberapa buku sosiologi, di antaranya Sosiologi: Suatu Pengantar Ringkas (1960), Pengantar Sosiologi Industri dan Perusahaan (1966), dan Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum, dan Politik (1967). Nama Mayor Polak juga muncul dalam buku pelajaran Sosiologi di SMA.
Mayor Polak juga terlibat dalam pendirian Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (PTEM) pada 27 Juni 1957. PTEM adalah embrio dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Kala itu, Mayor Polak memimpin PTEM sambil bekerja pula di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga. Ia meninggal karena usia tua pada tanggal 30 November 1982 di Denpasar, Bali.[20]
Referensi
Daftar Pustaka