Jalur kereta api Dayeuhkolot–Majalaya
Jalur kereta api Dayeuhkolot–Majalaya adalah jalur kereta api nonaktif di Jawa Barat, termasuk dalam Wilayah Aset II Bandung. Jalur ini dibangun untuk mengangkut hasil bumi dari Bandung Selatan ke Stasiun Bandung atau ke Batavia. SejarahKarena Belanda mengincar produk-produk perkebunan dari wilayah Bandung Selatan, maka dibutuhkan suatu transportasi terpadu yang lebih murah dan cepat. Dahulu, pengangkutan hasil-hasil kebun untuk dikirim ke berbagai jurusan dari wilayah ini harus menggunakan pedati dengan biaya sebesar 15 hingga 18 sen tiap ton. Kelemahan pengangkutan dengan pedati adalah, akses menuju Kota Bandung sangat sukar mengingat jaraknya relatif jauh.[1][2] Oleh karena itu, Belanda memutuskan untuk membangun jalur kereta api dari Bandung menuju Ciwidey dan Majalaya. Pembangunan lintas ini ditaksir menelan biaya sebesar ƒ1.776.000,00.[1] Jalur kereta apinya sendiri terdiri atas segmen Cikudapateuh–Kopo (Soreang) dilanjut menuju Ciwidey dan dibuatkan pula jalur cabang dari Dayeuhkolot menuju Majalaya. Dalam verslag yang dibuat oleh Staatsspoorwegen, jalur Dayeuhkolot–Majalaya dibuka pada tanggal 3 Maret 1922.[3] Jalur ini dinonaktifkan pada tahun 1942 karena sebagian komponen jalurnya dibongkar pekerja romusa Jepang. Walaupun tercatat dalam Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun dan Perhentian, Djawatan Kereta Api tidak mampu menghidupkan kembali lintas ini, sehingga hanya dibuatkan singkatannya saja.[4] Pembangunan shortcut Majalaya–CicalengkaAsal-usul proyek pembangunan shortcut atau jalur pintas Majalaya–Cicalengka ini sangat kurang jelas. Meski begitu, Iman Subarkah menyatakan dalam bukunya yang berjudul Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita bahwasannya pembangunan lintas ini dimaksudkan untuk menghubungkan Stasiun Majalaya yang berada di lintas Dayeuhkolot–Majalaya dengan Stasiun Cicalengka yang berada di lintas Padalarang–Kasugihan. Dengan begitu, maka daerah Bandung Selatan akan terkoneksi dengan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui kereta api. Bahkan, ketika itu beliaulah yang diberi tugas untuk mengawasi pelaksanaan pembangunan jalur shortcut ini.[5] Awalnya tahun 1942, Jepang sempat memiliki konsep akan adanya jalur shortcut yang menghubungkan Cicalengka dengan Majalaya tanpa harus memutar jauh melalui Bandung dan Dayeuhkolot. Akan tetapi, Jepang tidak kunjung merealisasikan niat tersebut. Hingga Juni 1945, Jepang mengerahkan ribuan tahanan perangnya yang berasal dari kamp di daerah Cimahi ke Majalaya dengan menggunakan kereta api. Seluruh tahanan tersebut terdiri atas anak laki-laki dan pria dewasa yang sebagian besar berasal dari Negeri Kincir Angin. Pengerahan tahanan perang ini tak lain dan tak bukan ditujukan untuk membangun jalur pintas kereta api Cicalengka–Majalaya. Pembangunan jalur pintas ini awalnya dimulai dari Majalaya. Selang beberapa minggu kemudian, Jepang mengerahkan tahanan perang lagi di Cicalengka. Disana, mereka mulai membangun tanggul-tanggul di area persawahan untuk dijadikan railbed.[6] Selama pekerjaan berlangsung, banyak tahanan perang meninggal karena dipaksa bekerja keras, belum lagi dengan panasnya terik matahari dan krisis air bersih yang disebabkan oleh kemarau panjang, gizi buruk, hingga mewabahnya beragam penyakit dikalangan para pekerja yang semakin memperkeruh keadaan.[6][7] Per 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Ketika itu, railbed sudah siap namun belum dipasang rel kereta api diatasnya. Praktis saja sejak menyerahnya Jepang kepada sekutu, proyek tersebut dihentikan. Lalu pada 19 Agustus 1945 para tahanan perang dalam proyek ini dievakuasi menuju Cimahi dan Bandung. Sejak saat itu proyek pembangunan shortcut jalur kereta api Cicalengka–Majalaya tidak pernah terselesaikan. Jalur terhubungLintas aktifJalur ini tidak terhubung dengan lintas aktif mana pun. Lintas nonaktifDaftar stasiun
Referensi
|