Jalan Raya Cililitan–Tanjung PriokJalan Raya Cililitan–Tanjung Priok adalah sebuah ruas Jalan Raya di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Indonesia yang memiliki panjang 18,08 km[a] yang menghubungkan Jalan Dewi Sartika dan Jalan Raya Bogor di kawasan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur hingga ke kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Jalan ini terbagi menjadi empat bagian, yakni Jl. Mayjen Sutoyo, Jl. D.I. Panjaitan, Jl. Jenderal Ahmad Yani, dan Jl. Yos Sudarso. Jalan Raya ini diresmikan oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno pada 21 Oktober 1963.[1] Di sepanjang jalan raya ini juga dilewati oleh Jalan Tol Layang Ir. Wiyoto Wiyono yang dibangun di atas Jalur Jalan Raya ini.
Jalan Raya ini dibangun dengan tujuan untuk memperlancar aktivitas dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju ke pusat kota Jakarta, dan sekaligus menjadi tolak ukur dari perkembangan kota Jakarta di sebelah timur, terutama kawasan Cempaka Putih, Pulo Mas, Senen, Rawamangun dan Salemba.[2][3] Jalan ini juga berperan penting untuk menciptakan jalan yang bercabang dengan orientasi barat-timur dari kota Jakarta yang didominasi poros jalan utara-selatan.[3] SejarahLatar BelakangProyek Mercusuar Soekarno dan Persiapan Pesta Olahraga Asia 1962Pembangunan Jalan Djakarta Bypass merupakan salah satu rancangan Soekarno untuk menjadikan Jakarta sebagai "mercusuar'' bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang baru dan kuat.[4][5] Rancangan tersebut juga merupakan salah satu bagian dari persiapan Jakarta sebagai tuan rumah Pesta Olahraga Asia (Asian Games) 1962.[5] Persiapan Asian Games 1962 melibatkan hubungan diplomatik dengan Uni Soviet dan Jepang, dimana pihak Uni Soviet turun tangan dalam pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno dan pihak Jepang turun tangan dalam pembangunan Hotel Indonesia sebagai tempat penginapan tamu-tamu negara selama Asian Games berlangsung. Setelah Uni Soviet dan Jepang, pemerintah Indonesia pernah meminta (atau lebih tepatnya menantang) Amerika Serikat untuk turut membangun infrastruktur penunjang Asian Games.[3] Ketegangan Hubungan Indonesia-ASPada saat itu hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Amerika Serikat dinilai kurang harmonis, hal itu disebabkan oleh adanya tudingan terhadap AS yang membantu pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tudingan tersebut berdasarkan penangkapan Allen Lawrence Pope, seorang pilot pesawat B-26 berkebangsaan Amerika Serikat yang menembaki rakyat Indonesia di Maluku pada tahun 1958.[1] Namun pada akhirnya, Pemerintah Indonesia sepakat untuk mebebaskan Allen Pope setelah bernegosiasi dengan pihak Amerika Serikat. Dalam negosiasi tersebut, pemerintah AS menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk membangun sebuah Jalan Raya sepanjang 18,08 km yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok menuju ke daerah Cawang dan Cililitan yang sekaligus menjadi akses dari Bandara Internasional Halim Perdanakusuma. Jalan raya tersebut mejadi cikal bakal dari Jalur Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok (Djakarta Bypass).[1] PembangunanPembangunan dimulai sekitar tahun 1960 hingga akhir 1963.[6] Biaya Pembangunan Djakarta Bypass berasal dari bantuan Amerika Serikat melalui Pinjaman Jangka Panjang oleh Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Pembangunannya dikerjakan oleh para tenaga ahli dari AS.[1] Selama pembangunan, Jalan Djakarta Bypass pernah digunakan sebagai jalur kendaraan pengangkut kebutuhan pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno yang datang dari pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1962, saat Asian Games berlangsung, jalan ini pernah digunakan sebagai tempat penyelenggaran marathon dan balap sepeda pada Asian Games 1962.[3][6] PeresmianPeresminan Jalur Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok (Djakarta Bypass) dilakukan pada tanggal 21 Oktober 1963. Diperkirakan lokasi peresmian berada di kawasan Kalimalang. Peresmian tersebut dihadri oleh Presiden Soekarno, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia; Howard P. Jones, Gubernur Jakarta; Soemarno Sosroatmodjo, perwakilan negara-negara sahabat, dan warga Jakarta yang tumpah ruah. Pada saat itu, Soekarno memberikan pidato sebelum peresmian. Setelah itu, beliau langsung mengunting pita peresmian Jalan Djakarta Bypass dan langsung menginspeksi jalan raya baru tersebut.[1] Jalan Djakarta Bypass merupakan sambungan jalan baru di Jakarta memungkinkan truk untuk "melewati seluruh Jakarta saat bepergian dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok", sehingga dinamai demikian.[2] Pembangunan Jalan Tol Ir Wiyoto WiyonoSeiring dengan cepatnya laju Urbanisasi di Jakarta pada awal tahun 1980-an, jalan Djakarta Bypass menjadi salah satu ruas jalan termacet di Jakarta. Oleh karenanya, pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto merencanakan pembangunan sebuah jalan layang yang sudah direncanakan sejak April 1979.[7] Jalan layang tersebut adalah Jalan Tol Layang Cawang–Tanjung Priok (Jalan Tol Ir Wiyoto Wiyono) yang merupakan bagian dari rencana Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta yang mengambil contoh dari Djakarta Bypass sebagai prototipe jalan bebas hambatan di Indonesia sebelum dibangunnya Tol Jagorawi.[6] Jalan Tol Ir Wiyoto Wiyono merupakan Jalan Tol Layang pertama di Indonesia yang memiliki panjang 15 km yang menjadi terusan dari Jalan Tol Jagorawi menuju ke pelabuhan Tanjung Priok. Kemacetan parah di ruas jalan Djakarta Bypass yang kerap terjadi setiap hari menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan Jalan Tol Ir Wiyoto Wiyono, karena pembangunan tiang jalur layang dapat mengganggu arus lalu lintas. Walaupun demikian, sebuah terobosan dalam dunia teknik konstruksi lahir, yakni Teknik Sosrobahu. Teknik ini digunakan untuk memutar bahu lengan beton dari Jalan layang. Keunggulannya adalah dapat mengurangi gangguan terhadap arus lalu lintas yang padat. Teknik ini pertama kali ditemukan pada tahun 1988 oleh seorang insinyur asal Bali, Tjokorda Raka Sukawati.[8] Jalan Tol Ir Wiyoto Wiyono mulai dibangun sekitar tahun 1987 dan diresmikan pada 9 Maret 1990, dan diharapkan dapat mengurangi kemacetan parah yang kerap terjadi di Djakarta Bypass yang terletak di bawah jalan tol tersebut.[7][8] BagianJalur Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok (Djakarta Bypass) terbagi menjadi empat ruas jalan, tiga diantaranya dinamakan setelah Pahlawan Revolusi Indonesia yang menjadi korban dalam peristiwa G30S PKI. Bagian ruas jalan tersebut yakni;
Secara administratif, jalan raya ini melewati wilayah:
Diurutkan dari arah Cililitan ke Tanjung Priok PersimpanganJalur Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok memiliki banyak persimpangan besar maupun kecil. Persimpangan besar pada jalur jalan raya ini adalah:
Diurutkan dari arah Cililitan ke Tanjung Priok TransportasiJalur BusJalur Jalan Raya Cawang-Tanjung Priok dilewati oleh Transjakarta Koridor 10 yang terus menelusuri jalan raya ini hingga simpang Jalan Enggano. Jalan ini juga dilewati oleh trayek bus APTB, Mayasari Bakti, MetroMini, dan PPD. Berikut adalah rute bus yang melewati Jalur Jalan Raya ini:
Jalan TolDisepanjang jalan raya ini juga dilewati Jalan Tol Ir Wiyoto Wiyono yang dibangun di atas Jalan Raya ini. Jalan Tol tersebut memiliki panjang 15 km dari Tol Jagorawi hingga pelabuhan Tanjung Priok. Jalan Tol Ir. Wiyoto Wiyono merupakan salah satu bagian dari jaringan Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta. Selain Jalan Tol Ir. Wiyoto Wiyono, Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok juga dilewati oleh Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), yang berawal dari Simpang Susun Pasar Gembrong (menuju Kampung Melayu/Basuki Rachmat) hingga ke Kota Bekasi, Jawa Barat. Jalur Kereta ApiKRL Commuter LineDi dekat jalur jalan raya ini, terdapat satu stasiun KRL Commuter Line yang melayani Lin Lingkar Cikarang . Stasiun tersebut adalah:
LRT JabodebekSelain KRL Commuter Line, terdapat satu stasiun LRT Jabodebek yang melayani Lin Cibubur dan Lin Bekasi yang terletak dekat dengan Jalur Jalan Raya Cililitan-Tanjung Priok. Stasiun tersebut adalah:
Lihat juga
Keterangan
Referensi
|