Internux adalah sebuah perusahaan telekomunikasi swasta dari Indonesia yang berdiri pada tahun 2000. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari PT First Media Tbk, dan awalnya hanya beroperasi sebagai penyedia jasa internet di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pada tahun 2009 perusahaan ini mendapat izin membangun jaringan BWA 2,3 GHz, tetapi baru menyelenggarakannya di tahun 2013 dengan sistem 4GLTE dengan merek dagang BOLT!. Pada 28 Desember 2018, izin Internux di jaringan 2,3 GHz dicabut sehingga perusahaan ini tidak lagi menjadi operator jaringan seluler sampai saat ini. Namun, Internux masih tetap bertahan sampai sekarang sebagai anak usaha First Media.
Sejarah
Pendirian dan perkembangan awal
Nama Internux (awalnya ditulis iNterNUX) merupakan singkatan dari Internet Linux. Sesuai namanya, awalnya perusahaan ini bergerak dalam penyediaan jasa internet berbasis sistem operasiLinux. Bisnis Internux bermula ketika pada 23 September 1999, Stephanus Adi Nugroho dan dua rekannya mendirikan sebuah warung internet (warnet) di Makassar, dengan sistem Linux. Walaupun awalnya Adi dan kawan-kawan sempat ragu karena Linux kurang terkenal dan masih dalam pengembangan, ternyata warnet yang hanya memiliki 6 komputer itu cukup sukses dan dalam 3 bulan sudah balik modal. Seiring waktu, Internux, melihat warnet di Makassar yang pada saat itu sedang berkembang berusaha untuk memperbesar kinerjanya dengan menjadi teknisi dan tenaga ahli bagi pembangunan warnet-warnet berbasis Linux lainnya. Pada 11 Oktober 2000, Internux resmi didirikan sebagai sebuah perseroan terbatas dengan nama PT Internux, dan kemudian terdaftar di Departemen Kehakiman Republik Indonesia pada tahun 2001. Di tahun 2001, melihat peluang yang lebih besar, Internux kemudian memutuskan untuk terjun di bisnis internet service provider (ISP), tetapi tetap dengan sistem Linux di kota Makassar. Awalnya, layanan internet ini hanya ditawarkan pada sesama pemilik warnet, tetapi kemudian setelah pada 2002 bisnis warnet di Makassar menjadi lesu, Internux mulai menawarkan jasanya pada berbagai lembaga lain seperti perusahaan/korporasi, biro perjalanan dan lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus. Dari awalnya berjuang untuk meyakinkan konsumen dengan layanannya yang bernama Internux Corporate Internet Access dan WLAN on Demand, pada 2004 Internux berhasil membangun dirinya menjadi ISP yang cukup baik di Makassar. Setelah terjun ke bisnis ini, praktis bisnis warnet yang awalnya ditekuni pun ditinggalkan.[1][2] Pengurus Internux pada saat pertama kali perusahaan ini terbentuk terdiri dari: Ir. Stephanus Adi Nugroho, Ir. Andi Ridwan Djabir Pattiwiri, Ir. Irwin Day dan Adnan Nizar SH. Pertama didirikan, perusahaan ini beralamat di Arief Rate No. 3, Makassar Sulawesi Selatan. Namun, pada tahun 2004, terjadi perubahan pemegang saham yang mayoritas dimiliki oleh Stephanus Adi Nugroho dan kantor pun berpindah ke Jalan Ratulangi 53J Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2009, tiba-tiba nama PT Internux melesat menjadi pemberitaan karena perusahaan ini memenangkan lelang yang diadakan pemerintah sejak 27 April 2009[3] untuk membangun jaringan WiMAX di seluruh wilayah Indonesia. Dalam penetapan yang diumumkan oleh Kemenkominfo pada 16 Juli 2009, Internux memenangkan lelang untuk membangun jaringan broadband wireless access (BWA) di Jabodetabek bersama PT First Media Tbk. Keduanya memiliki harga yang tidak terlalu jauh: First Media senilai Rp 121 miliar sedangkan Internux senilai Rp 110 miliar.[4] Menurut pihak Internux pada saat mengikuti seleksi, mereka sudah siap (bahkan dari setahun sebelumnya) untuk mengembangkan jaringannya ini dengan modal Rp 220 miliar. Namun, belum juga mengoperasikan layanannya ini, Internux sudah "tersandung" oleh masalah karena tidak membayar biaya total kewajiban dan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi sesuai waktu yang ditetapkan. Tindakan tidak membayar ini terus terjadi walaupun pemerintah sudah mengenakan denda sebesar 2%, mengirimkan 3 kali surat peringatan dan memperpanjang waktu (beberapa kali) untuk membayarnya, yaitu pada 17 November dan 20 November 2009, 21 Januari dan 20 Februari-22 Februari 2010.[5][6][7]
Memasuki Januari 2010, bahkan Internux merupakan satu-satunya pemenang tender yang tidak mematuhi kewajibannya.[8] Pihak Internux beralasan bahwa mereka sedang memikirkan masalah perangkat WiMAX yang pada saat itu masih mahal di Indonesia, dan pada saat itu perusahaan ini dilaporkan telah dijual ke perusahaan asal Korea Selatan (walaupun tampaknya hal ini hanya sebatas rumor).[7][9] Akibat lalai membayar kewajibannya itu, pemerintah bertindak tegas dengan mencabut izin BWA Internux pada 3 Mei 2010, dan berencana untuk mengalihkannya dengan melelang ulang.[10] Rencana pengalihan izin ini sebenarnya sudah direncanakan sejak sebelum perpanjangan waktu pertama, tetapi tampaknya diundur untuk melihat komitmen Internux.[11] Awalnya, tender ulang ini dijadwalkan pada Juni 2010,[12] dan Telkom Indonesia sempat menunjukkan minatnya akan wilayah layanan Internux.[13] Namun, kemudian tampaknya lelang ini tidak dilakukan.
Tidak tinggal diam dengan pencabutan izinnya, pada akhir 2010 Internux menggugat Kemenkominfo di PTUN. Dalam sejumlah putusan, banding dan kasasi di tahun 2011-2012, semuanya memenangkan Internux, sehingga izinnya (terpaksa) dikembalikan pemerintah pada Januari 2012.[14] Di tengah-tengah gugatan tersebut, Internux juga sempat dirumorkan pada April 2011 tengah mengadakan pembicaraan dengan Bakrie Telecom untuk mengakuisisinya. Bakrie Telecom memang menyampaikan ke publik bahwa mereka berminat untuk terjun ke bisnis WiMAX dengan akuisisi perusahaan yang bermain di wilayah potensial, tetapi tidak disampaikan apa nama perusahaan itu. Namun, jika Bakrie Telecom mengatakan bahwa mereka-lah yang akan mengakuisisi Internux, di pihak Internux justru menyatakan bahwa mereka hanya sekadar bekerjasama dengan Bakrie Telecom.[15][16] Namun, kemudian tidak ada kelanjutan dari wacana ini, dan hingga 2013, Internux tidak juga kunjung meluncurkan layanannya yang rencananya diberi merek Bolt. Alasan yang umum beredar adalah karena WiMAX sudah terlambat dan sulit lagi dikembangkan di Indonesia.[17][18]
Kemudian, pada Mei 2013 Kemenkominfo memberikan peluang kepada pemilik hak jaringan WiMAX untuk mengubah sistemnya menjadi 4GLTE.[19] Dengan terbukanya peluang tersebut, pada akhir 2012 Internux mengajukan izin untuk konversi izin jaringannya (yang belum beroperasi sama sekali) dari WiMAX ke 4G LTE, serta mulai menyiapkan perangkat dan infrastrukturnya pada tahun 2013.[20] Berbagai kerjasama juga dijalin dengan sejumlah perusahaan, misalnya kepada Sarana Menara Nusantara[21] dan Tower Bersama Infrastructure. Namun, yang terpenting adalah kerjasama yang dijalin dengan First Media lewat Strategic Aliance Agreement yang disepakati keduanya pada 23 Oktober 2013. Dalam perjanjian ini, First Media mengalihkan jaringan dan infrastrukturnya untuk digunakan oleh Internux.[22] Frekuensi BWA kedua perusahaan, yang kebetulan sama-sama memenangkan tender di Jabodetabek pada 2009 akan digabungkan menjadi satu.[23] Alasan kerjasama yang dijalin dengan First Media itu adalah karena pengalaman First Media yang sudah cukup lama bermain di bisnis internet.[24]
Pada akhirnya, di tanggal 14 November 2013, layanan 4G LTE Internux resmi diluncurkan dengan nama BOLT! dengan menggunakan frekuensi 2,3 GHz. BOLT! merupakan operator 4G LTE pertama di Indonesia. Untuk pengembangan awalnya, manajemen Internux mengalokasikan dana senilai Rp 6,3 triliun untuk menyewa sejumlah BTS dari sejumlah operator dan menyediakan perangkatnya. Tercatat ada 1.500 BTS sewaan yang pada saat itu digunakan Internux dan ditargetkan menjadi 3.500 pada 2014. Selain itu, bantuan lewat kerjasama juga dijalin dengan Huawei dalam infrastruktur dan Mitsui dalam pendanaan modal senilai US$ 75 juta.[25][26] Internux menargetkan 10 juta pengguna di daerah layanan awalnya di Jabodetabek.[27] Awalnya, First Media dikabarkan juga ingin membentuk layanan 4G dengan nama lain sebagai pengganti dari layanan WiMAX Sitra mereka sebelumnya (yang sudah dihentikan sejak Juni 2013), tapi kemudian mereka tidak melakukannya dan justru ikut mengonversi jaringan Sitra ke layanan BOLT!.[28][29][30][31]
Pada 2014-2015 Internux melakukan berbagai ekspansi dengan meluncurkan beberapa produk dan layanan baru ditambah perluasan layanan ke Medan, bekerjasama dengan First Media yang memegang izin BWA di Sumatera Utara pada 2009 lalu. Selain di Medan, Bolt juga melakukan ekspansi ke Banten utara dan Cikarang. Pada Februari 2015, Bolt berhasil mendapat 1 juta pelanggan.[32][33][34][35] BTS juga terus berusaha dibangun oleh Internux sebanyak 800 buah hingga akhir tahun.[36] Di tahun 2016, Internux tetap melakukan pengembangan dengan menargetkan 2,5 juta pelanggan dan 4.200 BTS. Berbagai infrastruktur, seperti nano cell juga dibangun untuk meningkatkan layanan.[37] Pada akhir Juli 2016 pelanggan BOLT! mencapai 2,2 juta,[38] dan pada Juni 2017 mencapai 3 juta.[39] Di awal 2017, Internux juga menuai perhatian karena menggugat Kemenkominfo yang pada saat itu memberikan frekuensi 2,3 GHz (wilayah BOLT!) untuk Smartfren secara langsung tanpa tender. Dalam gugatan di PTUN itu, Kemenkominfo kalah dan diwajibkan memberikan frekuensi itu secara nasional untuk Internux. Namun, pemerintah akan menyatakan banding dalam putusan ini.[40][41]
Di tengah ekspansi ini, Internux juga mengalami perubahan kepemilikan, dengan kini saham mayoritasnya (69%) dipegang oleh First Media. Pada awalnya, kepemilikan First Media di induk Internux, PT Mitra Mandiri Mantap hanya sebesar 18% pada awal November 2014 (dengan konversi piutang menjadi saham).[42] Namun, kemudian pada 24 November 2014 menjadi 49% dan pada 29 Desember 2014 naik lagi menjadi 69%, dengan harga Rp 1,34 triliun.[43] Sebelumnya, saham PT Mitra dikuasai oleh PT Cahaya Emerald Cemerlang dan PT Inti Permata Provita dengan kepemilikan masing-masing 50%. Setelah transaksi kepemilikan keduanya terdilusi menjadi masing-masing 15,48%. Akusisi dilakukan dalam rangka ekspansi First Media dan dilakukan dalam kondisi Internux yang kurang baik karena merugi.[44] Targetnya adalah pendapatan Internux mencapai Rp 2 triliun pada 2015 dan Rp 4 triliun pada 2017.[45]
Untuk membantu keuangan PT Mitra dan Internux, First Media juga menyuntikkan dana sebesar Rp 700 miliar.[46] Penambahan modal demikian dilakukan untuk meningkatkan pelayanan data.[47] Rumor akuisisi sebenarnya sudah ada sejak penandatanganan perjanjian Internux-First Media pada 2013, tetapi belum bisa dibuktikan apakah benar Internux sudah dikuasai oleh First Media (atau induknya, Grup Lippo) saat itu.[48] Pihak First Media waktu itu juga membantah rumor adanya akuisisi.[49] Khusus Internux, kepemilikannya 80% oleh PT Mitra Mandiri, sedangkan 20% oleh Mitsui.[50] Sebenarnya, First Media juga merencanakan untuk melakukan penawaran umum perdana Internux pada pertengahan 2015, dengan melepas 25% sahamnya dengan target dapat merengkuh dana Rp 700 miliar, tetapi kemudian tidak terjadi.[51]
Berakhirnya bisnis Internux
Bagaimanapun, pada akhirnya Internux menghadapi masalah berupa berbagai gugatan yang membuat bisnisnya berakhir. Pada 17 September 2018, tiba-tiba PT Internux menghadapi gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang diajukan oleh sejumlah pihak, karena menunggak Rp 4,69 triliun dari 283 kreditur, yang terdiri dari berbagai anak perusahaan Grup Lippo, Huawei serta sejumlah bank lokal dan asing. Namun, pada 30 Oktober kemudian hasil pemungutan suara menyatakan para kreditur setuju untuk damai dengan proposal perdamaian yang diajukan Internux, dan pada 14 November 2018 Pengadilan NiagaJakarta Pusat resmi memutus perjanjian perdamaian ini, yang berarti Internux tidak jadi dipailitkan.[52][53][54][55] Menurut manajemen Internux, masalah keuangan ini bisa terjadi karena iklim bisnis di 2,3 GHz tidak berpihak kepada mereka dan adanya saingan yang besar, padahal pemegang saham sudah menginvestasikan dananya sebesar Rp 8 triliun.[20] Sebenarnya, dalam proses ini BOLT! sudah menjaring 4 juta pelanggan di tahun operasinya yang ke-5.[56] Bahkan pada Agustus lalu, Internux siap menyiapkan investasi Rp 8 triliun lagi untuk infrastruktur broadband dan perumahan.[57]
Namun, kemudian muncul masalah yang lebih besar lagi yang akhirnya berakhir dengan ketidakberuntungan bagi Internux. Awal November 2018, pemerintah mengancam akan mencabut izin 2,3 GHz Internux dan induknya, First Media (yang diberikan pada lelang 2009 lalu) karena tidak membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) dari 2016-2018, senilai Rp 500 miliar plus denda.[58] Internux menunggak sebesar Rp 343 miliar, sedangkan First Media mempunyai tunggakan Rp 364 miliar (totalnya Rp 708 miliar). Utang ini diketahui setelah pemerintah melakukan evaluasi di akhir tahun pada kinerja operator seluler.[59][60] Sebenarnya, pemerintah dalam gugatan PKPU Internux sudah berusaha untuk memasukkan hutang BHP Internux dalamnya namun gagal karena diputus damai. Artinya adalah Internux bisa mencicil pembayaran hutangnya hingga 30 tahun, yang jelas tidak disetujui pemerintah karena izin BWA hanya berlaku 10 tahun.[61]
Menghadapi ancaman itu, First Media mengajukan gugatan yang meminta penundaan pencabutan izin oleh Kemenkominfo ke PTUN pada 2 November 2018.[62] Namun, gugatan ini dicabut pada 19 November 2018 setelah Internux-First Media mengajukan proposal skema pembayaran dan janji untuk melakukan penyelesaian hutang BHP mereka, pada 2016-2017 dan berkomitmen untuk melunasi pada 2020.[63] Awalnya, direncanakan pada 17 November 2018, Kemenkominfo akan mengeluarkan SK yang mencabut izin frekuensi 2,3 GHz First Media dan Internux,[64] namun kemudian karena adanya proposal dari para penunggak dan kepentingan konsumen maka ditunda dahulu.[65] Ketika pada 25 Desember 2018 dilihat bahwa pengguna BOLT! yang aktif sudah menurun, maka pada 28 Desember 2018 pemerintah resmi mencabut izin Internux dan First Media di 2,3 GHz.[66][67][68]
Berakhirnya layanan BOLT!, yang pada saat itu beroperasi di Jabodetabek dan Medan diiringi dengan pemberitahuan kepada pelanggan bahwa mereka dapat meminta pengembalian dana selama sebulan, dari 31 Desember 2018-31 Januari 2019.[69] Untuk pelanggannya, BOLT! juga menjalin kerjasama dengan Smartfren dan First Media. Smartfren bahkan sempat menyatakan keinginannya untuk membeli frekuensi yang pernah digunakan Internux dan First Media.[70] Akibat pencabutan izin ini, walaupun harus tetap membayar hutang BHP-nya pada Kemenkominfo, First Media juga mengalami kerugian yang naik dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 3,31 triliun. Aset perusahaan juga melorot dari Rp 12 triliun menjadi 6,98 triliun.[71]
Kondisi Internux saat ini
Sampai saat ini, Internux masih beroperasi sebagai anak usaha dari PT First Media Tbk (lewat PT Mitra Mandiri Mantap dengan kepemilikan 75%), akan tetapi, tidak jelas bagaimana prospek dan operasional anak usahanya tersebut. Kemungkinan perusahaan ini masih dipertahankan bagi penyelesaian hutang-hutangnya.[72]
Layanan
BOLT!
BOLT! awalnya dimaksudkan sebagai layanan WiMAX dari Internux.[17][18] Namun, seiring tidak berkembangnya sistem WiMAX di Indonesia dan adanya peluang dari Kemenkominfo kepada pemilik hak jaringan WiMAX untuk mengubah sistemnya menjadi 4GLTE, pada akhir 2012 Internux mengajukan izin untuk mengonversi jaringannya ini.[19][20]
Setelah semua persiapan selesai, di tanggal 14 November 2013, layanan 4G LTE BOLT! (panjangnya BOLT! Super 4G LTE)[73] resmi diluncurkan di sebuah gedung kawasan Sudirman, Jakarta. Layanan 4G LTE Internux ini menggunakan frekuensi 2,3 GHz (Band 40) dengan sistem time division duplex (TDD) dan merupakan jaringan 4G LTE pertama di Indonesia. Internux menargetkan 10 juta pengguna di daerah layanan awalnya di Jabodetabek, dan paket berupa internet-Mi-Finya ditawarkan seharga Rp 299.000/paket.[74] Namun, baru saja diluncurkan tampaknya pelanggan Internux tidak bisa langsung memakai layanannya ini karena harus disempurnakan terlebih dahulu selama beberapa waktu.[75] Baru pada 25 Desember 2013, produk ini akhirnya baru dijual ke publik setelah sebulan sebelumnya diluncurkan.[76] Internux kemudian juga mendapatkan tambahan pelanggan dari pengalihan layanan WiMAX Sitra milik First Media.[29] BOLT! bisa dikatakan merupakan upaya kedua dari Grup Lippo untuk terjun ke bisnis operator jaringan seluler, setelah sebelumnya bermain dengan merek Lippo Telecom pada 2001-2007 lalu.
Layanan ini pada Januari 2014 diklaim sudah meraih 5.000 pelanggan untuk wilayah layanan Jabodetabek, dan untuk memperluas layanan upaya memperbanyak BTS tetap akan diutamakan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya pelanggan yang mengeluhkan penurunan atau hilangnya sinyal (bahkan karena hal ini, BOLT! sempat mendapat teguran Kemenkominfo).[77][78] Di awal 2014 juga diungkapkan bahwa pelanggan BOLT! memakai internet 1 GB/hari[79] dan sejumlah outlet layanan yang diberi nama BOLT! Zone juga sudah dihadirkan di beberapa mal Jabodetabek.[80] Di tahun 2014 juga, BOLT! juga merencanakan penjualan telepon pintar (smartphone).[81] Rencana ini kemudian baru terealisasi pada 21 Agustus 2014 ketika meluncurkan produk bernama "BOLT! Powerphone" berupa smartphone hasil kerjasama dengan ZTE.[82] Berbagai produk baru dan paket baru juga diluncurkan sepanjang 2014.[83][84]
Ekspansi terus dilanjutkan pada 2015. Di tahun ini, BOLT! melakukan perluasan layanan ke Medan, bekerjasama dengan First Media yang memegang izin BWA di Sumatera Utara pada 2009 lalu. Uji cobanya sudah dilakukan sejak Desember 2014, tetapi baru pada 12 Maret 2015 layanan ini diperkenalkan ke publik Medan. Modal awalnya adalah 200 BTS (direncanakan meningkat menjadi 470 BTS di akhir 2015), dan modal US$ 20 juta. Targetnya adalah 200.000 pelanggan dan cakupan 5 juta penduduk Medan. Selain di Medan, BOLT! juga melakukan ekspansi ke Banten utara dan Cikarang. Produk-produk baru seperti perangkat Wi-Fi, tablet[85] dan layanan VoIP juga direncanakan untuk diluncurkan. Pada Februari 2015, BOLT! berhasil mendapat 1 juta pelanggan dengan dilayani 3.600 BTS, dan ditargetkan di akhir tahun pelanggannya menjadi 4,5 juta.[32][33][34][35] Di tahun ini juga, BOLT! meraih penghargaan "Indonesia WOW Brand 2015: Telco, Gadget & Broadcast TV".[86][87][88][89]
Di tahun 2016, Internux tetap melakukan pengembangan dengan menargetkan 2,5 juta pelanggan dan 4.200 BTS. Layanannya berusaha ditingkatkan menjadi 4G Ultra LTE, dan berusaha diperluas hingga ke Aceh, Serang dan Cilegon.[90] Di Februari 2016, BOLT! Juga memenangkan penghargaan Top Brand Award.[91] Berbagai infrastruktur, seperti nano cell juga dibangun untuk meningkatkan layanan.[37] Pada akhir Juli 2016 pelanggan BOLT! mencapai 2,2 juta,[38] dan pada Juni 2017 mencapai 3 juta.[39] Pada 22 Februari 2017, diluncurkan layanan BOLT! khusus rumah bernama BOLT! Home, dengan harga Rp 199.000 namun tanpa batas (unlimited).[92] Pada Agustus 2018, tercatat BOLT! sudah menjaring 4 juta pelanggan di tahun operasinya yang ke-5, dan menjalin berbagai kerjasama dengan beberapa OTT dan berbagai layanan lain.[56]
Seiring masalah yang muncul, terutama masalah dengan Kemenkominfo, nasib BOLT! seperti hanya tinggal menunggu waktu. Karena terus menunggak pembayaran BHP, direncakankan awalnya pada 17 November 2018, Kemenkominfo akan mengeluarkan SK yang mencabut izin frekuensi 2,3 GHz First Media dan Internux (yang dipakai BOLT!),[64] namun kemudian karena adanya proposal dari para penunggak dan kepentingan konsumen maka ditunda dahulu.[65] Sejak 21 November 2018, BOLT! tidak bisa menerima lagi pengisian pulsa dari pelanggannya dan tidak dapat lagi menjual kartu perdana.[93] Kemudian pemerintah memerintahkan agar BOLT! memulai proses pengembalian dana pada konsumen, dan ketika pada 25 Desember 2018 dilihat bahwa pengguna BOLT! yang aktif sudah menurun, maka pada 28 Desember 2018 pemerintah resmi mencabut izin Internux dan First Media di 2,3 GHz. Artinya, sejak saat itu, BOLT! resmi berhenti beroperasi.[66][67][68]
Berakhirnya layanan BOLT!, yang pada saat itu beroperasi di Jabodetabek dan Medan diiringi dengan pemberitahuan kepada pelanggan bahwa mereka dapat meminta pengembalian dana di 28 kantor BOLT! (bernama BOLT! Zone) di wilayah layanannya selama sebulan, dari 31 Desember 2018-31 Januari 2019.[69] Untuk pelanggannya, BOLT! juga menjalin kerjasama dengan Smartfren dan First Media. Pelanggan BOLT! Home akan "disarankan" beralih ke First Media. Mereka akan ditawarkan promo berupa diskon dan TV kabel gratis.[94] Sedangkan pelanggan BOLT! biasa akan "disarankan" beralih ke Smartfren lewat proses verifikasi. Mereka akan diberi kartu perdana Smartfren dalam proses migrasi ini.[95] Pada akhir Januari, migrasi itu tuntas dengan pemerintah menyatakan Rp 11 miliar telah dikembalikan ke 11.000 pelanggan, dan 40.000 pelanggan BOLT! sudah bermigrasi ke Smartfren.[69][96][97] Namun, Smartfren tetap membuka peluang untuk konversi ini walaupun periodenya sudah berakhir setelah 31 Januari 2019, yaitu berupa tukar tambah perangkat atau promo kuota.[98] Target Smartfren adalah meraih 100.000 pengguna BOLT! sebagai pengguna layanannya.[99]