Hari raya wajibDalam Gereja Katolik, hari raya wajib (bahasa Inggris: holy day of obligation; bahasa Latin: dies festus de praecepto servanda) merupakan kumpulan hari yang diwajibkan bagi umat Katolik untuk menghadiri misa. Kewajiban untuk menghadiri misa tetap melekat untuk suatu hari raya wajib meskipun bila hari tersebut dipindahkan ke tanggal lain, di mana hal tersebut biasa terjadi dalam liturgi Ritus Romawi. Namun, di beberapa negara hari-hari tertentu mendapat dispensasi untuk tidak dirayakan dalam keadaan tertentu.[1] Gereja Katolik LatinHari raya wajib bagi umat Katolik Latin disebutkan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 kanon 1246:[2]
Dengan urutan menurut kalender liturgi, sepuluh hari (terlepas dari hari Minggu) yang dimaksudkan dalam kanon tersebut yaitu:
Jumlah hari raya wajib pernah lebih banyak daripada daftar yang disebutkan di atas. Dengan motu proprio Supremi disciplinae tanggal 2 Juli 1911, Paus Pius X mengurangi jumlah hari raya yang bukan hari Minggu dari 36 hingga menjadi 8 saja: 10 tanggal di atas (1 Januari pada waktu itu adalah Hari Raya Penyunatan Tuhan) minus Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dan Hari Raya Santo Yusuf.[3] Daftar yang digunakan sekarang diberlakukan pada tahun 1917.[4] Di banyak negara, bahkan sebelum masa Paus Pius X, para uskup telah memperoleh persetujuan Takhta Suci untuk mengurangi jumlah hari raya wajib yang bukan hari Minggu sehingga jumlahnya jauh lebih sedikit dari 36. Pada masa kini, berbagai Konferensi Uskup juga telah menggunakan wewenang mereka sesuai hukum kanon untuk mengurangi jumlah hari raya wajib di atas sehingga jumlahnya tidak sampai 10. Semua hari raya wajib yang bukan hari Minggu memiliki tingkatan solemnitas (dalam bahasa Indonesia umumnya disebut "hari raya"). Dengan demikian jika dalam Masa Biasa salah satu hari raya ini jatuh pada hari Minggu, maka perayaan liturginya akan menggantikan perayaan liturgi Minggu biasa; tetapi hari-hari Minggu Adven, Prapaskah, dan Masa Paskah lebih diutamakan daripada semua solemnitas sehingga hari raya wajib yang bertepatan dengannya dipindahkan ke hari lain.[5] Ada kemungkinan Hari Raya Hati Kudus Yesus bertepatan dengan Hari Raya Santo Petrus dan Paulus sehingga menggeser hari raya wajib ini; kewajiban menghadiri Misa karenanya diterapkan pada Hari Raya Hati Kudus Yesus. Hari raya wajib pada hari kerjaBeberapa konferensi uskup mungkin meniadakan hari raya wajib atau memindahkannya ke hari Minggu, sementara beberapa yang lain mempertahankan beberapa hari raya wajib yang bukan hari libur bersama. Bagi kebanyakan umat, hari-hari tersebut adalah hari kerja normal dan karenanya mereka tidak dapat memenuhi kewajiban untuk "tidak melakukan pekerjaan dan urusan-urusan yang merintangi ibadat yang harus dipersembahkan kepada Allah atau merintangi kegembiraan hari Tuhan atau istirahat yang dibutuhkan bagi jiwa dan raga" (Kan. 1247). Namun demikian mereka tetap terikat kewajiban untuk berpartisipasi dalam Misa. Untuk hari-hari seperti ini, yaitu "hari raya pada hari kerja", gereja setempat mungkin memiliki suatu jadwal khusus dengan menyediakan Misa di luar jam kerja normal atau malam sebelumnya.[6] Di Irlandia, hari raya wajib yang juga hari libur bersama hanyalah Hari Raya Natal dan Hari Santo Patrick, sehingga di sana memiliki 5 hari raya wajib pada hari kerja. Demikian pula Slowakia hanya memiliki 4 hari raya wajib yang juga hari libur bersama: Hari Raya Natal, Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah, Hari Raya Penampakan Tuhan, Hari Raya Semua Orang Kudus, sehingga tersisa 5 hari raya pada hari kerja. Di Belanda, sejak 1 Januari 1991 konferensi uskupnya menetapkan bahwa Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga dan Hari Raya Semua Orang Kudus yang sebelumnya diputuskan untuk dirayakan pada hari Minggu berikutnya dikembalikan ke awal sebagai hari raya wajib terkait perayaan Misa, tetapi tanpa perlu menjauhkan diri dari pekerjaan.[7] Hari raya wajib menurut negaraDi Kota Vatikan, tetapi tidak di seluruh Keuskupan Roma, hari Minggu dan seluruh 10 hari yang tercantum dalam Kan. 1246 dirayakan sebagai hari raya wajib. Hal ini juga terjadi di keuskupan Lugano (mencakup Kanton Swiss dan Kanton Ticino), tetapi mungkin tidak demikian di tempat lain. Beberapa negara memiliki hari raya wajib yang tidak termasuk pada daftar yang tercantum dalam Kan. 1246. Irlandia memiliki Hari Santo Patrick.[8] Jerman memiliki Hari Santo Stefanus pada "Hari Natal Kedua" (26 Desember), Senin Paskah dan Senin Pentakosta (Whit Monday, Pentakosta II).[9] Di negara-negara di mana tidak berlaku hari raya wajib, 3 dari 10 hari raya yang disebutkan di atas dipindahkan pada Minggu terdekat sebagai pengganti perayaan hari tersebut:
Seandainya hari raya tertentu dipindahkan ke suatu hari Minggu, hari raya tersebut tidak dimasukkan ke dalam daftar hari raya wajib non-Minggu yang berlaku secara nasional di bawah ini karena di semua negara setiap hari Minggu adalah hari raya wajib.[10] IndonesiaKonferensi Waligereja Indonesia belum pernah mengeluarkan aturan tentang hari raya wajib, dengan demikian berlaku sepuluh hari raya wajib sebagaimana tercantum dalam Kanon 1246 § 1.[11][12] Meskipun demikian, Hari Raya Penampakan Tuhan dan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus sering kali dipindahkan ke hari Minggu terdekat, sehingga untuk alasan teknis kedua hari tersebut dikecualikan dari daftar.
Malaysia, Singapura, BruneiKonferensi Waligereja Malaysia, Singapura, dan Brunei menetapkan 4 hari raya wajib di wilayah yurisdiksi mereka:[13]
Gereja Katolik TimurKitab Hukum Kanonik Gereja Timur menetapkan norma-norma berikut ini bagi Gereja-Gereja Katolik Timur:
Referensi
Pranala luar
|