Georges-Marie-Joseph-Hubert-Ghislain de Jonghe d'Ardoye, M.E.P. (23 April 1887 – 27 Agustus 1961) adalah seorang Uskup Gereja Katolik Roma berkewarganegaraan Belgia.
Latar belakang
d'Ardoye dilahirkan dari pasangan bangsawan Fernand de Jonghe d'Ardoye dan Juliette Lebrun de Miraumont de Grand-Reng. Ia melaksanakan pendidikan di Kolese Santo Mikael, Brussel dan melanjutkan di Fakultas Universitas Ratu Damai, Namur, Belgia. Pada 13 September 1905 dalam usia 18 tahun, ia bergabung dengan Serikat Misi Asing Paris, sebuah komunitas Katolik untuk hidup merasul dan evangelisasi di Asia. Ia menyelesaikan pendidikan di Universitas Kepausan Gregoriana, Roma untuk pendidikan gerejawi.
Karya imamat
Mgr. d'Ardoye ditahbiskan menjadi imam Serikat Misi Asing Paris pada 21 Juni 1910. Enam bulan kemudian, ia tiba sebagai misionaris di Republik Rakyat Tiongkok pada 30 November 1910.[1] Ia bekerja di Provinsi Sichuan. Pada 1912, ia ditunjuk untuk melaksanakan misi di Qionglai. Pada 1918, ia mendirikan suatu sekolah Katolik—Wisdom College dalam bahasa Inggris atau Collège de la Sagesse dalam bahasa Prancis—yang melayani pendidikan dasar dan menengah. Pada 1927, ia pindah ke Beijing, di mana ia berfokus pada pendirian gedung Gereja Katolik di Tiongkok, terutama pada pendidikan.
Karya episkopat
Ia kemudian ditunjuk Vikaris Apostolik Yünnanfu, Republik Rakyat Tiongkok dengan gelar Uskup Tituler Amathus di Siprus pada 17 September 1933, dengan pesan khusus untuk memajukan pendidikan di Vikariatnya. Ia ditahbiskan di Rumah Induk MEP di Paris pada 17 September 1933 oleh Superior Jendral MEP dan Uskup Agung Tituler Marcianopolis, Mgr. Jean-Baptiste-Marie Budes de Guébriant, M.E.P. selaku Uskup Penahbis Utama. Bertindak sebagai Uskup Ko-konsekrator adalah Vikaris Apostolik Shunking yang bergelar Uskup Tituler Olena Mgr. Paul Wang Wen-cheng bersama dengan Vikaris Apostolik Yachow yang bergelar Uskup Tituler Tlos, Mgr. Matthew Li Jun-ho. Dalam karyanya, Mgr d'Ardoye terkena tipus dan lemah jantung, yang memaksanya kembali ke Prancis pada 1937. Pada 1938, jantungnya tidak lagi cocok untuk terus bekerja di dataran tinggi, dan karena itu ia mengajukan pengunduran dirinya.
Sehubungan dengan diterima pengunduran dirinya, Mgr. d'Ardoye kemudian diangkat menjadi Delegatus Apostolik untuk Irak pada 17 Oktober 1938 dan mendapat gelar Uskup Agung Tituler Misthia.[2] Sama seperti saat bertugas di Tiongkok, ia mendirikan sekolah di Karrada dan Mosul, bersama Ordo Dominikan. Ia turut mendirikan muda-mudi Katolik di Baghdad serta berpastoral untuk tawanan perang, yang saat itu berkecamuk. Setelah delapan tahun merasul di Irak, Takhta Suci berpikir untuk memindahkannya ke tempat tugas baru, di mana muncul pilihan antara Ethiopia atau Tiongkok, namun, diputuskan sebagai Delegatus Apostolik Bulgaria. Faktanya, keputusan itu gagal.
Sebagai jawaban beberapa Vikaris di Indonesia yang meminta Takhta Suci Vatikan mengirimkan Delegatus Apostolik pada 1946, Mgr. d'Ardoye diangkat menjadi Delegatus Apostolik untuk Indonesia pada 6 Juli 1947 oleh Paus Pius XII. Ia tiba di Jakarta pada 27 Juli 1947 dengan menggunakan pesawat terbang.[3] Karena belum memiliki tempat tinggal resmi, ia tinggal di sebuah hotel selama satu bulan. Setelah sempat berpindah-pindah tempat tinggal, akhirnya ia menempati sebuah rumah di Koningsplein Oost (kini Jalan Medan Merdeka Timur) No. 18. Mgr d'Ardoye tinggal di rumah itu sejak 6 Desember 1947 dan keesokan harinya diadakan upacara pengibaran bendera Vatikan untuk menandainya sebagai rumah resmi Delegatus Apostolik. Berkat donasi Superior Jenderal Ursulin (OSU), rumah itu dibeli sebagai kediaman resmi wakil Bapa Suci di Indonesia pada 14 Mei 1949.[4] Sebagai Delegatus Apostolik, ia hadir mewakili Paus saat upacara penyerahan kedaulatan Indonesia bersama Duta Besar dari 10 negara lainnya pada 28–29 Desember 1949. Dari hasil kerja sama diplomatik Vatikan-Indonesia yang dipimpinnya, Vatikan mengakui kedaulatan Indonesia pada 4 Januari 1950. Pada 16 Maret 1950, Internunsiatur Apostolik didirikan di Jakarta dan Mgr. d'Ardoye menjadi Internunsius Apostolik untuk Indonesia. Hal ini disusul dengan penyerahan surat-surat kepercayaan dari Vatikan kepada Presiden RIS Soekarno pada 7 April 1950.[5] Di sisi lain, Pemerintah Indonesia saat itu menugaskan Sekretaris Suyoto Suryodipuro dan atasé Suryono Sastrowardoyo berangkat ke Roma, disusul Sukardjo Wigjopranoto sebagai Duta Besar pertama Indonesia untuk Vatikan lima hari kemudian, dan mereka bertemu dengan Paus Pius XII pada 25 Mei 1950.[3] Selaku Duta Besar Vatikan, Mgr. d'Ardoye mendorong pembukaan seminari di Bandung dan Manado, juga di berbagai keuskupan di Indonesia selepas Perang Dunia II.[6] serta melontarkan gagasan pendirian Universitas Katolik, juga membentuk tim khusus untuk menerjemahkan Rituale Romanum ke dalam Bahasa Indonesia sejak 20 September 1948.
Selama berkarya di Indonesia, Mgr d'Ardoye menjadi Uskup Pentahbis Utama bagi enam Uskup, yakni:
Ia kemudian diangkat Internunsius Apostolik untuk Mesir pada 2 Maret 1955.
Pensiun dan meninggal dunia
Ia mengundurkan diri sebagai Internunsius Apostolik untuk Mesir pada 23 November 1956 dan menjadi Internunsius Apostolik Emeritus dan pulang kembali ke negara asalnya, Belgia. Sebelum meninggal dunia, ia sempat menulis tentang Gereja Katolik Indonesia yang terbit di Majalah MEP pada tahun 1961, beriringan dengan pendirian Hierarki Gerejani Indonesia oleh Paus Yohanes XXIII. Mgr. d'Ardoye meninggal dunia pada 27 Agustus 1961 karena serangan jantung.
Referensi
Pranala luar
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|