Cahaya zodiak (dikenal di Indonesia sebagai fajar palsu, fajar semu[1], fajar kizib[2], dan fajar kazib[3] bila dilihat sebelum matahari terbit) adalah cahaya putih yang terlihat samar, menyebar, dan berbentuk segitiga di langit malam dan tampak memanjang dari arah Matahari di sepanjang bidang ekliptikazodiak. Sinar matahari yang dihamburkan oleh debu antarplanet menjadi penyebab fenomena ini. Cahaya zodiak paling baik dilihat saat sebelum fajar dan setelah senja. Namun, pancarannya sangat redup, sehingga membuatnya tidak terlihat karena cahaya bulan dan/atau polusi cahaya.
Asal-muasal
Pada mulanya, cahaya zodiak diduga berasal dari fenomena di atmosfer Bumi bagian atas. Selanjutnya, diketahui bahwa cahaya zodiak berasal dari sisa debu tabrakan komet, asteroid maupun benda ekstraterestrial lainnya yang terhampar di sepanjang orbit Merkurius hingga Mars. Sumber yang menyebabkan debu bertebaran di ruang angkasa telah lama diperdebatkan. Lebih dari 85 persen debu dikaitkan dengan fragmetasi komet dari Jupiter yang hampir tidak aktif.[4] Selain itu, ia juga diduga terbentuk dari proses pembentukan Bumi dan planet-planet di Tata Surya sekitar 4,5 milyar tahun silam. Debu dalam arus meteoroid jauh lebih besar, berdiameter 300 hingga 10.000 mikrometer, dan hancur menjadi butiran debu zodiak yang lebih kecil dari waktu ke waktu. Sisa debu ini berkumpul di sekitar Matahari, menyebar ke arah orbit Mars dan semakin ke luar, semakin berkurang kepadatannya.[5]
Signifikasi budaya
Menurut Alexander von Humboldt dalam buku Kosmos, orang-orang Mesoamerika mulai mengamati cahaya zodiak sebelum tahun1500.[6] Kemungkinan penelitian ini pertama kali dilaporkan di media cetak oleh Joshua Childrey pada tahun 1661. Fenomena ini diselidiki oleh astronom Giovanni Domenico Cassini pada tahun 1683. Dia menjelaskan terdapat partikel debu di sekitar Matahari.[7][8] Sumber lain menyatakan bahwa fenomena ini pertama kali dijelaskan oleh Nicolas Fatio de Duillier, pada 1684,[9] yang Cassini bimbing untuk mempelajari cahaya zodiak.
Dari sudut pandang Islam
Nabi Muhammad menyebut cahaya zodiak sebagai fajar semu. Dalam banyak riwayat hadis, dia menggambarkan perbedaan antara fajar semu (الفجر الكاذبal-fajr al-kādzib) yang muncul memanjang setelah matahari terbenam dengan pita cahaya pertama di cakrawala yang disebut fajar sejati (الفجر الصادقal-fajr al-sādiq).[10][11]