Bupivakain
Bupivakain adalah salah satu obat anestesi lokal dari golongan amida yang menghambat pembentukan dan konduksi impuls saraf. Penghambatan rangsangan nyeri yang dikirimkan oleh saraf menuju otak inilah yang digunakan untuk memberikan efek bius ketika bupivakaine diinjeksikan. Oleh karena itu, obat ini sering digunakan untuk meredakan rasa sakit akut, rasa sakit pascaoperasi, dan untuk anestesi bedah. Bupivakaine memiliki mula waktu kerja yang cepat dan lama kerja yang panjang.[1][2][3][4] Efek samping pemberian bupivakaine adalah mual, muntah, nyeri kepala, nyeri punggung, telinga berdengung, detak jantung menurun atau meningkat, gangguan penglihatan, dan reaksi alergi berupa gatal, timbul ruam merah, bengkak di daerah mata, lidah, dan tenggorokan hingga sulit bernapas.[2][5][6] Sifat fisik dan kimiaBupivakaine memiliki struktur kimia C18H28N2O, nama kimia 1-butil-N-(2,6-dimetilfenil)piperidin-2-karboksamida, berat molekul 288,4 g/mol, titik lebur 107-108 °C. Kelarutannya 2400 mg/L pada suhu 25 °C, di dalam air yang bersifat deionisasi kelarutannya 9,17x10-5 mg/L pada suhu 25 °C, tekanan uapnya 1,31x10-7 mmHg pada suhu 25 °C, konstanta disosiasi asamnya 8,1 dan koefisien partisi air/oktanolnya 3,41. Bupivakaine adalah bubuk padat yang berbentuk seperti kristal, berwarna putih, tidak berbau, sedikit larut dalam aseton, kloroform, dan eter.[7][8][9] PenggunaanBupivakaine adalah anestesi lokal yang digunakan untuk tindakan anestesi regional, anestesi epidural, anestesi lokal, dan anestesi spinal. Penggunaan bupivakaine di dunia medis antara lain untuk prosedur yang berhubungan dengan dokter gigi.[3][4][10] FarmakodinamikaBupivakaine adalah obat anestesi dengan mula kerja yang cepat dan lama kerja yang panjang. Durasi analgesia pada ruas adalah 2-3 jam. Bupivakaine akan menghasilkan relaksasi otot derajat sedang pada ekstremitas bagian bawah selama 2-2,5 jam. Efek blokade motorik pada otot perut menyebabkan larutan ini sesuai untuk digunakan pada bedah abdominal dengan lama operasi 45-60 menit seperti pada bedah sesar. Durasi blokade motoriknya tidak melebihi durasi analgesia. Bupivakaine bersifat hiperbarik (bekerja karena perbedaan tekanan yang tinggi), dan awal penyebarannya pada ruang subaraknoid sangat dipengaruhi oleh gravitasi.[1][9][11] Mekanisme kerjaSemua obat anestesi lokal terdiri dari tiga komponen pembentuk: cincin aromatik, kelompok penghubung (dalam hal ini pada bupivakaine adalah golongan amida), dan penstabil ion dari kelompok amina. Bupivakaine memiliki dua efek kimiawi yang menentukan aktivitas mereka, yaitu kelarutan di dalam lemak dan konstanta disosiasi asam (pKa). Kelarutan obat dalam lemak akan menentukan kemampuan anestesinya, lama kerja, dan ikatan protein plasma anestesi lokal. Bupivakaine memasuki serabut saraf dalam posisi netral. Kemudian bentuk ionisasi dan bentuk kation akan menghambat konduksi melalui interaksinya di permukaan kanal Na+. Anestesi lokal dengan pKa rendah, waktu mula kerjanya akan lebih cepat. Hal ini akan menyebabkan difusi ke dalam bagian sitoplasma kanal Na+ yang lebih cepat. Kanal Na+ terdiri dari protein membran yang memperbanyak potensial aksi di akson, dendrit, dan jaringan otot.[3][7][9][11] Bupivakaine bekerja dengan meningkatkan ambang eksitasi elektrik pada saraf, dengan cara memperlambat perambatan impuls saraf dan dengan mengurangi potensial aksi. Bupivakaine mencegah terjadinya depolarisasi dengan berikatan pada kanal Na+ dan menghambat arus masuk ion Na+ ke dalam neuron. Fungsi saraf yang hilang setelah pemberian anestesi ini secara berurutan adalah rangsang nyeri, persepsi suhu, persepsi perabaan, persepsi proprioseptif dan terakhir adalah tonus otot skeletal. Ikatan bupivakaine dengan reseptor prostaglandin E2 subtipe EP1 akan menghambat produksi prostaglandin dan menimbulkan peningkatan suhu, inflamasi, dan hiperalgesia (peningkatan sensitifitas).[3][6][7][9][11] Interaksi obatBupivakaine berinteraksi dengan beberapa obat yang banyak digunakan secara luas. Beberapa obat golongan penyekat beta (asebutolol,[12] atenolol,[13] betaksolol,[14] bisoprolol,[15] propranolol[16]) akan meningkatkan efek samping bupivakaine, karena obat dari golongan ini akan menghambat enzim hati (sehingga akan menghambat metabolisme bupivakaine) dan atau memberikan efek inotropik negatif (menurunkan denyutan jantung). Pemberian obat golongan benzodiazepin (alprazolam,[17] diazepam,[18] klonazepam,[19] lorazepam[20]) akan meningkatkan efek depresi sistem saraf pusat yang sudah dimiliki oleh bupivakaine. Hal ini akan menyebabkan perpanjangan efek mengantuk, pusing, bingung, penurunan daya konsentrasi. Obat anti aritmia seperti amiodaron[21] yang dikonsumsi bersamaan dengan pemberian bupivakaine akan menyebabkan efek pada jantung seperti bradikardia, nyeri dada, aritmia hingga henti jantung.[5][6][22][23][24] FarmakokinetikaAbsorbsi bupivakaine tergantung kepada dosis dan total konsentrasi bupivakaine yang digunakan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh cara pemberian, aliran darah di tempat pemberian, dan ada atau tidaknya epinefrin dalam campuran larutan anestesi. Hanya 6% bupivakaine yang diekskresikan dalam bentuk asalnya di dalam urine. Hal ini menunjukkan bahwa bupivakaine sebagian besar terikat dengan protein plasma (sekitar 82-96%). Di antara semua obat anestesi lokal, bupivakaine adalah agen yang paling sedikit ditemukan di dalam plasenta. Ini berarti obat ini yang paling sedikit memberikan efek depresi pada janin. Metabolit utamanya di dalam urine adalah 3'-hidroksibupivakaine. Obat ini tidak akan terdeteksi lagi di dalam darah 4 hari setelah pemberiannya. Bupivakaine mencapai kadar tertingginya setelah 30-45 menit penyuntikan, dan turun bertahap dalam 3 hingga 6 jam. Anestesi lokal golongan amida dimetabolisme terutama di dalam hati melalui proses konjugasi dengan asam glukoronat. Metabolit utamanya di hati adalah 2,6-pipekoloksilidin yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 3A4.[3][7][9][11] Efek sampingSama seperti obat lainnya, bupivakaine mempunyai beberapa efek samping yang tidak diinginkan, seperti reaksi alergi berupa bengkak pada wajah, tangan, dan kaki, gatal, kemerahan pada kulit hingga sesak napas. Efek samping yang lainnya adalah gangguan bicara, gangguan penglihatan, peningkatan detak jantung, demam, keringat berlebihan, pusing, pingsan, kesemutan pada tangan atau kaki, kesulitas bernapas, kelelahan, dan penurunan volume urine.[4][5][6][10][24] Referensi
|