H.Aji Raden Sayid Mohammad, biasa disingkat A.R.S. Mohammad atau A.R.S. Muhammad (lahir 15 Desember 1918; meninggal tidak diketahui), merupakan Wali Kota Balikpapan yang pertama. Dia diangkat oleh Gubernur A.P.T. Pranoto pada tahun 1960 menjadi Wali Kota dan menjabat hingga tahun 1963, ketika ia digantikan oleh Letnan Kolonel Bambang Sutikno setelah disingkirkan oleh Pangdam IX/Mulawarman, Brigjen Soehario Padmodiwirio.[1][a]
Pada masa Revolusi Nasional, dia bergabung dengan Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan kemudian menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) setelah INI menggabungkan diri dengan partai tersebut. Pada masa Orde Baru, dia kemudian bergabung dengan Golkar.[2] Setelah berhenti menjadi Wali Kota, Mohammad menduduki berbagai posisi di struktur pemerintahan provinsi, sebelum pensiun pada tahun 1975. Setelah pensiun, dia diangkat kembali menjadi Kepala Inspektorat Wilayah Daerah (Irwilda) Kalimantan Timur dan menjadi anggota MPR. Dia juga diangkat menjadi Pembantu Utama Gubernur oleh Gubernur Abdul Wahab Sjahranie.[3]
Kehidupan dan karir awal
Mohammad lahir di Tenggarong pada tanggal 15 Desember 1918. Dia memiliki darah keturunan Arab sekaligus berasal dari kalangan bangsawan Kutai seperti yang ditunjukkan oleh gelarnya, Aji Raden. Sebelum diangkat menjadi Aji Raden, ia bergelar Aji Bambang.[4] Dia merupakan putra kedua dari pasangan Aji Bambang Husein Baraqbah dan Aji Siti gelar Aji Raden Mulia Sadewi, putri dari Sultan Aji Muhammad Sulaiman.[5] Mohammad mengawali pendidikannya di HIS dan lulus pada tahun 1935. Dia kemudian melanjutkan studinya di OSVIAMakassar dan tamat pada tahun 1940.[2][6]
Setelah lulus, dia menjadi seorang pegawai pangreh praja (Inlands Bestuur) untuk Kesultanan Kutai di Balikpapan. Selama Perang Kemerdekaan, Mohammad memangku berbagai jabatan, seperti kepala subdistrik (onderdistrict) dan distrik serta menjadi Wedana di Kutai Ulu.[2] Pada tahun 1946, dia bergabung dengan Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan menjadi Sekretaris II dalam organisasi tersebut.[7]
Setelah pengakuan kedaulatan, Mohammad bergabung dengan PNI akibat bergabungnya INI dengan partai tersebut pada tahun 1950.[8] Dia menjadi Wakil Ketua PNI cabang Samarinda sekaligus anggota pleno Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PNI.[9][10] Mohammad juga sempat menjadi calon anggota Dewan Konstituante dari PNI dengan daerah pemilihan Kalimantan Timur.[11] Dia meneruskan karirnya sebagai pamong praja dengan memangku berbagai jabatan, seperti wedana di Kutai, wedana diperbantukan pada Kementerian Dalam Negeri dan Kepala Daerah Istimewa Kutai, serta wedana di Kutai Timur dan Selatan (berpusat di Balikpapan).[7][12] Pada tahun 1957, ia diangkat menjadi anggota DPRD-P (DPRD Peralihan) Kaltim dari PNI dan duduk di dalamnya selama setahun.[13]
Menjabat Wali Kota Balikpapan
Setelah pembubaran Daerah Istimewa Kutai pada tanggal 20 Agustus 1960, wilayah tersebut dipecah menjadi tiga, salah satunya ialah Kotapraja Balikpapan. Mohammad ditunjuk oleh Gubernur A.P.T. Pranoto sebagai Wali Kota Balikpapan.[14] Pengangkatannya sebagai wali kota dilakukan oleh Pranoto untuk memperkuat kedudukan politik bangsawan Kutai.[15] Masa jabatannya tidak berlangsung lama. Pada tahun 1963, Mohammad disingkirkan oleh Brigjen Soehario dan digantikan oleh orang pilihannya, Letnan Kolonel Bambang Sutikno.[1] Ini dilakukan oleh Soehario guna memperkuat kekuatan politiknya dan melemahkan Gubernur Abdoel Moeis Hassan beserta PNI yang terpusat di Samarinda. Mohammad, sebagai anggota PNI, terkena getahnya.[16]
Karir pasca Wali Kota
Setelah berhenti menjadi Wali Kota, Mohammad kemudian menjadi pegawai di Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Dia sempat menjadi Pembantu Utama Gubernur Bidang Pembangunan (setingkat wakil gubernur) pada tahun 1969 pada masa Gubernur Abdoel Wahab Sjahranie hingga pensiun pada tahun 1975.[6][7] Pengangkatan ini dilakukan dalam rangka melemahkan kekuatan PNI, yang mengalami penguatan pada masa Gubernur Abdoel Moeis Hassan, di tubuh pemerintahan provinsi.[3] Selain itu, dia juga menjadi Kepala Irwilda Kalimantan Timur pada tahun 1970 hingga 1973, sebelum kembali diangkat dan menjabat hingga 1976.[7] Mohammad terpilih menjadi anggota MPR mewakili Fraksi Golkar pada tahun 1977 dan 1982 secara berturut-turut.[2][17]
Di samping karir di bidang pemerintahan, dia juga menjadi anggota Dewan Pembina Korpri Kalimantan Timur pada tahun 1972, anggota Dewan Pertimbangan Golkar Tingkat I Kalitim pada tahun 1980, dan terlibat dalam kepanduan dengan menjadi Ketua Harian Majelis Pembimbing Kwarda Gerakan Pramuka Kaltim.[9][10][18]
Akhir kehidupan
Mohammad meninggal di Samarinda. Ia meninggalkan seorang istri (yang menyusulnya beberapa tahun kemudian) dan dua orang anak. Anak lelakinya adalah seorang dokter spesialis jantung dan telah meninggal dunia, sedang anak perempuannya adalah istri dari mantan Bupati Kutai, Drs. Said Sjafran.[4]
Amin, Mohammad Asli (1979). Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai(PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Arifin, Samsul; Priasmoro, Suyatni (2011). Sejarah DPRD Kaltim dalam Perkembangan Pemerintahan Daerah 1957–2011. Samarinda: Sekretariat DPRD Provinsi Kaltim.
Hassan, A. Moeis (2004). Kalimantan Timur: Apa, Siapa dan Bagaimana. Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu. ISBN979-9222-88-5.
Sarip, Muhammad (2023). Histori Kutai: Peradaban Nusantara di Timur Kalimantan dari Zaman Mulawarman hingga Era Republik. Samarinda: RV Pustaka Horizon.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)