1 Korintus 7
1 Korintus 7 (atau I Korintus 7, disingkat 1Kor 7) adalah bagian surat rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1][2] Dikarang oleh rasul Paulus dan Sostenes[3] di Efesus.[4]
Teks
- Surat aslinya ditulis dalam bahasa Yunani.
- Sejumlah naskah tertua yang memuat salinan pasal ini antara lain adalah
- Pasal ini dibagi atas 40 ayat.
- Berisi pengajaran mengenai status perkawinan atau tidak kawin.
Struktur
Pembagian isi pasal:
Menikah atau membujang?
Seluruh pasal ini adalah tanggapan Paulus terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jemaat di Korintus berkenaan dengan hubungan pernikahan:[5]
- Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah (=menjadi Kristen).[6]
- Adakah seorang pria terikat pada seorang perempuan? Janganlah ia mengusahakan perceraian! Adakah seorang pria tidak terikat pada seorang perempuan? Janganlah ia mencari seorang![7]
Tidak Kawin
- Kepada orang-orang yang tidak kawin, gadis-gadis dan kepada janda-janda dianjurkan, supaya mereka tinggal dalam keadaan tidak kawin.[8]
- Tetapi lebih baik kawin,
- kalau mereka tidak dapat menguasai diri (daripada hangus karena hawa nafsu).[9]
- mengingat bahaya percabulan.[10]
- Kalaupun kawin, tidaklah berdosa,[11] bahkan dapat dikatakan berbuat baik (meskipun Paulus menilai orang yang tidak kawin berbuat lebih baik, menurut sejumlah alasan yang diberikannya).[12]
Sudah Kawin
- Kepada orang-orang yang telah kawin diperintahkan (oleh Tuhan Yesus Kristus), supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.[13]
- Jikalau seorang istri bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.[14]
- Kalau ada seorang Kristen beristerikan seorang yang tidak beriman ("non-Kristen") dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah orang Kristen itu menceraikan dia.[15]
- Kalau ada seorang isteri Kristen bersuamikan seorang yang non-Kristen dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.[16]
- Tetapi kalau orang yang non-Kristen itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari (yaitu orang Kristen itu) tidak terikat.[17]
- Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.[18]
Alasan pemberian nasihat untuk tidak kawin
- Mengingat waktu darurat.[19] Misalnya saat penulisan surat 1 Korintus ini: menjelang penganiayaan orang Kristen oleh orang Romawi, sehingga Paulus menulis bahwa: "Waktu telah singkat! ... Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu."[20]
- Supaya dapat hidup tanpa kekuatiran.[21]
- Melayani Tuhan tanpa gangguan,[22] supaya tubuh dan jiwa menjadi kudus.[23] Alasan: orang yang tidak beristeri/bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Sebaliknya: orang yang beristeri/bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya/suaminya.[24]
Yesus Kristus berkata mengenai orang yang tidak kawin:
- "Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti."[25]
Ayat 6
- "Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak."[26]
Dalam Perjanjian Lama ada dua peristiwa di mana hubungan badan dilarang untuk sementara waktu dalam rangka kesucian tubuh. Yang pertama, sewaktu bangsa Israel bersiap-siap menerima perintah Allah di gunung Sinai:
- Maka kata Musa kepada bangsa itu: "Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan."[27]
Yang lain adalah saat Daud datang ke Kemah Suci di kota Nob meminta makanan dari imam.
- Lalu jawab imam itu kepada Daud: "Tidak ada roti biasa padaku, hanya roti kudus yang ada; asal saja orang-orangmu itu menjaga diri terhadap perempuan." Daud menjawab imam itu, katanya kepadanya: "Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul dengan perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh orang-orangku itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari ini, masing-masing mereka tahir tubuhnya."[28]
Referensi
Lihat pula
Pranala luar
|
|