Yahudi-Bosnia dan Herzegovina
Sejarah orang-orang Yahudi di Bosnia dan Herzegovina berlangsung sejak kedatangan orang-orang Yahudi ke Bosnia sebagai akibat dari Inkuisisi Spanyol hingga terjadinya Holokaus dan Perang Bosnia. Komunitas Yahudi di Bosnia dan Herzegovina memiliki sejarah selama lebih dari 500 tahun, menjadikannya salah satu komunitas Yahudi tertua di antara negara-negara bekas Yugoslavia. Bosnia yang pada waktu itu merupakan teritori Turki Utsmani adalah satu dari sedikit tempat di Eropa yang mau menerima imigran Yahudi setelah pengusiran mereka dari Spanyol. Pada puncaknya, komunitas Yahudi Bosnia dan Herzegovina berjumlah antara 14.000 hingga 22.000 orang pada tahun 1941. Dari jumlah tersebut, 12.000 hingga 14.000 tinggal di Sarajevo, di mana orang Yahudi mencakup 20% populasi kota.[2] Pada tahun 2013, jumlah orang Yahudi yang tinggal di Bosnia dan Herzegovina hanya 281 orang, di mana mereka diakui sebagai minoritas nasional. Mereka menjalin hubungan baik dengan tetangga mereka yang bukan Yahudi.[3] [4][5][6] SejarahPemerintahan UtsmaniyahOrang-orang Yahudi pertama kali datang di Bosnia dan Herzegovina pada periode antara 1492-1497 guna menyelamatkan diri dari kekejaman inkuisisi di Spanyol dan Portugal seusai Reconquista.[7] Sultan Bayezid II dari Kesultanan Utsmaniyah menyambut kedatangan orang-orang Yahudi yang tiba di daerah kekuasaannya. Imigran Yahudi Sefardi kemudian ditempatkan di Bosnia, Herzegovina, Makedonia, Trakia, dan wilayah kekuasaan Utsmaniyah lainnya di Eropa. Orang-orang Yahudi dari wilayah Utsmani yang lain mulai berdatangan ke Bosnia dalam jumlah besar pada abad ke-16, di mana mereka banyak menetap di Sarajevo. Yahudi Ashkenazi pertama kali tiba dari Hungaria pada tahun 1686, ketika Turki Utsmaniyah kehilangan kendali atas Hungaria.[8] Di antara mereka adalah Tzvi Ashkenazi, yang tinggal di Sarajevo selama tiga tahun sebagai rabi. Komunitas Yahudi tumbuh subur di Bosnia, menjadikan Bosnia sebagai salah satu daerah dengan populasi Yahudi terbesar di Eropa.[3] Orang-orang Yahudi di Turki Utsmani umumnya diperlakukan dengan baik dan diakui di bawah hukum sebagai non-Muslim. Meskipun pemerintah menerapkan beberapa pembatasan, umat Yahudi tetap hidup sejahtera. Mereka diberikan otonomi yang signifikan, dengan berbagai hak istimewa termasuk hak untuk membeli real estat, membangun sinagoge dan untuk berniaga di seluruh negeri.[9] Orang-orang Yahudi, bersama dengan orang non-Muslim lainnya, diberikan hak kesetaraan penuh di bawah undang-undang Utsmaniyah pada tahun 1856. Pada akhir masa Utsmaniyah, rabi Sefardi Judah Alkalai memainkan peran penting sebagai pelopor Zionisme modern dengan mendukung migrasi orang-orang Yahudi ke Palestina. Pemerintahan HabsburgKekaisaran Austria-Hungaria menduduki Bosnia dan Herzegovina pada tahun 1878, dengan membawa pengaruh Eropa yang kuat. Banyak orang Yahudi Ashkenazi yang profesional dan terpelajar tiba bersama pendatang Austria-Hungaria lainnya. Orang-orang Yahudi Sefardim terus bertahan dalam wilayah tradisional mereka, di mana mereka terlibat dalam perdagangan internasional dan perdagangan kerajinan.[8] Yahudi Sefardi jelas memiliki peran yang lebih kuat di Bosnia dan Herzegovina, mengingat komunitas Ashkenazi dalam jumlah cukup banyak hanya terdapat di Sarajevo, Banja Luka dan Tuzla. Pada periode ini Moshe ben Rafael Attias menjadi terkenal sebagai sarjana studi Islam dan sastra Persia abad pertengahan. Kerajaan YugoslaviaPerang Dunia I menyebabkan keruntuhnan Kekaisaran Austria-Hungaria, dan setelah perang, Bosnia dan Herzegovina dimasukkan ke dalam Kerajaan Yugoslavia. Dalam sensus tahun 1921, bahasa Ladino merupakan bahasa ibu bagi 10.000 dari total 70.000 jiwa warga Sarajevo.[10] Pada tahun 1926, terdapat 13.000 orang Yahudi di seluruh Bosnia dan Herzegovina.[2] Komunitas Yahudi Bosnia tetap menonjol setelah penyatuan Yugoslavia, dengan menghasilkan sejumlah tokoh terkemuka di berbagai bidang. Pada 1920-an dan 1930-an Kalmi Baruh adalah pelopor studi Sefardi dan Hispanik dan menjadi intelektual sayap kiri terkemuka. Daniel Ozmo aktif di Beograd sebagai pelukis. Isak Samokovlija merintis karier sastranya pada tahun 1930-an, yang dilanjutkannya setelah perang. Laura Papo Bohoreta adalah seorang feminis dan penulis. Perang Dunia IIPada tahun 1940, ada sekitar 14.000 orang Yahudi di Bosnia dan Herzegovina,[8] dengan 10.000 di antaranya tinggal di Sarajevo. Setelah invasi Yugoslavia pada April 1941 oleh Jerman Nazi dan Sekutunya, Bosnia dan Herzegovina berada di bawah kendali Negara Merdeka Kroasia, sebuah negara boneka Nazi. Negara Merdeka Kroasia dipimpin oleh rezim Ustaše yang terkenal anti-Semit, di mana mereka kerap menganiaya etnis non-Kroasia seperti Serbia, Yahudi, dan Romani. Pada 22 Juli 1941, Mile Budak – seorang Menteri senior di pemerintahan Kroasia dan salah satu ideolog utama gerakan Ustaše – menyatakan bahwa tujuan Ustaše adalah pemusnahan "elemen asing" dari Negara Merdeka Kroasia. Pesannya sederhana: "Dasar gerakan Ustaše adalah agama. Untuk minoritas seperti Serbia, Yahudi, dan Gipsi, kami memiliki tiga juta peluru."[11] Pada tahun 1941, Ante Pavelić – pemimpin gerakan Ustaše – menyatakan bahwa "orang-orang Yahudi akan dimusnahkan dalam waktu yang sangat singkat".[11] Pada bulan September 1941, pemindahan orang Yahudi dimulai, dengan sebagian besar orang Yahudi Bosnia dideportasi ke Auschwitz (banyak yang pertama ke kamp konsentrasi Kruščica) atau ke kamp-kamp konsentrasi di Kroasia. Ustaše mendirikan kamp konsentrasi di Kerestinac, Jadovna, Metajna dan Slana. Kamp yang paling terkenal, di mana kekejaman yang tak terbayangkan dilakukan terhadap tahanan Yahudi dan Serbia berada di Pag dan Jasenovac. Di Jasenovac, ratusan ribu orang dibunuh (kebanyakan orang Serbia), termasuk 20.000 orang Yahudi.[12] Menjelang akhir Perang, 10.000 dari 14.000 populasi Yahudi Bosnia sebelum Perang telah dibunuh.[2] Sebagian besar dari 4.000 yang selamat berperang dengan Partisan Yugoslavia, Partisan Yahudi, atau Partisan Soviet[13] atau dengan melarikan diri ke zona kendali Italia[11] (sekitar 1.600 telah melarikan diri ke zona kendali Italia di pesisir Dalmasia[4] - di antaranya Flory Jagoda). Sejumlah aggota Tentara Kerajaan Yugoslavia yang beretnis Yahudi menjadi tawanan perang Jerman berhasil selamat dari perang. Mereka kembali ke Sarajevo setelah perang berlalu.[11]
Orang Baik dari Bosnia dan HerzegovinaWarga Sarajevo membantu banyak orang-orang Yahudi untuk melarikan diri dan mengungsi - di antaranya ialah kisah keluarga Hardaga dan Kabilio[14] serta keluarga Sober-Dragoje dan Besrević.[15] Orang-orang non-Yahudi di Bosnia yang menyelamatkan orang-orang Yahudi dari pembantaian mendapat gelar Orang Baik dari Berbagai Bangsa, suatu gelar yang disematkan oleh Pusat Peringatan Yad Vashem di Israel. Empat puluh dua orang Bosnia telah mendapat gelar tersebut.[16] Sosialis YugoslaviaKomunitas Yahudi Bosnia dan Herzegovina dibentuk kembali setelah Holokaus, meski sebagian besar penyintas memilih untuk beremigrasi ke Israel.[11] Komunitas tersebut berada di bawah naungan Federasi Komunitas Yahudi di Yugoslavia, yang berpusat di ibu kota Beograd. Tokoh-tokoh Yahudi tetap menonjol di Bosnia dan Herzegovina seusai PD II. Cvjetko Rihtman adalah direktur pertama Opera Sarajevo pada tahun 1946–1947; anaknya Ranko kelak akan menjadi anggota grup band beraliran rock Sarajevo Indexi. Oskar Danon juga mencapai ketenaran sebagai komposer dan konduktor selama era Sosialis Yugoslavia. Ernest Grin adalah salah satu dokter medis Yugoslavia terkemuka dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan dan Seni Bosnia dan Herzegovina. Emerik Blum, pendiri Energoinvest, menjabat sebagai Wali Kota Sarajevo dari 1981 hingga 1983 dan anggota Komite Organisasi Olimpiade Musim Dingin 1984. Ivan Ceresnjes aktif sebagai arsitek, mengawasi pemugaran bangunan dan situs-situs bersejarah Yahudi, termasuk Sinagoge Ashkenazi, Kuil Kal Nuevo, dan Pemakaman Yahudi Tua abad ke-16 di Sarajevo. Pada awal 1990-an, sebelum Perang Yugoslavia, populasi Yahudi di Bosnia dan Herzegovina mencapai lebih dari 2.000 jiwa,[2] dan hubungan antara umat Yahudi dengan umat Katolik, Ortodoks, dan Muslim terjalin harmonis. Perang di Bosnia dan HerzegovinaKomunitas Yahudi Bosnia dan Herzegovina dipimpin oleh Ivan Ceresnjes dari tahun 1992 hingga kepindahannya ke Israel pada tahun 1996.[17][18][19][20] Masa jabatannya bertepatan dengan Perang Bosnia yang berlangsung antara 1992–1995. Ketika tentara Serbia yang mengepung menduduki pemakaman Yahudi di Sarajevo, dan mulai menembaki kota, Ceresnjes memberikan izin kepada Tentara Republik Bosnia dan Herzegovina untuk menyerang pemakaman tersebut.[21] Organisasi kemanusiaan yang dikelola oleh Yahudi Sarajevo, La Benevolencija, memberikan bantuan kepada ribuan penduduk Sarajevo yang terkepung, memasok makanan, obat-obatan, dan jalur komunikasi melalui pos dan radio.[22][23] Ceresnjes mengatakan kepada sebuah surat kabar lokal bahwa upaya yang mereka lakukan merupakan bentuk terima kasih kepada Muslim Bosnia yang telah menyelematkan orang-orang Yahudi selama pendudukan Nazi di Yugoslavia.[24] Setelah perang dimulai, La Benevolencija membantu Komite Distribusi Gabungan Yahudi Amerika dalam mengevakuasi 2.500 penduduk Sarajevo, hanya sepertiga di antaranya adalah orang Yahudi. Ada 11 evakuasi secara keseluruhan, tiga melalui udara pada awal perang, dan delapan dengan konvoi bus setelah bandara ditutup untuk lalu lintas sipil.[22] Pada tahun 1997, populasi Yahudi di Bosnia dan Herzegovina berjumlah 600, sekitar setengahnya tinggal di Sarajevo.[25] Sebagian besar orang Yahudi yang melarikan diri dari Sarajevo dan Bosnia memilih untuk tetap tinggal di Israel setelah perang berakhir, meskipun beberapa telah kembali[4] dan yang lain pindah ke tempat lain, seperti Robert Rothbart. Bosnia dan Herzegovina merdekaKomunitas Yahudi di Bosnia dan Herzegovina dipimpin oleh Jakob Finci sejak 1995. Konstitusi Bosnia dan Herzegovina menjatahkan posisi politik tertentu, termasuk keanggotaan Kepresidenan dan Dewan Rakyat untuk tiga bangsa konstituten (Bosnia, Kroasia, dan Serbia).[26] Pada tahun 2009 Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan bahwa Konstitusi negara itu melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Kesepakatan antara partai politik untuk mengamandemen Konstitusi masih tertunda, meski di tengah tekanan internasional.[27] Meski demikian, hal ini tidak menghalangi orang-orang Yahudi Bosnia untuk mencapai posisi penting: di antaranya adalah Sven Alkalaj yang menjadi Menteri Luar Negeri Bosnia dan Herzegovina dari 2007 hingga 2011. BudayaHaggadah SarajevoHaggadah Sarajevo adalah manuskrip haggadah peninggalan abad ke-14 yang disimpan di Sarajevo. Sejarawan percaya bahwa naskah tersebut dibawa keluar dari Spanyol oleh orang-orang Yahudi Spanyol yang diusir pada tahun 1492. Beberapa catatan di dalamnya menunjukkan bahwa naskah ini sempat dibawa ke Italia sebelum akhirnya tiba di Bosnia. Haggadah Sarajevo dijual ke museum nasional di Sarajevo pada tahun 1894 oleh seorang pria bernama Joseph Kohen. Selama Perang Dunia II, manuskrip itu disembunyikan dari Nazi oleh Dr. Jozo Petrovic,[28] direktur museum kota[29] dan oleh Derviš Korkut, kepala pustakawan yang menyelundupkan Haggadah Sarajevo kepada seorang ulama Muslim di desa pegunungan dekat Treskavica, di mana naskah itu disembunyikan di dalam masjid di antara Al-Qur'an dan teks-teks suci Islam lainnya.[30] Selama Perang Bosnia tahun 1992–1995, ketika Sarajevo berada di bawah pengepungan panjang oleh pasukan Serbia Bosnia, manuskrip itu disimpan di sebuah brankas bank bawah tanah. Setelah perang usai, manuskrip itu direstorasi melalui kampanye khusus yang didanai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan komunitas Yahudi Bosnia pada tahun 2001, dan dipamerkan secara permanen di Museum Nasional pada bulan Desember 2002.[3] SinagogeSinagoge tertua di Bosnia dan Herzegovina dibangun oleh komunitas Sefardim pada abad ke-16. Selama masa pemerintahan Austria-Hungaria, komunitas Ashkenazi yang baru datang juga membangun tempat ibadah mereka sendiri, sering kali dengan mengadopsi gaya arsitektur Neo-Moor, seperti Sinagoge Ashkenazi di Sarajevo. Kebanyakan sinagoge telah hancur selama Perang Dunia Kedua, termasuk Il Kal Grande di Sarajevo.[31] Terdapat empat sinagoge yang masih bertahan di Sarajevo:
Di bagian lain di Bosnia, beberapa bangunan sinagoge telah dilestarikan dan direnovasi (seperti di Doboj) meski sudah tidak digunakan sebagai tempat ibadah. Pusat Kebudayaan Yahudi Arie Livne dibuka di Banja Luka pada tahun 2015.
Pemakaman
Referensi
Pranala luar
|