Taman Wisata Alam (TWA) Sangeh adalah kawasan konservasi dengan status sebagai taman wisata alam, yang terletak di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Didirikan sejak masa penjajahan Belanda di tahun 1919, kawasan konservasi tertua di Bali ini lebih terkenal sebagai hutan kera (monkey forest) Sangeh. Menurut SK Menteri Kehutanan tahun 2014, luas definitif TWA ini adalah 13,91 hektar.
Keunikan
TWA Sangeh terutama dikenal dunia sebagai hutan keramat yang dihuni oleh kelompok-kelompok kera (yakni monyet kra, Macaca fascicularis) yang jinak dan tidak takut kepada manusia. Para wisatawan mancanegara dan dalam negeri berdatangan terutama karena adanya fenomena ini.
Di tengah hutan Sangeh juga terdapat satu pura kuno yang diyakini didirikan oleh keluarga Kerajaan Mengwi di abad ke-17. Pura yang dinamai Pura Bukit Sari ini dikaitkan dengan riwayat puteri dari Ida Bathara ring Gunung Agung. Selain itu, masih ada beberapa pura lainnya yang hingga kini masih dirawat dan digunakan untuk beribadat.
Secara floristik, hutan Sangeh juga unik karena didominasi oleh sejenis pohon dipterokarpa yang telah langka dan terancam kepunahan, yang dalam bahasa lokal disebut pala (palahlar atau keruing gunung, Dipterocarpus retusus syn. D. trinervis;[1][2][3] dan bukan pala Myristica fragrans).[4] Oleh sebab itu, hutan Sangeh juga dinamai alas pala Sangeh dalam bahasa setempat.[5]
Sejarah kawasan
Adapun sejarah kawasan hutan Sangeh beserta perubahan-perubahan statusnya adalah sebagai berikut:[6]
Berdasarkan Besluit (Keputusan) Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 90 tanggal 21 Februari 1919 sebagaimana tercantum dalam Staatblad Nomor 6 Stbl. 1919, Kelompok Hutan Sangeh (RTK.21) seluas 9,8 Ha telah ditunjuk sebagai Natuurmonumenten (cagar alam).
Pengukuran dan penataan batas oleh Balai Planologi Kehutanan Wilayah IV Nusa Tenggara pada tanggal 31 Juli 1979 diperoleh luas definitif Cagar Alam Sangeh seluas 10,8 Ha.
Menurut Berita Acara Tata batas Tambahan tanggal 19 Mei 1990, Cagar Alam Sangeh (RTK.21) diperluas dengan menambahkan lahan kompensasi dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) seluas 3,169 Ha, sehingga luas Cagar Alam Sangeh menjadi 13,969 Ha.
Cagar Alam Sangeh kemudian diubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 87/Kpts-II/93 tanggal 16 Pebruari 1993 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Sangeh Yang Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung, Propinsi Daerah Tingkat I Bali Seluas 13,969 (Tiga Belas Sembilan Ratus Enam Puluh Sembilan Perseribu) Hektar Menjadi Taman Wisata Alam.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 433/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Bali seluas 130.686,01 (Seratus tiga puluh ribu enam ratus delapan puluh enam, satu perseratus) hektar memuat penunjukan TWA Sangeh di dalamnya.
TWA Sangeh kemudian dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.203/Menhut-II/2014 tanggal 3 Maret 2014 tentang Penetapan Kawasan Taman Wisata Alam Sangeh (RTK.21) Seluas 13,91 (Tiga Belas dan Sembilan Puluh Satu Perseratus) Hektar Di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Letak dan batas
Secara geografis, TWA Sangeh terletak antara 8°28’42,29” - 8°28’54,52”LS dan 115°12’14,36” - 115º12’32,93”BT. Secara administratif hutan ini terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Kawasan TWA Sangeh ini berbatasan dengan beberapa wilayah antara lain:
Utara: Lahan/kebun/sawah milik masyarakat
Timur: Jalan Raya Sangeh dan pemukiman/pertokoan milik masyarakat
Selatan: Lahan/kebun/sawah milik masyarakat
Barat: Sungai Penet (Tukad Penet).
Topografi
Keadaan topografi kawasan sebagian besar datar dan di bagian barat kawasan topografi kawasan dari landai sampai sangat curam khususnya bagian tebing yang berbatasan dengan sungai. Sedangkan ketinggian kawasan dari 187,5 mdpl sampai dengan 262,5 mdpl.
Tanah dan Geologi
Berdasarkan Peta Jenis Tanah Provinsi Bali Tahun 2009, jenis tanah di kawasan TWA Sangeh adalah Latosol Coklat Kekuningan.
Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Pulau Bali, kawasan TWA Sangeh termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah rendah dan zona sangat rendah.
Secara umum geologi di kawasan TWA Sangeh berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali dan Nusa Tenggara Tahun 1998, terdiri dari batuan gunungapi kelompok Buyan-Bratan dan Batur, terutama tuf dan lahar.
Tipe iklim
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan TWA Sangeh termasuk ke dalam tipe A (Sangat Basah) dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.471 mm/tahun serta memiliki kelembaban sekitar 56 - 85% dan temperatur bulanan kawasan sekitar 27 °C.
Jenis satwa liar yang mendominasi di TWA Sangeh adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan populasi ± 600 ekor yang terbagi menjadi 3 kelompok. Satwa liar lainnya yang dapat dijumpai di dalam kawasan maupun di sekitar kawasan beberapa di antaranya:[6]
^Ly, V., Nanthavong, K., Pooma, R., Luu, H.T., Nguyen, H.N., Vu, V.D., Hoang, V.S., Khou, E. & Newman, M.F. (2017). Dipterocarpus retusus. The IUCN Red List of Threatened Species 2017: e.T32400A2817693. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2017-3.RLTS.T32400A2817693.en. Accessed on 23 October 2024.
^Catatan: Ashton 1982:308 meyakini bahwa pohon pala di Sangeh ini adalah jenis palahlar kecil, Dipterocarpus hasseltii; dan bukan D. retusus yang bisa ditemukan di Lombok.