Staphylococcus aureus yang resisten metisilin (MRSA). Terdapat bukti berkembang bahwa S. aureus yang resisten metisilin (MRSA) adalah penyebab sepsis tidak hanya pada pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi juga pada orang yang tinggal di rumah tanpa dirawat di rumah sakit.[6][7]
Organisme Gram negatif non pseudomonal (misal E. coli, K. pneumoniae)
Infeksi fungal invasif
Legionella atau organisme yang sulit diobati (misal Stenotrophomonas), atau penyakit tertentu (misalnya bakteremia neutropenik).
Patofisiologi
Patofisiologi syok septik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui bahwa peran kunci dalam perkembangan sepsis berat dimainkan oleh respons imun dan koagulasi terhadap infeksi. Respons pro-inflamasi dan anti-inflamasi berperan dalam syok septik.[3] Syok septik melibatkan respons peradangan luas yang menghasilkan efek hipermetabolik. Hal ini dimanifestasikan oleh peningkatan respirasi seluler, katabolismeprotein, dan asidosis metabolik dengan alkalosis pernapasan kompensasi.[8]
Pada bakteri gram positif, toksin yang bertanggung jawab yaitu eksotoksin atau enterotoksin, yang dapat bervariasi tergantung pada spesies bakteri. Toksin dibagi menjadi tiga jenis. Tipe I, toksin aktif permukaan sel, mengganggu sel tanpa masuk, dan termasuk superantigen dan enterotoksin yang stabil terhadap panas. Tipe II, toksin yang merusak membran, menghancurkan membran sel untuk masuk dan memasukkan hemolisin dan fosfolipase. Tipe III, toksin intraseluler atau toksin A/B yang mengganggu fungsi sel internal, misal toksin shiga, toksin kolera, dan toksin mematikan antraks.
Gram-negatif
Pada sepsis gram negatif, LPS bebas menempel pada protein pengikat LPS yang bersirkulasi, dan kompleks kemudian berikatan dengan reseptor CD14 pada monosit, makrofag, dan neutrofil. Keterlibatan CD14 (bahkan pada dosis 10 menit/10 ml) menghasilkan pensinyalan intraseluler melalui protein 4 (TLR-4). Pensinyalan ini menghasilkan aktivasi faktor nuklir kappaB (NF-κB), yang mengarah pada transkripsi sejumlah gen yang memicu respons proinflamasi. Inflamasi ini adalah hasil dari aktivasi signifikan sel mononuklear dan sintesis sitokin efektor. Inflamasi juga dari aktivasi mencolok sel mononuklear dan produksi sitokin efektor yang kuat seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α. Aktivasi yang diperantarai TLR membantu untuk memicu sistem imun bawaan untuk secara efisien membasmi mikroba yang menyerang, tetapi sitokin yang dihasilkan juga bekerja pada sel endotel. Efek yang dihsilkan termasuk pengurangan sintesis faktor antikoagulasi seperti penghambat jalur faktor jaringan dan trombomodulin. Efek dari sitokin dapat diamplifikasi dengan keterlibatan TLR-4 pada sel endotel.
Manifestasi klinis
Syok septik ditandai dengan hipotensi menetap yang mempertahankan tekanan arteri rata-rata melebihi 65 mmHg dengan bantuan vasopresor. Penanda lain yang cukup penting adalah tingkat laktat serum yang melebihi 2 milimol per liter, mekipun telah diberikan tata laksana cairan yang adekuat.[10] Syok septik terjadi setelah tata laksana cairan dilakukan dan menimbulkan sepsis dengan disfungsi kardiovaskular.[11] Syok septik disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat produksi Nitrogen monoksida secara berlebihan pada keadaan sepsis.[12]
Pada syok septik, manifestasi klinis terbagi menjadi dua tahap, yaitu fase hiperdinamik dan fase hipodinamik. Fase hiperdinamik ditandai oleh gejala:
Karena menurunkan tekanan darah pada syok septik berkontribusi pada perfusi yang buruk, resusitasi cairan merupakan pengobatan awal untuk meningkatkan volumedarah. Pasien yang menunjukkan hipoperfusi yang karena sepsis, harus diresusitasi dini dengan setidaknya 30 ml/kg kristaloid intravena dalam tiga jam pertama.[5]Kristaloid seperti larutan salin normal dan Ringer laktat direkomendasikan sebagai cairan awal pilihan, sedangkan penggunaan larutan koloid seperti hidroksietil pati belum menunjukkan keuntungan atau penurunan mortalitas. Ketika sejumlah besar cairan diberikan, pemberian albumin telah menunjukkan beberapa manfaat.[9]
Antibiotik
Pedoman pengobatan menyebutkan pemberian antibiotik spektrum luas dalam satu jam pertama setelah pengakuan syok septik. Terapi antimikroba yang cepat merupakan hal penting, karena risiko kematian meningkat sekitar 10% untuk setiap jam keterlambatan dalam menerima antibiotik.[9] Kondisi darurat dan keterbatasan waktu tidak memungkinkan kultur, identifikasi, dan pengujian untuk sensitivitas antibiotik dari mikroorganisme spesifik yang bertanggung jawab untuk infeksi. Oleh karena itu, terapi kombinasi antimikroba, yang mencakup berbagai organisme penyebab potensial, terkait dengan hasil yang lebih baik.[9] Antibiotik harus dilanjutkan selama 7-10 hari pada kebanyakan pasien, meskipun durasi perawatan mungkin lebih pendek atau lebih lama tergantung pada respon klinis.[15]
Pencegahan
Pencegahan syok septik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penanganan pasien-pasien trauma yang terlambat menerima pertolongan terlebih dahulu. Pencegahan terjadinya syok septik juga dapat dilakukan dengan praktik pengendalian infeksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kecermatan teknik aseptik dan selalu membuang jaringan nekrotik melalui debriden luka. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.[16]
^ abAngus DC, van der Poll T (August 2013). "Severe sepsis and septic shock". N. Engl. J. Med. 369 (9): 840–51. doi:10.1056/NEJMra1208623. PMID23984731.
^Melis M, Fichera A, Ferguson MK (July 2006). "Bowel necrosis associated with early jejunal tube feeding: A complication of postoperative enteral nutrition". Arch Surg. 141 (7): 701–4. doi:10.1001/archsurg.141.7.701. PMID16847244.
^ abDellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. (February 2013). "Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012". Crit. Care Med. 41 (2): 580–637. doi:10.1097/CCM.0b013e31827e83af. PMID23353941.
^ abcLevinson, A.T.; Casserly, B.P.; Levy, M.M. (April 2011). "Reducing mortality in severe sepsis and septic shock". Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine. 32 (2): 195–205. doi:10.1055/s-0031-1275532. PMID21506056.