Simbolisme bunyi dalam bahasa JepangBahasa Jepang memiliki banyak kata-kata simbolik bunyi atau mimetik, yang dikenal dalam bidang linguistik sebagai ideofon.[1][2] Kata-kata seperti itu dapat ditemukan dalam bahasa Jepang baik secara lisan maupun tertulis.[3] Dikenal secara luas sebagai onomatopoeia, kata-kata ini tidak hanya meniru bunyi tetapi juga mencakup rentang makna yang jauh lebih luas.[1] Sebetulnya, banyak kata simbolik dalam bahasa Jepang difungsikan untuk menyebut benda-benda yang pada awalnya tidak mengeluarkan bunyi, contoh paling jelas adalah しーんと (shīnto , diam), yang artinya tidak sama dengan agama Shintō. JenisKata-kata simbolik bunyi dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi empat jenis utama, yaitu:[4][5]
Pembagian ini tidak selalu dipakai. Simbolisme bunyi dapat disebut secara umum dengan sebutan onomatope (meski secara sempit ini merujuk pada bunyi imitatif, fonomim); fonomim tidak dapat dibedakan sebagai hidup atau mati, keduanya disebut sebagai giseigo; dan baik fenomim maupun psikomim dapat disebut sebagai gitaigo. Dalam tata bahasa Jepang, kata-kata simbolik bunyi terutama berfungsi sebagai kata keterangan, meskipun kata-kata tersebut juga dapat berfungsi sebagai kata kerja (kata keterangan verbal) dengan kata kerja bantu suru (する , "kerja"), seringkali dalam bentuk kontinu/progresif shiteiru (している , "bekerja"), dan sebagai kata sifat (partisip) dengan bentuk sempurna dari kata kerja ini shita (した , "selesai"). Seperti ideofon dalam banyak bahasa lain, mereka sering diperkenalkan dengan pelengkap kutipan to (と ).[6] Sebagian besar kata simbolis yang bunyinya dapat diaplikasikan hanya pada segelintir kata kerja atau kata sifat. Pada contoh di bawah, kata kerja atau kata sifat yang diklasifikasikan ditempatkan dalam tanda kurung siku.
Jenis lainnyaDalam Kamus Tata Bahasa Jepang Dasar, Seiichi Makino dan Michio Tsutsui menunjukkan beberapa jenis simbolisme bunyi lainnya dalam bahasa Jepang, yang menghubungkan fonem dan keadaan psikologis. Misalnya, suara sengau [n] memberikan kesan yang lebih personal dan berorientasi pada pembicara dibandingkan dengan velars [k] dan [ɡ]; perbedaan ini dapat dengan mudah diperhatikan pada pasangan sinonim seperti node (ので ) dan kara (から ) yang keduanya berarti karena, tetapi yang pertama dianggap lebih subjektif. Hubungan ini dapat dihubungkan dengan fenomim yang mengandung bunyi nasal dan velar: Sementara fenomim yang mengandung bunyi nasal memberikan perasaan taktualitas dan kehangatan, fenomim yang mengandung bunyi velar cenderung menggambarkan kekerasan, ketajaman, dan ketiba-tibaan. Demikian pula, kata sifat tipe-i yang mengandung frikatif [ɕ] pada kelompok shi cenderung mewakili keadaan emosi manusia, seperti pada kata kanashii (悲しい , "sedih") , sabishii (寂しい , "kesepian"), ureshii (嬉しい , "senang"), dan tanoshii (楽しい , "menyenangkan"). Hal ini juga berkorelasi dengan fenomena dan psikomim yang mengandung bunyi frikatif yang sama, misalnya shitoshito to furu (しとしとと降る , "hujan / salju rintik") dan shun to suru (しゅんとする , "berputus asa"). Penggunaan geminasi dapat menciptakan versi kata yang lebih tegas atau emosional, seperti pada pasangan kata berikut: pitari / pittari (ぴたり / ぴったり , "sesak"), yahari / yappari (やはり / やっぱり , "seperti yang diharapkan"), hanashi / ppanashi (放し / っ放し , "meninggalkan, meninggalkan [sesuatu] dalam keadaan tertentu"), dan banyak lagi. ReferensiCatatan kaki
Bibliografi
Bacaan lebih lanjut
|
Portal di Ensiklopedia Dunia