Dibentuk pada tahun 1974, dengan armada awal dua pesawat Boeing 737-200, melayani Singapura, Hong Kong, Kota Kinabalu, dan Kuching, Royal Brunei Airlines sekarang beroperasi ke 32 destinasi di Asia Tenggara, Timur Tengah, Eropa, dan Oseania. Jumlah armada dan jenisnya meningkat secara progresif pada tahun 1990-an.
Sejarah
Tahun 1974-1997: Awal pendirian, ekspansi regional dan melanglang buana
Brunei Darussalam, kerajaan yang berada di bagian timur Malaysia, diberi kelonggaran oleh Inggris untuk mempersiapkan kemerdekaannya, salah satunya yaitu, mendirikan perusahaan transportasi udara yang bernama Royal Brunei Airlines. Didirikan pada tanggal 18 November 1974 dengan 2 armada pesawat Boeing 737-200, maskapai meluncurkan rute penerbangan perdana secara marathon dari Singapura, Kuching dan Kota Kinabalu serta Hong Kong yang dibuka pada Tahun 1975. Pada tahun-tahun berikutnya, pengembangan rute juga diperluas dengan dimasukkannya Manila yang dibuka pada Tahun 1976 dan Bangkok pada Tahun 1977. Memasuki dekade 1980an, Royal Brunei menerima armada Boeing 737 yang ketiga yang saat itu juga digunakan untuk membuka rute baru ke Kuala Lumpur pada Tahun 1981 dan Darwin pada tahun 1983. Masuknya pesawat ini membuat maskapai semakin yakin akan arah ekspansi yang lebih terlihat. Hal ini terbukti dengan lengkapnya daftar rute yang dibuka oleh maskapai di area ASEAN dan Laut China Selatan.
Setelah merdeka dari Inggris pada 1 Januari 1984, maskapai semakin giat melakukan ekspansi dengan dibukanya rute menuju Jakarta pada tanggal 3 Januari dan tidak hanya itu saja, pada Tahun 1988 maskapai juga mendatangkan armada Boeing yang lebih besar yaitu, 2 armada Boeing 757-200 ER menuju Taipei dan Dubai.
Pada dekade 1990an, ekspansi yang cepat dan masif membuat armada yang ada mengalami kelebihan kapasitas dibanding dengan armada yang ada. Sehingga maskapai harus menjual seluruh armada Boeing 737 dan diganti oleh Boeing 767-300ER yang dipesan oleh maskapai sebanyak 7 armada. Secara keseluruhan armada berkembang dengan signifikan dengan armada yang terdiri dari 8 Boeing 767 dan 2 Boeing 757.maskapai masuk ke ruang Eropa dengan rute menuju London dengan pemberhentian melalui Singapura dan Dubai pada Tahun 1990 dan ekspansi maskapai ke Perth, Jeddah mulai dibuka pada Tahun 1991, bulan Maret 1993 diadakan penambahan rute menuju Abu Dhabi dan Frankfurt melalui Abu Dhabi. Pada Denpasar, Bali menjadi kota ketiga di Indonesia yang masuk dalam rute, penerbangan menuju Eropa juga ditambah dengan tujuan Zürich melalui Kuala Lumpur dan juga tujuan baru ke Bahrain. Sebelum akhir tahun, rute menuju Beijing, dibuka pada bulan Oktober dan rute Kairo dibuka dengan melewati Kuala Lumpur dan Bahrain pada bulan November. Sementara itu Brisbane mulai dilayani pada Tahun 1994 dan Surabaya menjadi rute penutup untuk tahun ekspansi Royal Brunei.
Tahun 2003-Sampai saat ini: Restrukturisasi keseluruhan dan menuju maskapai regional ASEAN
Setelah mengalami tahun tahun tanpa keuntungan, Royal Brunei mempersiapkan rencana restrukturisasi besar-besaran pada tahun 2003. Rencana ini juga akan memasukkan strategi utamanya salah satunya yaitu, menambah jumlah armada yang sebelumnya hanya 9 pesawat menjadi 24 pesawat pada tahun 2013. dengan mengubah pola susunan jumlah pesawat dari 6 Boeing 767 akan dikonversi melalui serangkaian penjualan dan leasing menjadi 15 pesawat berbadan sempit dan 8 pesawat berbadan lebar. Perencanaan ini juga termasuk membahas tentang arah ekspansi penambahan kota ke Auckland, Tokyo, Sydney, Seoul dan Ho Chi Minh serta meningkatkan frekuensi penerbangan.
Pada tahun 2004 hingga 2008, Royal Brunei akan menginvestasikan dana sebesar USD 400 juta untuk pesawat berbadan sempit. Untuk tahun 2008 hingga 2013 akan diadakan investasi sebesar USD 800 juta untuk membeli pesawat berbadan lebar sebagai pengganti dari armada 767. Kemungkinan besar pesawat badan lebar yang masuk adalah Airbus A340, A330 dan Boeing 777.
Pada tanggal 1 November 2022, Kapten Sabirin Hj Abd Hamid diangkat sebagai Chief Executive Officer (CEO) saat ini untuk Royal Brunei Airlines. Sebelum pengangkatannya, ia menjabat sebagai penjabat CEO selama 13 bulan dan Chief Operation Officer sejak 6 Januari 2021.[3]
Per bulan Oktober 2017, Royal Brunei Airlines melayani 18 destinasi, sepuluh di antaranya di Asia Tenggara (tiga di Indonesia, dua di Malaysia, dan satu destinasi di Brunei, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam), tiga di Tiongkok, satu di Korea Selatan, dan empat lagi di luar Asia (Dubai, Jeddah, London dan Melbourne).[4]