Realisme magisRealisme magis adalah aliran sastra dan seni yang menggunakan pendekatan realis/kejadian sehari-hari dengan gabungan elemen magis di dalamnya. Penggunaan terminologi realisme magis dalam kesusastraan muncul pertama kali melalui karya-karya dari penulis Amerika Latin. Aliran ini diadopsi dari gaya lukis Jerman pada tahun 1920-an dengan nama yang sama.[1] Istilah realisme magis dalam dunia sastra pertama dicetuskan oleh pengarang Kuba bernama Alejo Carpentier pada tahun 1940-an.[2] Ia menemukan karakteristik realisme magis pada karya-karya penulis Amerika Latin dan merumuskannya ke dalam satu genre tersebut. Asal-usulAwal mula realisme magis diadopsi ke dalam dunia sastra berlangsung melalui perjalanan yang dilakukan para penulis Amerika Latin ke pusat kebudayaan Eropa pada awal abad ke-20 seperti Paris dan Berlin. Melalui perjalanan tersebut mereka terinspirasi oleh gerakan seni yang dominan kala itu.[3] Penghubung antara realisme magis dalam seni lukis dan dunia sastra ditandai pada penerbitan buku karangan Franz Roh yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Spanyol oleh Revista de Occidente pada tahun 1927.[4] Penanda utama realisme magis dalam dunis kesusastraan Amerika Latin ditandai pada tahun 1949 saat novel Alejo Carpentier berjudul The Kingdom of This World diterbitkan. Ciri khas aliran sastra realisme magis ditemukan dalam novel tersebut. Masa puncak dari realisme magis dalam karangan sastra juga berlanjut ketika pada 1967 Gabriel García Marquez menerbitkan karyanya yang berjudul One Hundred Years of Solitude.[5] Ciri-ciriCiri utama dari aliran realisme magis adalah pencampuradukan kejadian sehari-hari dengan fenomena diluar nalar. Elemen seperti sihir/magis, mitos, dunia alternatif di atas dunia nyata[6] kerap ditemukan dalam tulisan beraliran realisme magis untuk menciptakan keanehan/keganjilan dalam sebuah karya. Ciri-ciri tersebut terkadang membuat realisme magis disamakan dengan fantasi, namun keduanya merupakan genre yang berbeda. Latar cerita aliran realisme magis terjadi seperti dalam kehidupan nyata dengan tambahn unsur-unsur yang telah disebutkan di atas, sedangkan fantasi umumnya berlatar dunia rekaan. Ciri-ciri lain yang membedakan realisme magis dengan genre lain ialah: elemen-elemennya tidak dapat direduksi/dipisahkan/dikurangi, dunia yang fenomenal, terdapat unsur keraguan yang membuat pembacanya goyah (karena unsur magisnya), penggabungan realitas, antara batas ruang, waktu, dan identitas di dalam cerita lebur/rusak sama sekali.[7] Realisme magis dan nobel sastraRealisme magis menjadi salah satu aliran sastra paling berpengaruh melalui representasi dari para penulis yang meraih beragam penghargaan dengan genre tersebut. Beberapa diantaranya adalah: Penghargaan Nobel Sastra yang diperoleh penulis kelahiran Kolombia, Gabriel Garcia Marquez pada tahun 1982[8][9], penulis kebangsaan Portugis Jose Saramago pada 1998[10], penulis asal Polandia Olga Tokarczuk pada 2018[11], juga kandidat yang mengundurkan diri dari Penghargaan Nobel Sastra, Haruki Murakami.[12] Penulis IndonesiaDi Indonesia, aliran sastra realisme magis pertama diperkenalkan oleh Danarto[13] penulis yang meraih SEA Write Award dari Kerajaan Thailand pada tahun 1988.[14] Karya-karya berlatar kebudayaan Jawa yang kental. Berikutnya Eka Kurniawan yang pada 2018 menerima penghargaan Prince Claus dari Kerajaan Belanda. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Prancis, Italia, Jerman, dan Korea dst. Terutama karya yang berjudul Cantik Itu Luka telah diterjemahkan ke dalam 24 bahasa asing. Melalui karya tersebut ia juga meraih World Readers 2016.[15] Penulis yang menggunakan aliran sastra realisme magis dalam karya-karyanya adalah Ayu Utami yang pernah meraih kategori roman terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 dan penghargaan Prince Claus tahun 2000. Rujukan
|