Eka Kurniawan terpilih sebagai salah satu "Global Thinkers of 2015" dari jurnal Foreign Policy.[3] Pada tahun 2016, ia menjadi penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize.[4]
Perjalanan
Skripsinya diterbitkan dengan judul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (diterbitkan pertama kali oleh Yayasan Aksara Indonesia, 1999; diterbitkan kedua kali oleh Penerbit Jendela, 2002; dan diterbitkan ketiga kali oleh Gramedia Pustaka Utama, 2006). Karya fiksi pertamanya, sebuah kumpulan cerita pendek, diterbitkan setahun kemudian: Corat-coret di Toilet (Aksara Indonesia, 2000).
Novelnya yang berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas telah diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2021. Film ini masuk dalam daftar nominasi Festival Film Indonesia 2022.[5] Tahun 2021, film ini meraih penghargaan Golden Leopard dalam Festival Film Locarno.[6]
Kini ia tinggal di Jakarta bersama istrinya, penulis Ratih Kumala, dan seorang anak perempuannya.
^Dalam tulisannya, Topsfield, menyitir kembali apresiasi The Jakarta Post yang menyatakan Eka sebagai salah satu orang yang sedang dalam jalannya menjadi penulis berpengaruh. Bahkan Benedict Anderson menyatakan bahwa setengah abad setelah Pramoedya telah lahir penerusnya.[2]
^Berdasar dua novel pertama yang dialihbahasakan dan dipasarkan secara internasional, Jon Fasman (Pemimpin Redaksi The Economist biro Asia Tenggara dan penulis novel The Unpossessed City juga The Geographer’s Library) menyatakan bahwa apa yang Eka putuskan untuk ditulis pasti layak untuk dibaca[1]