Muhammad Ardans
H. Muhammad Ardans, S.H. (1 Maret 1936 – 23 April 2003)[1][2] adalah politikus dan Gubernur Kalimantan Timur selama dua periode, yakni antara 1988-1993 dan 1993-1998. Dia menggantikan Kolonel Soewandi Roestam sebagai gubernur karena Soewandi tak lagi dapat menjalankan tugasnya akibat sakit yang ia derita. Riwayat HidupAwal kehidupanArdans lahir di Sangasanga pada tanggal 1 Maret 1936. Ia menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada tahun 1962 sebagai kandidat sarjana Ilmu Hukum.[3] Saat menjadi mahasiswa, Ardans juga menjadi kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), yang kala itu berafiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI).[4][5] Setelah lulus, Ardans direkrut oleh Gubernur Abdul Muis Hassan menjadi pegawai pemerintah sekaligus anggota PNI sebagai upayanya untuk memelopori perkembangan sumber daya manusia di Kaltim.[4][5][6] Karir sebagai birokratArdans memulai karier sebagai ahli Tata Usaha di Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Dia kemudian diangkat menjadi Kepala Biro Ekonomi pada tahun 1964 hingga 1966. Ia sempat ditahan oleh Pangdam IX/Mulawarman, Kolonel Soehario, karena menentang campur tangan Soehario atas jalannya pemerintahan daerah.[7] Pada tahun 1965, Ardans diangkat menjadi anggota badan Pola Pembangunan Ekonomi Perjuangan Tiga Tahun (1965-1968) yang dibentuk oleh Gubernur Abdul Muis Hassan untuk menjalankan pembangunan daerah secara berencana. Kekacauan kondisi politik pasca kegagalan Gerakan 30 September dan pada masa transisi menuju Orde Baru membuat badan ini tidak dapat bekerja dengan efektif.[8] Keanggotaannya di PNI dan posisinya sebagai pejabat pemerintah daerah membuatnya didemo oleh mahasiswa, bersama dengan Gubernur Abdul Muis Hassan, yang menuduhnya sebagai anggota PNI fraksi Ali-Surachman (Asu). Meski demikian, tuduhan ini tidak benar sebab PNI di Kaltim setia pada fraksi Osa-Usep yang mendukung Orde Baru.[9] Pada tahun 1967, dia diangkat menjadi Kepala Biro Hukum hingga tahun 1976. Ardans kemudian menjadi Assisten I Sekwilda selama dua tahun. Ardans lalu menjadi Sekwilda (Sekretaris Wilayah Daerah) dari tahun 1979 hingga 1984, sebelum diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur pada tahun 1987 sebab gubernur sebelumnya, Kolonel Suwandi, menderita sakit dan berhalangan dalam menjalankan tugas.[10] Karir sebagai GubernurDalam Sidang Khusus Paripurna DPRD Kalimantan Timur yang diselenggarakan tanggal 24 Maret 1988, Ardans berhasil terpilih menjadi gubernur dengan jumlah 33 dari total 43 suara, mengalahkan dua calon lainnya, Drs. Ignatius Hadisungkono dan Drs. H.M. Yunus Rasyid. Pemilihan ketiga calon tersebut telah disetujui oleh pemerintah pusat.[11] Ia dilantik sebagai gubernur pada tanggal 20 Juni 1988 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini.[12][13] Selain dukungan dari anggota DPRD, Ardans juga memperoleh dukungan kuat dari Pangdam VI/Tanjungpura, Mayor TNI Zaini Azhar Maulani, yang juga seorang Banjar. Naiknya Ardans ke kursi gubernur dipandang sebagai penguatan kembali posisi etnis Banjar di kancah politik daerah.[14] Sebagai seorang gubernur, ia dianggap berkontribusi besar bagi pembangunan Kalimantan Timur. Beberapa perannya antara lain membenahi bantaran Sungai Mahakam dan Sungai Karang Mumus di Samarinda. Karir di GolkarPada tahun 1968, ia keluar dari PNI dan pindah ke Golkar. Di sana, ia menjabat sebagai Sekretaris Kokarmendagri (Korps Karyawan Departemen Dalam Negeri) hingga tahun 1971. Kemudian, ia menjadi pengurus Korpri selama delapan tahun, sebelum diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan (Wantimbang) Golkar Kalimantan Timur.[10] Kehidupan pasca pensiunSetelah pensiun sebagai gubernur, Ardans dipercaya untuk menjadi Komisaris Utama PT Pupuk Kaltim di kota Bontang hingga meninggal dunia pada tanggal 23 April 2003.[10] PenghargaanPada tahun 1992 Ardans mendapatkan pengangkatan sebagai Pemangku Adat Kutai Kartanegara dan mendapat gelar Pangeran. Selain itu, Ardans juga memperoleh banyak bintang penghargaan seperti:
Selain itu, namanya juga diabadikan menjadi nama jalan lingkar (ring road) yang terletak di Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Akhir kehidupanArdans sempat masuk ke RS di Jakarta selama enam hari untuk operasi kepala bagian belakang. Ardans meninggal dunia sekitar pukul 13.30 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, pada hari Selasa, 23 April 2003. Jenazahnya diterbangkan dari Jakarta pada hari itu juga sekitar pukul 17.00 WIB untuk dibawa ke rumah duka di Samarinda. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa di Samarinda. Makamnya sering dikunjungi masyarakat Kalimantan Timur, terutama kader-kader Partai Golkar, sebab dia merupakan salah satu tokoh partai tersebut.[15] KeluargaArdans meninggalkan seorang istri bernama Dr. (HC) Hj. Adji Farida Padmo, putri dari Bupati Kutai yang pertama, Aji Raden Padmo.[16] Sang istri meninggal dunia pada tanggal 22 Maret 2016 di Jakarta dan dikuburkan di Tenggarong. Pernikahan mereka membuahkan empat orang anak, yakni Perucha Arietha, Andra Fahreza, Firya Afandara, dan Andry Fahlevi.[10] Referensi
Daftar Pustaka
|