Mojoagung, Jombang
Mojoagung adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Jombang yang terletak di timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto. Mojoagung pada masa kolonial Belanda hingga awal kemerdekaan merupakan pusat dari Kawedanan Mojoagung yang mencakup Jombang bagian timur yaitu Mojoagung, Sumobito, Kesamben, Peterongan, dan Jogoroto.[1][2] Mojoagung dilalui jalan nasional yang menghubungkan berbagai kabupaten di Pulau Jawa dan merupakan gerbang masuk Jombang dari arah Surabaya, hal ini membuat Mojoagung menjadi kecamatan yang ramai dengan banyak pertokoan, industri, bank, dan penjual makanan di sepanjang tepi jalan. Kemajuan Mojoagung juga didukung infrastruktur penopang seperti terminal bus, rumah sakit, taman kota, pasar, masjid agung, dan lainnya.[3] Tempat terkenal di Mojoagung antara lain Taman Mojoagung yang berfungsi sebagai alun-alun di pusat kecamatan dan disebelahnya terdapat Masjid Besar Ar-Ridlo Kauman dan Kelenteng Boo Hway Bio.[4][5] Tempat terkenal lain di Mojoagung diantaranya wisata religi Makam Mbah Sayyid Sulaiman di Mancilan yang ramai didatangi peziarah. Tokoh tersebut dikenal sebagai salah satu pendiri Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan.[6] GeografiSecara geografis, Mojoagung terletak di dataran rendah yang didominasi lahan persawahan kecuali bagian tenggara yaitu Alas Gedangan di perbatasan Wonosalam yang didominasi tanaman jati dan dikelola Perhutani.[3][7] Batas wilayah Kecamatan Mojoagung adalah sebagai berikut:[3]
SejarahMojoagung zaman dahulu memiliki nama Wirosobo yang merupakan sekutu dari Kadipaten Surabaya. Pada tahun 1615, Wirosobo menjadi salah satu daerah yang ditaklukan Kesultanan Mataram di masa Sultan Agung dalam kampanye militernya untuk menguasai Surabaya.[8][9] VOC menerapkan divide et impera, sehingga Kesultanan Mataram terpecah menjadi dua dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755. Wilayah Wirosobo masuk Kasunanan Surakarta sedangkan Japan (Mojokerto) masuk Kesultanan Yogyakarta. Pada abad ke-19, Wirosobo dan Japan disatukan menjadi Kabupaten Mojokerto.[10] Nama Wirosobo juga diganti menjadi Mojoagung, namun belum ada data yang jelas tentang alasan penggantian nama ini. Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk distrik / kawedanan Mojoagung di Mojokerto yang mencakup Mojoagung, Jogoloyo (Sumobito), Trowulan (sekarang bagian dari Mojokerto), Wuluh (Kesamben) dan Peterongan. Pada tahun 1910, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan resmi untuk memecah Kabupaten Mojokerto dan membentuk Kabupaten Jombang yang salah satunya mencakup Kawedanan Mojoagung.[11][9] Mojoagung pernah memiliki pabrik gula bernama Suiker Fabriek (SF) Sukodono yang berdiri tahun 1869. Awalnya pabrik ini dikelola oleh Nederland Handelmaatschappij dengan administrator pertama yaitu JJC Garon. Selanjutnya di tahun 1872, pabrik ini beralih kepemilikan kepada WA Baud dan beralih kepemilikan kembali di tahun 1884 kepada Erven Baud/ DJ Jut en Factory. Pabrik ini cukup maju dengan fasilitas seperti sarana olahraga dan stasiun yang dilewati oleh trem uap milik Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS) dengan rute Ngoro-Mojokerto. Pada tahun 1945, Belanda meluncurkan Agresi Militer Belanda dan berhasil menguasai berbagai wilayah di Indonesia. Selanjutnya dalam Perjanjian Renville tahun 1947, Indonesia dipecah menjadi dua yaitu wilayah kekuasan republik dan kekuasaan Belanda. Mojoagung menjadi salah satu daerah perbatasan antara wilayah republik dengan wilayah Belanda yang telah menguasai Surabaya hingga Mojokerto. Sekolah Kadet di Surabaya dipindahkan ke Mojoagung pada masa perjuangan itu. Mojoagung dipilih karena selain aman dari pertempuran di Surabaya juga dekat dengan pegunungan untuk dijadikan lokasi latihan gerilya. Para pejuang dan masyarakat juga menghancurkan berbagai fasilitas di Mojoagung termasuk pabrik gula agar tidak diduduki oleh Belanda yang melanggar perjanjian. Sekarang SF Sukodono hancur tidak berbekas, dan sekarang di lokasi tersebut dibangun Terminal Mojoagung sedangkan bekas halte OJS menjadi pemukiman warga.[12][9] Daftar desa dan dusunKecamatan Mojoagung terdiri dari 18 desa. Desa-desa tersebut dibagi menjadi beberapa dusun atau dukuh, yakni sebagai berikut:[3][13]
Tempat terkenal
Pariwisata dan budaya
Fasilitas kesehatan
Industri
Referensi
|