Ledia dikenal karena kiprahnya dalam pemberdayaan perempuan. Melalui persinggungannya dengan pergerakan dakwah Islam, ia menunjukan perhatiannya dalam politik, bergabung dengan PKS ketika partai itu masih bernama Partai Keadilan pada 1998. Pada 2009, ia terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi. Daerah pemilihan yang sama kembali mengantarnya ke DPR pada 2014 dan 2019. Selama duduk di parlemen, ia mencurahkan pandangannya dalam penyusunan sejumlah RUU, termasuk perundangan mengenai jaminan pemenuhan hak-hak disabilitas.
Ia pernah ditunjuk oleh partainya untuk menggantikan Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR pada April 2016. Namun, pelantikannya urung karena gugatan yang diajukan Fahri Hamzah.
Riwayat Hidup
Kehidupan awal
Ledia melewati masa kecil dan menyelesaikan pendidikannya di Jakarta. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Moechsoen (ayah) dan Meolina Sekar Asih (ibu).[1] Minatnya pada kegiatan sosial dipengaruhi oleh figur kakeknya, Raden Hasan Nata Permana, seorang tokoh koperasi di Jawa Barat yang pernah menjadi anggota Konstituante mewakili Partai Masyumi.[2][3][4] Otobiografi sang kakek berjudul Tapak Kuring Ngaliwat menjadi bacaan Ledia saat masih duduk di SD.[5]
Menginjak bangku SMP, Ledia aktif dalam ekstrakurikuler Pramuka. Saat tamat SMP pada 1984, ia mendapatkan Penghargaan Penggalang Garuda Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Jakarta Pusat.[6] Setelah itu, ia masuk SMA Islam Al-Azhar Kebayoran Baru.[6] Pada 1986, tahun keduanya di SMA, ia ikut Latihan Pengembangan Kepemimpinan Penegak dan Pandega Pramuka se-Kwartir Cabang Jakarta Pusat dan menyabet prediket peserta terbaik.[6]
PKS
Ledia menamatkan kuliah di Jurusan Kimia Universitas Indonesia pada 1993. Setelah tamat, ia mengerahkan aktivitasnya di bidang pemberdayaan perempuan.[7][8] Ia bergabung dengan PKS pada 1998, duduk sebagai anggota Deputi Kewanitaan untuk Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PKS Jakarta.[9]
Pada 2000, bersama kepindahannya ke Bandung, ia mengetuai Deputi Pemberdayaan Wanita untuk DPW PKS Jawa Barat. Pada 2002, ia menggagas program pemberdayaan perempuan bernama Pos Wanita Keadilan. Diluncurkan pertama kali di Bandung, program ini dijadikan oleh Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS sebagai percontohan.[10]
Memasuki 2005, ia diamanahkan sebagai Ketua Bidang Kewanitaan untuk DPP PKS periode hingga 2010. Pada periode kepimpinannya, 4.500 cabang Pos Wanita Keadilan didirikan dan tersebar di 33 provinsi Indonesia.[11]
Pada 2011, Ledia duduk sebagai staf Bidang Kebijakan Publik untuk DPP PKS. Setelah kepemimpinan PKS beralih ke Sohibul Iman pada 2015, Ledia mengetuai Bidang Ketenagakerjaan, Petani, dan Nelayan (BPN) DPP PKS.[11][12]
DPR
Melalui PKS, Ledia terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi hasil pemilihan umum 2009. Ia tercatat sebagai anggota legislatif perempuan dari PKS bersama Herlini Amran dan Yoyoh Yusroh.[13] Oleh partainya, ia ditempatkan di Komisi IX yang menangani persoalan kesehatan, ketenagakerjaan, kependudukan, dan transmigrasi.[11] Pada periode pertamanya di DPR, Ledia mengetuai dua panitia kerja rancangan undang-undang (RUU), yakni tentang jaminan produk halal dan perlindungan anak, masing-masing disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.[10][14]
Pada periode keduanya, Ledia duduk di Komisi VIII yang membidangi lingkup sosial, agama, bencana, serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pada akhir 2013, ia diangkat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII. Melalui kedudukannya, ia mencurahkan perhatiannya dalam masalah sosial dan pemberdayaan perempuan. Ia terlibat dalam pembahasan undang-undang mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam rapat panitia khusus yang diikutinya, BPJS Kesehatan menerima usulan DPR agar biaya persalinan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.[10]
Menyikapi diskriminasi yang dialami oleh penyandang disabiltas, Ledia mengangkat pentingnya menyiapkan sarana dan prasarana jangka panjang bagi penyandang disabilitas dalam rangka memberdayakan dan mengoptimalkan potensi mereka.[15] Ia melihat masyarakat dan pemerintah masih cenderung abai pada hak-hak penyandang disabilitas. "Salah satunya terkait hak hidup. Banyak yang masih memberi stigma kutukan ataupun malapetaka bagi mereka yang berkekurangan secara fisik maupun mental."[16] Melalui panitia kerja yang diketuai Ledia, Komisi VIII memulai pembahasan pembentukan aturan perundangan mengenai penyandang disabilitas. Pada 17 Maret 2016, RUU penyandang disabilitas disahkan sebagai UU oleh DPR.[16][17] Dalam pembahasan RUU tentang penyandang disabilitas, Kanis Dursin mencatat, Ledia telah mengubah paradigma belas kasihan (charity base) bagi penyandang disabilitas menjadi pemenuhan hak (right base). Oleh karena itu, semua tuntutan dalam undang-undang tersebut wajib dipenuhi. "Dalam hal pendidikan," tulis Kanis menyebutkan salah satu contoh, "Ledia memastikan para penyandang disabilitas mendapat pendidikan dan berhak mendapat beasiswa."[10]
Pada April 2016, Ledia ditunjuk oleh partainya untuk menjabat sebagai Wakil Ketua DPR-RI, menggantikan Fahri Hamzah.[18][19][20] Fahri dipecat dari seluruh keanggotan dan jabatan kepartaian PKS karena dianggap sering mengeluarkan pernyataan kontroversional.[21][22] Namun, gugatan hukum yang diajukan Fahri terhadap PKS membuat pelantikan Ledia tertunda hingga saat ini.
Memasuki masa sidang kedua pada awal 2017, Ledia mendapat amanah baru dengan menjadi anggota Komisi X yang membidangi Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Ekonomi Kreatif serta Pariwisata.[14]
Pada November 2018, Ledia menjadi pembicara mewakili Indonensia dalam acara peringatan 100 tahun masuknya perempuan di parlemen Inggris (World’s Women MP Conference).[23] Ledia merupakan salah satu dari 100 perempuan anggota parlemen dari seluruh dunia di peringatan tersebut.[24]
Karya buku
Kalau Mau, Kita Bisa (2011)
Menata Jaminan Halal di Indonesia (2016)
Dari Disabilitas Pembangunan Menuju Pembangunan Disabilitas (2016)
Kartini Legislasi: Bunga Rampai Kiprah Perempuan Aleg PKS (2017)