Polisi Republik Indonesia Korps Kepolisian Air dan Udara Badan Pemeliharaan Keamanan Kepolisian Republik Indonesia atau biasa disingkat Korpolairud Baharkam Polri adalah satuan di dalam Kepolisian Republik Indonesia yang mendukung tugas-tugas kepolisian lewat air (sungai/laut) dan udara.
Sejarah
Kepolisian Air dan Udara lahir ketika Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan tertanggal 14 Maret 1951 soal penetapan Polisi Perairan sebagai bagian dari Jawatan Kepolisian Negara terhitung mulai 1 Desember 1950. Keputusan ini disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Perdana Menteri RI tanggal 5 Desember 1956 tentang pembentukan Seksi Udara pada Djawatan Kepolisian Negara. Sejak itu, bagian Polisi Perairan menjadi bagian Polisi Perairan dan Udara. Di awal berdirinya, Polisi Perairan bermodalkan sebuah kapal "Angkloeng". Baru pada akhir tahun 50-an, jumlah kapal bertambah hingga mencapai 35 buah. Sementara Polisi Udara hanya memiliki sebuah pesawat Cessna-180.
Setelah melalui beberapa kali perombakan, penyempurnaan organisasi baru terjadi pada tahun 1985. Satuan Utama Polisi Air dilebur ke dalam Sub Direktorat Polisi Air dan Satuan Utama Polisi Udara menjadi Subditpol Udara. Kedua subdirektorat ini beroperasi dibawah kendali Direktorat Samapta Polri. Hingga akhirnya berkiblat kepada sejarah kelahirannya, 1 Desember diputuskan sebagai hari keramatnya Polisi Air dan Udara.
Para Pejabat Negara, dengan pandangan jauh ke depan telah mengeluarkan Keputusan-keputusan yang strategis berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 4/2/3/Um, tanggal 14 Maret 1951 tentang Penetapan Polisi Perairan sebagai Bagian dari Djawatan Kepolisian Negara terhitung mulai tanggal 1 Desember 1950. Dengan lahirnya Djawatan Polisi Perairan maka seluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau yang tersebar di khatulistiwa, ditengah hamparan laut Indonesia yang sangat luas telah diantisipasi perlunya pemeliharaan keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum.
Pada tahun 1953 s.d. 1958 berdasarkan Surat Perintah KKN No. Pol.: 2/XIV/1953, tanggal 16 Januari 1953 dibentuk 2 (dua) Pangkalan Polisi Perairan masing-masing di Belawan dan Surabaya. Terdorong dari kesulitan-kesulitan yang sering timbul dikarenakan kondisi geografis wilayah Nusantara maka dibentuklah Polisi Udara dengan SK Perdana Menteri Nomor.: 510.PM/1956 tanggal 5 Desember 1956, maka resmilah tanggal 1 Desember 1956 nama bagian Polisi Perairan dan Polisi Udara yang dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi RP. Sudarsono, dengan memiliki 35 kapal dari berbagai type dan sebuah pesawat jenis Cesna-180. Dengan Armada yang dimiliki Polisi Perairan dan Udara ikut serta dalam pemberantasan penyelundupan, bajak laut dan operasi-operasi militer seperti pemberantasan DI/TII di Aceh dan Pantai Karawang Jawa Barat.
Setelah melalui beberapa kali perombakan, penyempurnaan organisasi baru terjadi pada tahun 1985. Satuan Utama Polisi Air dilebur ke dalam Subditpol Air dan Satuan Utama Polisi Udara menjadi Sub Direktorat Polisi Udara. Kedua subdirektorat ini beroperasi dibawah kendali Direktorat Samapta Polri. Dengan pertimbangan perkembangan situasi dan berdasarkan Skep Kapolri No. Pol.: Skep/ 9/V/ 2001, tanggal 25 Mei 2001 struktur Polairud dibawah Deops Kapolri dengan sebutan Dit Polairud Deops Polri. Pada saat bulan Oktober 2002 terjadi Validasi Organisasi dengan Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep /53/ X/ 2002, tanggal 17 Oktober 2002 dengan sebutan Dit Polair Babinkam
Polri.
Pada bulan Oktober 2010 terjadi Restrukturisasi organisasi ditubuh Polri dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor. 52 Tahun 2010, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Kapolri Nomor. 21 Tahun 2010 Tanggal 14 Oktober 2010 untuk tingkat Mabes Polri dan Peraturan Kapolri Nomor. 22 Tanggal 14 Oktober 2010 untuk tingkat Kepolisian Daerah. Hingga akhirnya berpedoman kepada sejarah kelahirannya, 1 Desember diputuskan sebagai hari Ulang Tahun Polairud.
Kepemimpinan Polisi Perairan dan Udara Polri
Tahun 1953 s.d. 1958
Pada tahun 1953 – 1958 Berdasarkan Surat Perintah KKN No.Pol.: 2 / XIV / 53, tanggal 16 Januari 1953 dibentuk dua Pangkalan Polisi Perairan yaitu di Belawan dan Surabaya. Terdorong dari kesulitan-kesulitan yang sering timbul karena kondisi geografis wilayah Nusantara, maka dibentuklah Polisi Udara dengan SK Perdana Menteri Nomor.: 510.PM / 1856 tanggal 5 Desember 1956, dan resmilah tanggal 1 Desember
1956 nama bagian Polisi Perairan dan Polisi Udara yang dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi RP. Sudarsono, dengan memiliki 35 kapal dari berbagai type dan sebuah pesawat jenis Cesna- 180. Dengan armada yang dimiliki Polisi Perairan dan Udara ikut serta dalam penangganan tindak pidana perairan seperti: penyelundupan, bajak laut dan operasi - operasi mititer pemberantasan DI/TII di Aceh dan Pantai Kerawang Jawa Barat.
Tahun 1958 s.d. 1960
Pada Tahun 1958 s.d. 1960 bagian Polisi Perairan dan Udara diganti menjadi Dinas Perairan dan Udara yang dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Soeharjono Sosro Hamidjojo.
Tahun 1960 s.d. 1999
Berdasarakan Surat Kepala Kepolisian Negara No. 7/PRT/MK/1965 tanggal 1 Desember 1965 bagian Polisi Perairan dan Udara diganti menjadi Korps Polisi Airud dengan pimpinan Komisaris Besar Polisi R. Hartono. Pada tahun 1960 s.d. 1964 Korps Polisi Airud ikut serta dalam perjuangan Trikora
dimana telah dibentuk Gugus Tugas, sejumlah kapal polisi nomor seri 900 dan abk-nya berada dibawah pimpinan langsung Panglima Komando Mandala Jenderal Soeharto.
Berdasarkan SK Kapolri No. Pol.: Skep / 50 s.d. 55 / VIII / 1977 maka Korps Air dan Udara di
reorganisasi menjadi:
- Pusat Detasemen Polisi Air dan Udara termasuk Pusat Pendidikan Polisi Air dan Udara
- Satuan Utama Polisi Air
- Satuan Utama Polisi Udara
- Satuan Air Daerah Kepolisian
Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/ 09 / X / 1984, tanggal 30 Oktober 1984 Satuan Utama Polisi Air menjadi Sub Direktorat Polisi Air, Satuan Utama Udara menjadi Sub Direktorat Pol Udara, Sat Air Daerah Kepolisian menjadi Satpolair Polda, Pusat Detasemen Polisi Air dan Udara menjadi Pusat Pendidikan Polisi Air dan Udara.
Tahun 1999 s.d. 2001
Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan TAP MPR RI No. VII, dan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2000, kedudukan Polri langsung dibawah Presiden. Kemandirian Polri tersebut menjadikan struktur organisasi Polisi Air dan Udara dibawah Kapolri dengan pejabat Direktur Polisi Air dan Udara adalah Brigadir Jenderal Polisi Drs. FX. Sumardi, SH
Tahun 2001 s.d. 2002
Dengan pertimbangan perkembangan situasi dan berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep / 9 / V / 2001 tanggal 25 Mei
2001, Struktur organisasi Pol Airud di bawah Deops Kapolri dengan pejabat Direktur Polairud yaitu Brigjen Pol. Drs. Mudji Santoso, SH yang membawahi Subdit Pol Air dan Subdit Pol Udara dengan pimpinan Subdit Pol Air yang terakhir tahun 2002 dijabat oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Suristyono.
Tahun 2002 s.d. 2005
Saat validasi organisasi Kepolisian kedudukan Direktorat Pol Airud berubah menjadi Direktorat Polisi Perairan dan Direktorat Polisi Udara 2002, tanggal 17 Oktober 2002 dengan sebutan Perairan Babinkam Polri dan pejabat Direktur Polair yang pertama adalah Brigjen Pol FX. Sunarno, SH. Dengan tugas pokok Polisi Perairan adalah membina dan menyelenggarakan fungsi Kepolisian Perairan tingkat pusat dalam rangka melayani, memelihara keamanan ketertiban masyarakat dan penegakkan hukum di wilayah
perairan Indonesia.
Tahun 2005 s.d. 2008
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep / 190 / 111 /2005, tanggal 3 Maret 2005 Pimpinan Polisi Perairan (Direktur Babinkam Polri) diserahterimakan kepada Brigadir Jenderal Polisi I Nengah Sutisna, MBA. Untuk melanjutkan tugas pokok Polisi Perairan tersebut selaku pimpinan yang baru selalu mengoptimalkan tugas
menggunakan alut yang dimiliki saat ini yaitu sebanyak 44 unit kapal
Tahun 2008
Berdasarkan Skep Kapolri No.Pol. SKEP / 209 / VI / 2008 tanggal 6 Juni 2008
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka jabatan Direktur Kepolisian Perairan Babinkam Polri selanjutnya digantikan oleh Brigjen Pol. Drs. Abdulrahman, menerapkan Penjabaran Program Akselerasi Utama Polri di Lingkungan Kepolisian Perairan
Tahun 2009 s.d. Sekarang
Berdasarkan Skep Kapolri No.Pol.: SKEP / 488 / X / 2009, tanggal 17 Oktober 2009 tentang pemberhentian dan pengangkatan jabatan di
lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka resmilah Brigjen Pol Drs. Budi Hartono Untung menjabat sebagai Direktur
Polair Babinkam yang baru sampai dengan sekarang. Dalam melanjutkan tugas pokok Polisi Perairan tersebut selaku pimpinan yang baru selalu mengoptimalkan tugas-tugas dengan menggunakan alut yang dimiliki saat ini yaitu sebanyak 56 unit kapal patroli polisi.
1. Melakukan program Akselerasi Utama Polri di lingkungan Polair
a. Program pemberdayaan 6 SATPOLAIRWIL.
b. Program peningkatan peran dan kemampuan lidik dan sidik oleh Polisi
Perairan.
c. Program pengadaan kapal Patroli Type C untuk Polres Perairan melalui
anggaran KE 2005.
d. Penggunaan informasi teknologi (IT), untuk kepentingan pelayaran,
teleconference, publikasi dan posisi kapal.
e. Meningkatkan kemampuan dan peran Pusdik Polair serta rancang bangun
Puslat Polair.
f. Kerjasama Luar negeri melalui wadah Aseanapol.
2. Bidang Pembinaan:
a. Pakta Integritas
b. Peraturan Kababinkam Polri tentang Polmas Perairan
c. Perkap Gakkum Perairan
d. Perkap Intelejen perairan
e. Pola penggunaan BMP Polair
3. Bidang Operasional:
a. Operasi Ekspedisi Sambang Nusa (PAM Perbatasan dan pulau
yang berpenghuni )
b. Operasi Kepolisian Samudra Lestari ( Operasi Jaring Natuna 2009 )
c. Pencapaian target 10 crime indeks Polair 2009 ( Illegal logging, illegal
minning, illegal fishing, illegal oil, TP pelayaran, kepabeanan, keimigrasian,
perompakan, handak dan narkoba)
d. Pengamanan Selat Malaka.
Armada
Jumlah armada polisi air dan udara terdiri dari 54 unit kendaraan dari berbagai jenis yang terdiri dari:
Mengikuti rencana pengembangan Polud (Polisi Udara) ke depan, akan dibentuk delapan regional baru yang membagi secara tegas wilayah operasi pesawat. Di kedelapan wilayah ini, akan ditempatkan pesawat dengan tugas dan pembinaan sepenuhnya di Polda setempat. Mengikuti visi masa depan, 203 pesawat akan memperkuat Polri. Yaptap (Sayap Tetap) ringan A sebanyak 40, yaptap ringan B 22, yaptap sedang A 6, yaptap sedang B 11, heli sedang 49, dan heli ringan 21. Pengklasifikasian didasarkan kemampuan pesawat. Adapun rincian pembagian regional:
Regional VIII: 8 heli 7 yaptap, berpusat di Surabaya melaksanakan tugas-tugas kepolisian di seluruh perairan Pulau Jawa.
Saat ini Polair hanya diperkuat dengan 10 kapal Kelas A (panjang 48 m), 11 Kelas B (panjang 28 m), dan hanya lima Kelas C (motor boat, panjang 15 m) yang tersebar di Riau (2 kapal), Kaltim (2 kapal), dan Jakarta (1 kapal). Penting dicatat, jumlah ini merupakan gambaran global peta kekuatan Polair di Indonesia. Memang ada total 86 kapal lagi yang dioperasikan Polda-polda dengan panjang 15 m. Tapi itu produk lokal yang sebenarnya kurang sesuai dengan standar operasi Polri.
Bagi Polair (Polisi Air), kapal kelas A yang mampu mengangkut 2 kompi pasukan, bisa didarati helikopter, dan sanggup menjelajahi laut timurlah, yang dibutuhkan. Kapal Kelas A dibagi ke dalam dua kelas, yang ditentukan berdasarkan ukuran panjang kapal. Yakni dengan panjang 48 meter dan 57 sampai 60 meter. Idealnya tiap propinsi mendapatkan lima hingga enam kapal kelas A, B, dan C. Dengan begitu, jumlah ideal kapal Polair adalah 33 kapal Kelas A, 40 kapal Kelas B, dan ratusan kapal Kelas C. Tapi inipun baru tahap awal dan jumlah minimal. Karena dibandingkan dengan luas wilayah dan peta kerawanan, sebenarnya sulit menghitung secara pasti berapa jumlah kapal dan pesawat yang diperlukan Polri dalam menjalankan tugasnya.
Kepala
No.
Nama
Mulai Menjabat
Akhir Menjabat
Ref.
Kepala Bagian Polisi Air dan Udara Djawatan Kepolisian Negara