Johannes Suryo Prabowo
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo (lahir 15 Juni 1954) adalah seorang tokoh militer dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (1 April 2011-30 Juni 2012) dan Wakil Gubernur Timor Timur (1998). Perwira TNI AD korps Zeni ini adalah alumni AKABRI (sekarang Akmil) tahun 1976[1], dengan penghargaan Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama sebagai taruna lulusan terbaik. Kehidupan pribadiSuryo Prabowo menikah di Medan dengan Sri Hariaty br Pelawi, pada 30 Maret 1986. Keduanya adalah putra dan putri dari Prajurit TNI AD. Dari pernikahannya tersebut mereka dikaruniai dua putra: Lettu Inf Petrus Paramayudo Prabowo (berdinas di Kopassus) yang lahir di Medan tahun 1988, dan Andreas Paramawidya Wisesa Prabowo yang dilahirkan di Ambon tahun 1992. Dikarenakan dilahirkan dari keluarga yang berasal dari Madura, Solo, dan lalu menikah dengan wanita Suku Karo, yang semuanya memiliki budaya dan agama yang spesifik, kemudian dikarenakan sepanjang hidupnya telah bertugas hampir diseluruh pelosok tanah air, maka Suryo Prabowo tumbuh menjadi sosok anak bangsa yang sangat mencintai pluralisme. Oleh karenanya itu disetiap kesempatan dia senantiasa menyampaikan harapannya, agar Bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa dan agama, dapat hidup harmoni dalam keberagaman.[2] Sementara itu kecintaannya kepada anak-anak menjadikan Suryo Prabowo sering menganjurkan kepada para orang tua, untuk tidak memaksakan anak-anaknya mengikuti berbagai pendidikan formal dan non formal yang dipenuhi dengan banyak ancaman dan larangan, agar bisa menjadi seperti kehendak orang tua. Fenomena pendidikan seperti ini menjadikan generasi muda Indonesia kehilangan kreativitas positifnya. Bagaimanapun juga, menurutnya anak-anak memiliki masa depan sendiri yang sangat sulit dimengerti oleh orang tua. PendidikanSetelah pada pada akhir tahun 1972 menyelesaikan pendidikan di SMA Pangudi Luhur 1 Jakarta. Setelah lulus, Suryo Prabowo langsung mendaftarkan diri untuk menjadi Taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Selama berstatus Taruna Akabri pada tahun 1974 ditugaskan dalam ‘pertukaran taruna’ dengan Taruna dari RMC (Royal Military College) Duntroon, Australia. Setelah menyelesaikan pendidikan di AKABRI dengan predikat terbaik, sebagaimana perwira lainnya dia mendapat kesempatan untuk mengikuti berbagai pendidikan/kursus spesialisasi, diantaranya seperti kursus spesialisasis Nubika (Nuklir Biologi dan Kimia), kursus penjinakan bahan peledak, kursus dasar para dan kursus pandu udara. Sedangkan pendidikan lainnya adalah Suslapa, Seskoad dan Lemhanas KRA 14. Hampir seluruh pendidikan diselesaikan dengan predikat terbaik. Meski sering mengikuti latihan bersama negara sahabat, dan seminar di luar negeri, namun seluruh pendidikannya diperoleh di dalam negeri. Kehidupan militerSuryo Prabowo pertama kali bertugas di Batalyon Zeni Tempur 1/Kodam II/Bukit Barisan (sekarang Kodam I/Bukit Barisan) sebagai komandan peleton (Danton) dan sejak penugasannya tersebut dia sangat sering diperbantukan ke berbagai batalyon infanteri (yonif) dalam pelaksanaan operasi militer di Timor Timur, Aceh dan Papua. Mungkin padatnya penugasan operasi yang dialaminya inilah yang menjadikannya tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan tinggi di dalam, dan apalagi di luar negeri. Mungkin juga dikarenakan dinilai memiliki pengalaman yang memadai, pada tahun 1983 sewaktu berpangkat Kapten, Suryo Prabowo ditugasi sebagai Komandan sektor Dilor dan Natarbora, Timor Timur. Setelah bertugas sebagai Komandan Detasemen Zeni Tempur 5/Dam XVII/Trikora, Kepala Zeni Kopassus dan Komandan Batalyon Zeni Tempur 10/Divisi Infanteri 2/Kostrad, Suryo Prabowo ditugaskan kembali ke Timor Timur sebagai Kepala Seksi Operasi Korem 164/Wira Dharma. Sejak itu dia beberapa kali menjabat kepala seksi di Korem 164/WD. Ketika mejabat sebagai Kepala Staf Korem 164WD, dia sempat merangkap jabatan sebagai staf pribadi Kepala Staf Umum ABRI, di Jakarta. Namun tidak lama kemudian kembali lagi ke Timor Timur untuk menduduki Jabatan Wakil Komandan Korem 164/WD sekitar 6 bulan, dan selanjutnya ditugasi sebagai Wakil Gubernur di Timor Timur. Namun belum sampai 6 bulan menjabat sebagai wagub, dia mengundurkan diri, dan setelah hampir 2 tahun status non job, dia baru dipercaya kembali menduduki jabatan sebagai Asisten Intelijen Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), setelah sebelumnya dia ditugasi kembali ke Timor-Timur sebagai Wadansatgas ITFET (Indonesian Task Force in East Timor). Setelah itu dia memperoleh promosi menduduki jabatan sebagai Wakil Komandan Paspampres dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI. Meski tidak pernah mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI, Suryo Prabowo sempat bertugas di Sesko TNI dalam jabatan sebagai Direktur Pengkajian dan Pengembangan Doktrin dan Lingkungan Strategis selama 10 bulan, lalu menjabat sebagai Kepala Staf Kodam III/Siliwangi. Kemudian sesaat setelah menyelesaikan pendidikannya di Lemhannas, Suryo Prabowo dipromosikan menjadi Panglima Kodam I/Bukit Barisan dengan pangkat Mayor Jenderal TNI. Ketika menjabat sebagai pangdam ini, pertama kalinya Suryo Prabowo mulai aktif ditugasi sebagai dosen/pengajar di Kursus Strategi Perang Semesta (KSPS), yang diselenggarakan di Sesko TNI AD. KSPS inilah yang kelak pada tahun 2009 dijadikan Program Studi Magister Strategi Perang Semesta (Total War Strategy) di Universitas Pertahanan Indonesia.[3] Sejak KSPS bermanifestasi menjadi Unhan, dia masih aktif dilibatkan dalam pengajaran materi Kepemimpinan Strategis, dan Perang Semesta, serta mendapat kehormatan sebagai pembicara dalam diskusi internasional, seperti Jakarta International Defense Dialog.[4] Sekitar satu tahun kemudian, pada tahun 2008 Suryo Prabowo dimutasikan menjadi Pangdam Jaya/Jayakarta. Pada jabatan ini sempat dilibatkan mempersiapkan acara peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan bersama Trans Studio. Sekitar 6 bulan sebagai pangdam, dia dipromosikan menjadi Wakil Kepala Staf TNI AD dengan pangkat Letnan Jenderal TNI. Pada jabatan ini Suryo Prabowo banyak berkreasi untuk membenahi sistem pendidikan dan latihan dijajaran TNI AD, terutama yang difokuskan pada bidang Kepemimpinan Militer dan Taktik bertempur. Setelah hampir 2 tahun menjabat Wakasad, Suryo dimutasikan ke Markas Besar TNI untuk menduduki Jabatan Kepala Staf Umum TNI sampai akhir masa pengabdiannya sebagai Prajurit TNI tanggal 30 Juni 2012. Selama menjabat sebagai Kasum TNI dia tetap konsisten melakukan pembenahan sistem pendidikan dan latihan dilingkungan TNI. KreativitasSuryo Prabowo adalah seorang Prajurit Zeni TNI AD yang autodidak, atau seseorang yang mendapat keahlian dengan cara belajar sendiri. Hal ini terlihat ketika pada tahun 1978 ketika dia dapat menyelesaikan tugas bantuan peledakan/demolisi dalam pembangunan fondasi bagi buoy kapal di bawah laut perairan pelabuhan di Sibolga, Sumatera Utara. Padahal sebelumnya dia belum pernah mengikuti pendidikan menyelam (scuba diving) dan demolisi bawah air. Pengalaman tugas inilah yang memotivasinya untuk membuka Pendidikan Penjinaan Bahan Peledak dan Demolisi tingkat Utama bagi Prajurit Zeni Kopassus. Pada Maret 1986 dia mendapat tugas unik, yaitu memimpin kegiatan mengurangi ketinggian (memotong) bangunan (Istana Plaza) dari setinggi 7 lantai menjadi 3 lantai, secara manual dalam waktu hanya 2 minggu, dari waktu yang disediakan selama 6 minggu. Pemotongan bangunan ini dilakukan karena dinilai ketinggian bangunan tersebut dapat mengganggu lalulintas penerbangan pesawat terbang, terutama yang berbadan lebar ketika hendak menggunakan Bandara Polonia, Medan. Ketika menyadari begitu melimpahnya kekayaan flora dan fauna di Pulau Sumatra yang belum digali, saat menjabat sebagai Pangdam I/BB Suryo Prabowo tergerak mengajak berbagai pihak terkait untuk melakukan ekpedisi disepanjang Bukit Barisan yang membentang dari utara ke selatan P. Sumatra. Gagasan Ekpedisi Bukit Barisan baru terwujud ketika dia menjabat Wakasad.[5] Ekspedisi yang pelaku utamanya semula adalah prajurit Kopassus bersama para peneliti dan Mapala (Mahasiwa Pencinta Alam) dari berbagai perguruan tinggi, berlanjut menjadi agenda tahunan yang melibatkan unsur-unsur TNI AD, TNI AL, TNI AU, LIPI dan berbagai Perguruan Tinggi, serta kementerian terkait. Pada tahun 2012 ekpedisi diselenggarakan di Kalimantan dengan nama Ekspedisi Khatulistiwa [6]), dan kemudian pada tahun 2013 di Sulawesi ekspedisi dilanjutkan dengan nama Ekspedisi NKRI koridor Sulawesi.[7] Kegiatan ekspedisi ini merupakan manifestasi dari upayanya untuk meningkatkan kepedulian seluruh komponen bangsa terhadap kelestarian lingkungan hidup, dan konservasi alam di Indonesia. Konsistensi terhadap profesionalitasSuryo Prabowo adalah sosok prajurit yang sangat konsisten terhadap berbagai hal yang terkait dengan upaya peningkatan profesionalitas prajurit. Tentang hal ini dapat dilihat dari begitu banyak tulisannya tentang ilmu kemiliteran yang di kemas dalam 24 buku dan sebagian besar diterbitkan hanya untuk kalangan prajurit. Buku-bukunya yang utamanya menyampaikan bahasan seputar Kepemimpinan Militer dan Taktik Bertempur, serta berbagai pengetahuan tentang penyelenggaraan pertahanan negara aspek militer, dituliskan oleh Suryo Prabowo untuk menyampaikan pesan, agar para Prajurit TNI tidak terjebak pada kebiasaan, atau tidak selalu membenarkan yang biasa. Tetapi harus bisa membiasakan yang benar. Dia berharap, apabila saatnya tiba, para Prajurit TNI dapat memenangkan setiap pertempuran dengan cara-cara yang elegan. Oleh sebab itu melalui tulisannya itu senantiasa disampaikan kepada para prajurit, utamanya perwira, agar tidak lagi berpikir, bahwa TNI akan pernah bertempur dengan menggunakan cara-cara kuno yang melibatkan begitu banyaknya persenjataan dan peralatan tempur, seperti yang setiap tahunnya dipertunjukkan dalam penyelenggaraan Latihan Gabungan TNI. Dia berpendapat bahwa seyogianya penyelenggaraan Latgab TNI ditujukan untuk meningkatkan profesionalitas prajurit, bukan untuk kepentingan lain. Oleh sebab itu materi dan skenario Latgab TNI akan dapat lebih efektif bila tidak didasarkan ada pemikiran yang imajinatif. Tetapi didasarkan pada kondisi nyata peperangan yang pernah, sedang, dan yang didasarkan pada prediksi terhadap model peperangan dimasa mendatang. Sewaktu menjabat sebagai Wadan Paspampres, untuk meningkatkan profesionalitas Paspampres, dia ditugasi menjalin kerja sama pelatihan pengamanan VVIP dengan pasukan khusus Korea 707th Special Mission Battalion, organik Special Warfare Command (pasukan khusus Korea yang didesain untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya sebagai counter-terrorist dan quick reaction force). Kerja sama pelatihan ini ditujukan agar para prajurit Paspampres dapat bertukar pengalaman dalam aplikasi metode pelatihan berbagai teknik dan taktik pertempuran jarak dekat. Kerja sama pelatihan tidak hanya dilakukannya hanya dengan Pasukan Khusus Korea, tetapi juga dengan Pasukan Pengamanan Perdana Menteri Hun Sen, Kamboja. Bentuk kerja sama pelatihan yang diselenggarakan dengan "paspampres" Kamboja adalah suatu kegiatan yang pertama kali dilakukan TNI. Hal ini dikarenakan, paspampres mendapat kepercayaan yang luar biasa dari Tentara Kamboja. Seperti secara teknis membantu perekrutan, dan bahkan memberikan asistensi penuh dalam pembangunan seluruh fasilitas latihan dan penyusunan kurikulum pelatihan. Uniknya lagi adalah, sejak tahun 2003 setiap tahunnya paspampres mengirimkan prajuritnya untuk memberikan pelatihan bagi paspampres Kamboja. Sewaktu menjabat sebagai Kasum TNI, pada tahun 2012 atas permintaan Panglima Tentara Brunei, TNI AD telah mengirimkan prajurit pelatih untuk memberikan pelatihan menembak bagi atlet penembak militer Tentara Darat Kerajaan Brunei Darusalam. Dalam forum Chief of Army's Exercise 2010 yang diselenggarakan di Brisbane, Australia, sewaktu menjabat sebagai Wakasad, Suryo Prabowo telah menyampaikan presentasinya tentang begitu pentingnya pelibatan aparat teritorial dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, terutama dalam hal tahapan deteksi dini dan deradikalisasi. Presentasinya yang diberi judul “Whole of Government Responses to National Security Challenges in Indonesia, Terrorism Cases” [8]) mendapat standing ovation dari hadirin yang terdiri dari oleh sekitar 26 pimpinan darat se-Asia Pasifik. Keunikan Penugasan di Timor TimurHampir seluruh prajurit TNI AD pada generasinya pernah bertugas di Timor Timur, namun Suryo Prabowo memiliki keunikan tersendiri selama penugasannya di Timor Timur, karena dia adalah Prajurit TNI dengan pangkat tertinggi (Kolonel Czi) yang terakhir meninggalkan Timor timur tanggal 30 Oktober 1999, dan Prajurit TNI tertinggi (Brigadir Jenderal TNI) yang pertama kali tiba di Negara Baru, Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) tanggal 20 Mei 2002.[butuh rujukan] Keunikan lainnya adalah ketika baru beberapa bulan menjabat Wadanrem 164/WD, atas pengajuan dari DPRD Provinsi Timor Timur, menjelang usianya ke 44 tahun, Suryo Prabowo dilantik menjadi Wakil Gubernur KDH tkt-I Provinsi Timor Timur. Namun belum sampai setengah tahun, pada tanggal 28 Oktober 1998, beberapa saat sebelum pangkatnya dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal TNI, karena satu dan lain hal yang berseberangan dengan Pemerintahan Presiden B.J. Habibie, dia mengajukan pengunduran dirinya sebagai Wakil Gubernur Timtim.[9] Pengunduran diri seorang Perwira TNI dari jabatannya sebagai Wagub Timtim ini merupakan peristiwa yang langka dan baru pertama kali terjadi di Indonesia. Akibat dari pengunduran dirinya sebagai Wagub Timtim, dia kehilangan jabatan. Namun situasi itu tidak mengurangi semangat pengabdian dan kecintaannya sebagai Prajurit TNI, dan satu tahun kemudian secara ‘sukarela’ Suryo Prabowo ditugaskan kembali ke Timor Timur bersama Yonif Linud 700 mendampingi Brigjen Pol J.D. Sitorus dalam organisasi ITFET menggantikan Penguasa Darurat Militer Timor Timur Mayjen TNI Kiki Syahnakri. Saat itu ITFET bertugas bersama Satgas Pasca Pelaksanaan Penentuan Pendapat di Timor Timur (P4TT) mengawal transisi penyerahan Timor Timur kepada UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor). Posisi di ITFET inilah yang menempatkan Suryo Prabowo menjadi Prajurit TNI terakhir yang meninggalkan Timor Timur.[10] Dalam beberapa kesempatan disampaikan, bahwa sebagai pelaku sejarah dia, tidak mengetahui persis harus bangga atau sedih, ketika harus meninggalkan Timor Timur, sambil membawa Bendera Merah Putih terakhir yang diturunkan dalam upacara militer sederhana, yang dihadiri oleh perwakilan dari UNTAET dan INTERFET (International Force for East Timor) tanggal 30 Oktober 1999 pukul 09.00. Upacara penurunan bendera ini mengakhiri kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Tetapi yang disadari benar olehnya adalah, politik memang kejam, dan keputusan politik sering berakibat pada terjadinya korban jiwa yang begitu besar pada penduduk sipil yang tidak berdosa, dan mengakibatkan begitu banyak Prajurit TNI yang gugur tanpa penghormatan semestinya yang seharusnya diberikan oleh pimpinan negara. Sejak itu pula di Indonesia konflik kepentingan yang diwarnai dengan kekerasan dan ide separatisme menjadi tontonan dan bacaan sehari-hari di media massa, dan ini pula yang menjadikan salah satu alasan mengapa setelah menyelesaikan pengabdiannya sebagai Prajurit TNI dia enggan berpolitik seperti yang lazim dilakukan oleh para purnawirawan TNI. Hampir dua tahun kemudian, Brigjen TNI J. Suryo Prabowo ditugasi untuk memimpin anvance team Satgaspam Paspampres yang terdiri dari Prajurit TNI dari ketiga angkatan, yang tiba di Dili beberapa saat sebelum, dan selama kunjungan Presiden RI Megawati Soekarno Putri menghadiri upacara kemerdekaan Republik Demokratik Timor Leste tanggal 20 Mei 2002, di Dili. Satgaspam tersebut diantaranya melibatkan KRI Mandar dan KRI Kambani dengan "heli on board" sebagai kapal medis dan logistik serta KRI Badik, dan KRI Hiu.[11] Posisinya sebagai Dansatgaspam VVIP inilah yang menjadikan dia perwira tinggi TNI yang pertama kali berada di wilayah RDTL ketika resmi menjadi negara merdeka. Kehidupan Purna TNIDimasa purnawiranya Suryo Prabowo mengisi hari-harinya dengan menulis buku, memberikan kuliah dan pencerahan tentang kepemimpinan dan kehidupan keprajuritan. Sementara itu aktivitasnya dalam upaya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup, dan konservasi alam tetap menjadi agenda perjuangannya. Oleh sebab itu sekarang ini dia bergabung dengan TWNC (Tambling Wildlife Nature Conservation) yang merupakan kawasan konservasi hutan, satwa-liar seluas 45.000 hektare, dan kawasan cagar laut seluas 14.500 hektare yang berlokasi di ujung selatan P. Sumatra. Riwayat Jabatan dan Kepangkatan
Tanda KehormatanSelama 36 tahun masa pengabdiannya di TNI, Suryo Prabowo dianugerahi 17 tanda kehormatan, diantaranya adalah:
Publikasi
Pranala luar
Rujukan
|