Iri, Dengki, atau Hasad (bahasa Inggris: envy) adalah emosi yang terjadi ketika seseorang tidak memiliki kualitas superior, prestasi, atau kepemilikan dan baik menginginkannya atau berharap bahwa yang lain tidak memilikinya.[1]
Aristoteles mendefinisikan iri hati sebagai rasa sakit saat melihat nasib baik orang lain, digerakkan oleh "mereka yang memiliki apa yang seharusnya kita miliki".[2] Bertrand Russell mengatakan bahwa iri hati adalah salah satu penyebab paling kuat dari ketidakbahagiaan.[3] Penelitian terbaru mempertimbangkan kondisi di mana itu terjadi, bagaimana orang menghadapinya, dan apakah itu dapat menginspirasi orang untuk meniru orang-orang yang mereka iri.[4]
Jenis-jenis iri
Beberapa bahasa, seperti bahasa Belanda, yang membedakan antara "iri jinak" (benijden) dan "iri jahat" (afgunst), menunjukkan kemungkinan bahwa ada dua subtipe iri.[5] Penelitian menunjukkan bahwa iri yang jahat adalah emosi yang tidak menyenangkan yang menyebabkan orang yang iri ingin menjatuhkan orang yang lebih baik bahkan dengan kemampuannya sendiri, sementara iri jinak melibatkan pengakuan bahwa orang lain lebih baik, tetapi menyebabkan orang tersebut berkeinginan untuk menjadi sama baiknya.[6] Kecemburuan jinak masih merupakan emosi negatif dalam arti tidak menyenangkan.[7][8] Menurut peneliti, iri yang jinak dapat memberikan emulasi, motivasi peningkatan, pemikiran positif tentang orang lain, dan kekaguman.[9] Jenis iri ini, jika ditangani dengan benar, dapat secara positif mempengaruhi masa depan seseorang dengan memotivasi mereka untuk menjadi orang yang lebih baik dan sukses.[10][11]
Ada beberapa diskusi tentang apakah subtipe harus dilihat sebagai bentuk keirian yang berbeda, karena beberapa orang berpendapat bahwa kecenderungan tindakan (untuk merusak posisi orang lain karena iri yang jahat dan untuk memperbaiki posisi diri sendiri karena iri yang tidak berbahaya) bukan bagian dari bagaimana emosi didefinisikan, sementara yang lain berpikir kecenderungan tindakan adalah bagian integral dari emosi.[12] Mereka yang tidak menganggap ada subtipe keirian berpendapat bahwa situasi mempengaruhi bagaimana keirian mengarah pada perilaku; sementara mereka yang berpikir ada subtipe berpikir bahwa situasi memengaruhi subtipe keirian mana yang dialami.[12]
Pandangan Agama
Islam
Rasa iri hati atau hasad dalam Islam merupakan akhlak tercela. Iri Hati, dengki dan hasad memiliki makna yang sama, yaitu membenci datangnya nikmat Allah kepada orang lain.[13]
Sifat hasad haruslah kita hindari karena hasad sangat dibenci oleh Allah dan Rosul-Nya. Hal Ini karena hasad tidak lagi menyangkut perkara akhlak, namun sudah perkara aqidah. Karena pada hakikatnya hasad itu tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur'an,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa': 32)
Hasad juga menyebabkan sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar daripada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau mensyukuri nikmat tersebut.[14] Cemburu yang dibolehkan adalah cemburu yang berdasarkan data dan bukti yang nyata. Sementara cemburu yang tidak boleh ialah cemburu yang tidak didasari bukti. Cemburu kedua ini berbahaya sebab bisa melahirkan fitnah[15].
Bahaya hasad menurut agama Islam adalah dapat membakar amal kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu bakar. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ:[16]
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhudhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Jauhilah sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Lihatlah bagaimana api memakan kayu bakar, apakah masih tersisa kayu itu, apakah masih berbentuk kayu itu, tidak melainkan ia menjadi abu yang hilang diterpa angin. Itulah amal kebaikan, jika diiringi dengan hasad, maka amal itu laksana abu yang diterpa angin, kosong saja.
“Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh anggota badan dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh anggota badan, ketahuilah, ia adalah hati” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allâh yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini –beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya.” (hr Muslim)
“Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang kalian yaitu dengki dan benci. Benci adalah pemotong; pemotong agama dan bukan pemotong rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR Tirmidzi)
Dengan hasad berarti dia membenci apa yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Karena, benci kepada nikmat yang Allâh berikan kepada orang lain berarti benci terhadap ketentuan Allâh Subhanahu wa Ta’ala
“Tidak sempurna iman seseorang dari kalian hingga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya” (HR Bukhori)
Saking buruknya hasad, Allah mengajarkan kita do’a berlindung dari orang Hasad dalam penutup surah al Falaq, yang mana penutup biasanya adalah tujuan yang paling utama.
Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (Qs al Falaq:1-5)
Imam Abul Qosim al Qusyairi berkata, ada tiga dosa yang merupakan asal dari segala kejahatan, maka jauhi ketiga dosa ini, yang pertama adalah sombong, karena sombonglah iblis gak mau sujud kepada adam, terusir dari surga dan menjadi makhluk yang terlaknat sepanjang masa. Yang kedua adalah Tamak, karena dosa inilah Adam as makan buah khuldi. Yang ketiga adalah hasad, karena hasad adalah orang yang menolak ketetapan Allah, tidak menerima pembagian Allah atas nikmat-nikmat kepada hambanya. Oleh karena itu, hasad itu terkait pada aqidahnya yang bermasalah, bukan lagi akhlak.
Orang yang Hasad adalah musuh nikmat Allah, karena dia benci atas pembagian nikmat Allah kepada hamba-hambaNya
Imam Asmu’I pernah melihat seorang arab badui berumur 120 tahun, kemudian aku tanya kepadanya, “wahai badui, apa yang membuatmu berumur panjang?”. Badui itu menjawab, “itu karena aku tinggalkan Hasad, maka aku tetap sehat”. Karena orang yang meninggalkan hasad hatinya bahagia, berbeda dengan orang hasad, susah terus hidupnya, akhirnya penyakitpun berdatangan, cepatlah datang ajalnya.
Orang yang Meninggalkan hasad itu dicintai Allah, karena orang hasad itu selalu saja protes dengan ketetapan Allah. Kenapa dia dapat nikmat, kenapa bukan aku, kenapa dia dapat ini, bukan aku, dan lain sebagainya.
Dalam suatu riwayat disebutkan dilangit yang kelima, ada jalur amal menuju Allah yang terang seperti sinar matahari. Disana, dijaga oleh malaikat hasad. Ketika lewat amal seorang hamba yang akan naik kepada Allah, maka ditahan oleh malaikat tersebut, “berhenti, lemparkan amal ini kewajah orang yang beramal tersebut, karena dia beramal namun Hasad kepada saudaranya”. Akhirnya amal tersebut tertolak karena masih ada hasad dalam dirinya, naudzubillahi min dzalik.
Muawiyah bin abi sufyan ra, seorang sahabat nabi yang mulia berkata, “Semua orang didunia ini bisa aku buat bahagia, kecuali satu orang, yaitu orang hasad . Karena dia hanya mau satu, yaitu bagaimana agar nikmat yang ada padaku hilang.”
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Aku tidak pernah melihat orang dholim, terlihat seperti orang yang terdholimi kecuali hasad. Karena dia dholim kepada orang, namun dia terus saja susah dan sedih, dan memperturutkan hawa nafsunya.”
Diriwayatkan ada tiga ciri hasad, yang pertama ketika dia melihat sesuatu, maka matanya tersangkut pada hal tersebut sekaligus hatinya. Yang kedua, dan dia akan melakukan ghibah, menuduh yang tidak-tidak atas orang yang mendapat nikmat, yang ketiga, mencaci maki sumpah serapa jika datang musibah kepadanya. [1]
Dirirwayatkan, diantara ciri hati terkena hasad adalah, ketika ada orang dapat nikmat, dia mendustkanya, tak percaya, datang emosi. Kemudian ketika ia dapat musibah meskipun kecil, muncul sumpah serapah dari mulutnya. Yang ada dalam hatinya protes dan marah saja atas pembagian Allah. Semoga Allah hindarkan diri kita dari penyakit Hasad.
Diriwayatkan, Nabi Musa as melihat ada orang disamping Arsy, singgasana Allah yang agung dan megah. Maka dikatakan kepada Nabi Musa, “Ya Musa, taukah siapakah dia?”, “tidak tahu, memang apa amalnya sehingga kedudukannya begitu tinggi?” tanya Nabi Musa. Dijawab, “itu karena dalam hatinya tak ada Hasad sedikitpun kepada siapapun yang diberi kelebihan Allah”.
Diriwayatkan, orang hasad itu marah kepada orang yang tak bersalah, yang memiliki nikmat lebih daripada dirinya, dan ia bakhil atas barang milik orang lain yang ia tak punya.
Bahaya Penyakit Hasad
Hasad adalah bentuk protes terhadap takdir Allah
Hasad adalah sifatnya Iblis
Hasad adalah sifatnya orang-orang Yahudi
Hasad akan menghabisi amalan-amalan saleh yang telah dia kerjakan
Hasad Itu Manusiawi
Hasad itu sifatnya manusiawi. Setiap orang pasti punya rasa tidak suka jika ada orang yang setipe dengannya melebihi dirinya dari sisi keutamaan. Sebagaimana diriwayatkan Diriwayatkan, suatu ketika Allah berfirman kepada Nabi Sulaiman, “Ya Sulaiman, aku pesankan kamu untuk menjauhi 7 penyakit ini, yang pertama jangan kau gunjing hambaku yang sholeh, yang kedua jangan kau hasad kepada siapapun” ketika sampai di pesan yang kedua nabi Sulaiman as berkata, “Cukup ya Allah, jangan tambah lagi, aku sudah tak sanggup lagi”. Inilah hasad, saking beratnya untuk mengamalkan agar tidak hasad, baru dua pesan, Nabi Sulaiman dah tak sanggup lagi. Ini juga menjadi pesan bahwa para nabi terdahulu itu kalau dapat perintah, itu niatnya untuk diamalkan, bukan yang lain.
Manusia dalam hal hasad ada empat keadaan yaitu:
Pertama: Ada yang berusaha menghilangkan nikmat pada orang yang ia hasad. Ia berbuat melampaui batas dengan perkataan ataupun perbuatan. Inilah hasad yang tercela.
Kedua: Ada yang hasad pada orang lain. Namun, ia tidak menjalankan konsekuensi dari hasad tersebut di mana ia tidak bersikap melampaui batas dengan ucapan dan perbuatannya. Al-Hasan Al-Bashri berpandangan bahwa hal ini tidaklah berdosa.
Ketiga: Ada yang hasad dan tidak menginginkan nikmat orang lain hilang. Bahkan ia berusaha agar memperoleh kemuliaan semisal. Ia berharap bisa sama dengan yang punya nikmat tersebut. Hal ini dirinci menjadi dua, yaitu dalam urusan dunia dan urusan agama.
Jika kemuliaan yang dimaksud hanyalah urusan dunia, tidak ada kebaikan di dalamnya. Contohnya adalah keadaan seseorang yang ingin seperti Qarun.
يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.” (QS. Al-Qasas: 79)
Jika kemuliaan yang dimaksud adalah urusan agama, inilah yang baik. Inilah yang disebut ghib-thah.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لا حَسَدَ إلَّا على اثنتَينِ: رجُلٌ آتاهُ اللهُ مالًا، فهو يُنْفِقُ مِنهُ آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ، ورجُلٌ آتاهُ اللهُ القُرآنَ، فهو يَقومُ به آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ.
“Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: ada seseorang yang dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan siang, juga ada orang yang dianugerahi Al-Qur’an, lantas ia berdiri dengan membacanya malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan Muslim, no. 815)
Keempat: Jika dapati diri hasad, ia berusaha untuk menghapusnya. Bahkan ia ingin berbuat baik pada orang yang ia hasad. Ia mendoakan kebaikan untuknya. Ia pun menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Ia ganti sifat hasad itu dengan rasa cinta. Ia katakan bahwa saudaranya itu lebih baik dan lebih mulia.
Bentuk keempat inilah tingkatan paling tinggi dalam iman. Yang memilikinya itulah yang memiliki iman yang sempurna, di mana ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:260-263.
hasad umumnya terjadi pada dua orang yang memiliki kenikmatan yang sama seperti profesi yang sama. Tukang becak hasad dengan tukang becak, dia tidak akan hasad dengan dokter. Seorang dokter hanya akan hasad kepada dokter yang lain. Begitu pun pemilik supermarket akan hasad kepada pemilik supermarket yang lain, dan seterusnya. Sehingga, hampir tidak ada seorang pun yang bisa selamat dari penyakit hasad.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengutip perkataan,
“Tak ada jasad yang selamat dari hasad. Akan tetapi orang yang buruk menampakkannya dan orang yang baik menyembunyikannya.”
Karena Hasad
Para ulama berkata“Dosa yang pertama kali terjadi di langit adalah hasad (hasadnya iblis kepada Adam). Demikian pula dosa yang pertama kali terjadi di bumi adalah hasad (hasad yang mendorong salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudaranya).”
Karena Hasad, orang kafir Makkah menghina dan mencaci maki Rosulallah saw,
Karena Hasad, orang Yahudi menyihir Rosulallah saw.
Dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa seorang lelaki Yahudi menyihir Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Karena itu, beliau merasa sakit selama beberapa hari.
Lalu datanglah Jibril dan berkata, “Sesungguhnya seorang lelaki Yahudi telah menyihirmu dan membuat suatu buhul yang ditujukan terhadapmu, lalu ia meletakkannya di dalam sumurmu.’” Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyuruh seseorang untuk mengambil buhul tersebut dari dalam sumur yang dimaksud. Setelah buhul itu dikeluarkan dari sumur, lalu diberikan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau membukanya, maka dengan serta merta seakan-akan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam baru terlepas dari suatu ikatan. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah menyebutkan lelaki Yahudi itu dan tidak pula melihat mukanya sampai beliau wafat.
Karena Hasad kepada nabi Adam. Iblis tidak terima jika Adam lebih dimuliakan dibanding dirinya., hal inilah yang membuat iblis yang merupakan ahli ilmu dan ahli ibadah ribuan tah9un, memiliki kedudukan mulia disisi Allah, akhirnya terusir dari surga dan menjadi makhluk yang terlaknat sepanjang.. Iblis berkata. Surat Al-A'raf ayat 12, "(Allah) berfirman, 'Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?' (Iblis) menjawab, 'Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'"
Karena Hasad, qobil Membunuh habil.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya. Maka berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diteirma kurbannya, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’ (AL Maidah ayat 27) “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”( (AL Maidah ayat 27-28)
Karena hasad kepada saudaranya, nabi Yusuf, membuat mereka membuang nabi yusuf ke sumur, kemudian menjualnya sebagai budak, dan menipu ayahnya, bahwa Nabi Yusuf telah mati dimakan Srigala
Dengki yang boleh
Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang : Orang yang diberi al-Qur’ân oleh Allâh kemudian ia melaksanakannya di pertengahan malam dan pertengahan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allâh kemudian ia menginfakkannya di pertengahan malam dan pertengahan siang.[HR BUkhori Muslim]
Dengki seperti ini dinamakan ghibthah.
Obat hasad
Imam AL Ghozali berkata:
Ketahuilah bahwasanya hasad adalah termasuk penyakit-penyakit yang berat bagi hati.Penyakit-penyakit hati ini tidak bisa disembuhkan kecuali dengan ilmu dan amal saleh. Ilmu yang bermanfaat untuk melawan penyakit hasad adalah Anda mengetahui bahwasanya hasad itu kemudaratannya akan kembali kepada diri Anda, baik perkara dunia maupun perkara akhirat. Dan hasad yang Anda lakukan tersebut tidak akan menimpakan kemudaratan kepada orang yang Anda hasad kepadanya baik dunia maupun di akhirat, bahkan dia akan mendapatkan manfaat dengan hasadnya Anda. ”’
Imam nawawi berkata:
“Cara menghilangkan sifat iri yaitu dengan menyadari bahwa hikmah Allah lah yang menghendaki adanya karunia tersebut, maka patutnya ia tidak menyanggah dan membenci hikmah yang telah Allah kehendaki dan tidak Allah benci”
[1] Risalah Al Qusyairiyah, Imam Abul Qosim Al Qusyairi
Kekristenan
Baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ada berbagai penggambaran dari iri hari dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan ini, hampir semua memiliki hasil yang dramatis.
Rasa iri dalam hati menyebabkan pelanggaran terhadap perintah kesepuluh dari "Sepuluh Perintah Allah". Kitab Suci menggambarkan dengan baik mengenai iri hati dalam perumpamaan yang disampaikan NabiNatan saat hendak menyadarkan Raja Daud dari kesalahannya (2 Samuel 12:1-10); orang kaya dalam perumpamaan tersebut iri akan domba satu-satunya yang dimiliki si miskin dan akhirnya mengambil dombanya—serupa dengan yang dilakukan Raja Daud terhadap Uria (2 Samuel 11:1-27). Dan iri hati dapat menghantar seseorang sampai kepada perbuatan-perbuatan terjahat yang dapat dilakukannya (Kejadian 4:3-8, 1 Raja-raja 21:1-29).
Katolik
Karena iri hati menyebabkan timbulnya dosa-dosa lain maka Katekismus Gereja Katolik (KGK) memasukkannya dalam "Tujuh dosa pokok". Seseorang yang iri berarti bahwa ia kecewa atau cemburu atas keuntungan orang lain dan menginginkannya secara tidak wajar untuk dirinya sendiri dengan cara yang tidak adil. Sehingga seseorang melakukan dosa berat karena menginginkan yang jahat bagi sesamanya (Lihat: Bobot Dosa). SantoGregorius Agung mengatakan bahwa iri hati menimbulkan kedengkian, fitnah, hujat, kegirangan akan kesengsaraan orang lain, dan menyesalkan keberuntungannya; sementara Santo Agustinus memandangnya sebagai "dosa setani" (diabolical sin). (KGK #2539)[17]
St. Yohanes dari Damaskus—sebagaimana dikutip oleh St Thomas Aquinas dalam Summa Theologia—mengatakan bahwa iri hati adalah satu jenis penderitaan, dan iri hati adalah penderitaan atas kebaikan orang lain.[18] Sehingga kebajikan yang adalah lawannya yaitu kebaikan hati; namun karena iri hati sering kali timbul akibat kesombongan, karena seseorang yang iri merasa dirinya layak untuk memiliki apa yang tidak dimilikinya, maka setiap orang yang telah dibaptis harus melatih diri untuk hidup dalam kerendahan hati. (KGK #2540)[17]
Apakah engkau ingin melihat Tuhan dimuliakan melalui engkau? Jika ya, bergembiralah atas kemajuan saudaramu dan engkau akan memberi kemuliaan bagi Tuhan. Karena hamba-Nya dapat menaklukkan iri hati dengan bergembira atas jasa-jasa orang lain, Tuhan akan dipuji.
^Parrott, W. G.; Smith, R. H. (1993). "Distinguishing the experiences of envy and jealousy". Journal of Personality and Social Psychology. 64 (6): 906–920. doi:10.1037/0022-3514.64.6.906. PMID8326472.
^Duffy, Michelle K.; Lee, KiYoung; Adair, Elizabeth A. (21 January 2021). "Workplace Envy". Annual Review of Organizational Psychology and Organizational Behavior. 8 (1): 19–44. doi:10.1146/annurev-orgpsych-012420-055746. Diakses tanggal 13 September 2021.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^van de Ven N; et al. (2009). "Leveling up and down: the experiences of benign and malicious envy". Emotion. 9 (3): 419–29. doi:10.1037/a0015669. PMID19485619.
^van de Ven, Niels (2016). "Envy and Its Consequences: Why It Is Useful to Distinguish between Benign and Malicious Envy". Social and Personality Psychology Compass. 10 (6): 337–349. doi:10.1111/spc3.12253.
^Jawas, Yazid bin Abdul Qodir (1440 H/2019M). Adab & Akhlak Penuntut Ilmu. Bogor: Pustaka At-Taqwa. hlm. 139. ISBN9789791661225.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)